Saturday, July 29, 2023

Kualitas Pelayanan

 


Salah satu faktor yang menentukan tingkat keberhasilan perusahaan adalah
kemampuan perusahaan dalam memberikan kualitas pelayanan kepada pelanggan.
Definisi kualitas pelayanan berpusat pada upaya pemenuhan kebutuhan dan
keinginan pelanggan serta ketepatan penyampaiannya untuk mengimbangi
harapan pelanggan. Kualitas pelayanan adalah tingkat keunggulan yang
diharapkan dan pengendalian atas tingkat keunggulan tersebut untuk memenuhi
keinginan pelanggan.
Menuru Kotler (2012), “Pelayanan adalah aktivitas atau hasil yang dapat
ditawarkan oleh sebuah lembaga kepada pihak lain yang biasanya tidak kasat
mata, dan hasilnya tidak dapat dimiliki oleh pihak lain tersebut”. Menurut Monir
dalam Pasolong (2011), “pelayanan adalah proses pemenuhan kebutuhan melalui
aktivitas orang lain secara langsung. Sedangkan menurut Daviddow dan Uttal
dalam Surjadi (2012), “pelayanan merupakan usaha apa saja yang mempertinggi
kepuasan pelanggan”.
Berdasarkan beberapa definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa pelayanan
adalah aktivitas atau usaha yang dilakukan sebagai proses pemenuhan kebutuhan
untuk pihak lain secara langsung dan tak berwujud dengan tujuan meningkatkan
kepuasan pelanggan dan hasilnya tidak dapat dimiliki oleh pihak lain tersebut.
Menurut Tjiptono (2012), kualitas pelayanan adalah ukuran seberapa bagus
tingkat layanan yang diberikan mampu sesuai dengan ekspektasi pelanggan.
Sedangkan menurut Wyckof dalam Lovelock yang dikutip oleh Tjiptono (2012)
kualitas pelayanan merupakan tingkat keunggulan (excellence) yang diharapkan
dan pengendalian atas keunggulan tersebut untuk memenuhi keinginan pelanggan.
Menurut Kotler dalam Sangadji dan Sopiah (2013), Kualitas Pelayanan
adalah suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia,
proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan. Sedangkan
menurut Parasuraman dalam Lupiyoadi (2013), kualitas pelayanan adalah
seberapa jauh perbedaan antara kenyataan dan harapan pelanggan atas pelayanan
yang mereka terima.
Berdasarkan beberapa definsi diatas, dapat disimpulkan bahwa kualitas
pelayanan adalah seberapa jauh atau seberapa baik tingkat layanan yang diberikan
dalam memiliki tingkat keunggulan yang sesuai dengan keinginan pelanggan
bahkan mampu melebihi harapan pelanggan.
Enam prinsip pokok tersebut menurut Tjiptono dan Chandra (2016), yaitu:
1. Kepemimpinan
Strategi kualitas perusahaan harus inisiatif dan komitmen dari manajemen
puncak, manajemen puncak harus memimpin perusahaan untuk meningkatkan
kinerja kualitasnya. Tanpa adanya kepemimpinan dari manajemen maka usaha
untuk meningkatkan kualitas hanya berdampak kecil terhadap perusahaan.
2. Pendidikan
Semua personil perusahaan dari manajer puncak sampai karyawan operasional
harus memperoleh pendidikan mengenai kualitas. Aspek-aspek yang perlu
mendapatkan penekanan dalam pendidikan meliputi konsep kualitas sebagai
strategi bisnis, alat dan teknik implementasi kualitas, dan peranan eksekutif
dalam implementasi kualitas, dan dalam implementasi strategi kualitas.
3. Perencanaan
Proses perencanaan strategi harus mencakup pengukuran dan tujuan kualitas
yang dipergunakan dalam mengarahkan perusahaan mencapai visinya.
4. Review
Merupakan satu-satunya alat yang paling efektif bagi manajemen untuk
mengubah perilaku operasional. Proses ini merupakan suatu mekanisme yang
menjamin adanya perhatian terus menerus untuk mencapai tujuan kualitas.
5. Komunikasi
Implementasi strategi kualitas dalam organisasi dipengaruhi oleh proses
komunikasi dalam perusahaan.
6. Pengharapan dan pengakuan (Total Human Reward)
Penghargaan dan pengakuan merupakan aspek yang penting dalam
implementasi strategi kualitas. Setiap karyawan yang berprestasi baik perlu
diberi penghargaan dan prestasi sehingga dapat memberikan kontribusi besar
bagi perusahaan dan bagi pelanggan yang dilayani.
Menurut Gronroos dalam Tjiptono dan Chandra (2016) menjelaskan bahwa
setiap perusahaan harus mampu memahami sejumlah faktor potensial yang dapat
menyebabkan buruknya kualitas jasa, di antaranya:
1. Produksi dan konsumsi yang terjadi secara simultan. Salah satu karakteristik
unik pada jasa adalah jasa diproduksi dan dikonsumsi pada saat bersamaan.
Konsekwensinya, berbagai macam persoalan sehubungan dengan interaksi
antara penyedia jasa dan konsumen bisa saja terjadi.
2. Intensitas tenaga kerja yang tinggi. Keterlibatan karyawan secara intensif
dalam penyampaian jasa dapat pula menimbulkan masalah kualitas, yaitu
berupa tingginya variabilitas jasa yang dihasilkan.
3. Dukungan terhadap pelanggan internal kurang memadai. Agar dapat
memberikan jasa secara efektif, mereka membutuhkan dukungan dari fungsi
utama manajemen (operasi, pemasaran, keuangan dan SDM).
4. Gap komunikasi. Komunikasi merupakan faktor esensial dalam menjalin
kontak dan relasi dengan konsumen. Jika terjadi gap komunikasi, dapat timbul
penilaian atau persepsi negatif terhadap kualitas jasa memperlakukan semua
konsumen dengan cara yang sama konsumen merupakan individu yang unik
dengan preferensi, perasaan dan emosi masing-masing.
5. Visi bisnis jangka pendek. Visi jangka pendek seperti pencapaian target
penjualan dan laba tahunan dapat merusak kualitas jasa yang sedang dibentuk
untuk jangka panjang.
Terdapat lima dimensi kualitas pelayanan menurut Parasuraman dalam
Lupiyoadi (2013), yaitu:
1. Tangibles, atau bukti fisik yaitu kemampuan perusahaan dalam menunjukkan
eksistensinya kepada pihak eksternal. Yang dimaksud bahwa penampilan dan
kemampuan sarana dan prasarana fisik perusahaan dan keadaan lingkungan
sekitarnya adalah bukti nyata dan pelayanan yang diberikan.
2. Reliability, atau keandalan yaitu kemampuan perusahaan untuk memberikan
pelayanan sesuai yang dijanjikan secara akurat dan terpercaya.
3. Responsiveness, atau ketanggapan yaitu suatu kemauan untuk membantu dan
memberikan pelayanan yang cepat dan tepat kepada konsumen, dengan
penyampaian informasi yang jelas.
4. Assurance, atau jaminan dan kepastian yaitu pengetahuan, kesopansantunan,
dan kemampuan para pegawai perusahaan untuk menumbuhkan rasa percaya
para konsumen kepada perusahaan. Terdiri dari beberapa komponen antara lain
komunikasi, kredibilitas, keamanan, kompetensi dan sopan santun.
5. Empathy, yaitu memberikan perhatian yang tulus dan bersifat individual atau
pribadi yang diberikan kepada para konsumen dengan berupaya memahami
keinginan konsumen. Sebagai contoh perusahaan harus mengetahui keinginan
konsumen secara spesifik dari bentuk fisik produk atau jasa sampai
pendistribusian yang tepat.
Dalam penelitian ini, indikator yang akan digunakan untuk mengukur
kualitas pelayanan diambil dari kelima dimensi menurut Lupiyoadi (2013) yang
disesuaikan dengan objek penelitian antara lain:
1. Bukti fisik, berkaitan dengan penampilan atau kerapihan karyawan saat
memberikan layanan sulam alis kepada konsumen.
2. Keandalan, berkaitan dengan kemampuan karyawan dalam memberikan jasa
layanan sulam alis kepada konsumen
3. Daya tanggap, berkaitan dengan kesigapan karyawan dalam menangani
keluhan pelanggan.
4. Jaminan, berkaitan dengan jaminan yang diberikan oleh penyedia jasa.
5. Empati, berkaitan dengan perhatian yang diberikan oleh karyawan.

Harga

 


Harga menjadi salah satu elemen yang paling penting dalam menentukan
pangsa pasar dan keuntungan suatu perusahaan. Harga merapakan satu-satunya
unsur bauran pemasaran yang menimbulkan pemasukan atau pendapatan bagi
perusahaan, sedangkan ketiga unsur bauran pemasaran yang lainnya (produk,
distribusi, dan promosi) menyebabkan timbulnya biaya (pengeluaran). Disamping
itu harga merupakan unsur bauran pemasaran yang bersifat fleksibel, artinya dapat
diubah dengan cepat.
Menurut Swastha (2010), “harga merupakan sejumlah uang (ditambah
beberapa barang kalau mungkin) yang dibutuhkan untuk menambahkan sejumlah
kombinasi dari barang beserta pelayanannya”. Sedangkan menurut Alma (2014),
harga adalah nilai suatu barang yang dinyatakan dengan uang. Harga memiliki
dua peranan utama dalam proses pengambilan keputusan para pembeli, yaitu
peranan alokasi dan peranan informasi.
Menurut Suparyanto dan Rosad (2015), harga adalah jumlah sesuatu yang
memiliki nilai pada umumnya berupa uang yang harus dikorbankan untuk
mendapatkan suatu produk. Sedangkan menurut Kotler dan Armstrong (2012),
harga adalah sejumlah uang yang dibebankan atas suatu barang atau jasa atau
jumlah dari nilai uang yang ditukar konsumen atas manfaat-manfaat karena
memiliki atau menggunakan produk atau jasa tersebut.
Berdasarkan beberapa definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa harga
adalah sejumlah uang yang dibutuhkan dan harus dikorbankan untuk mendapatkan
suatu produk atau jasa yang ditukar konsumen atas manfaat-manfaat karena
memiliki atau menggunakan produk atau jasa tersebut.
Menurut Tjiptono (2012), harga merupakan salah satu elemen bauran
pemasaran yang membutuhkan pertimbangan cermat. Hal ini dikarenakan adanya
sejumlah dimensi strategik harga dalam hal:
1) Harga merupakan pernyataan nilai dari suatu produk (a statement of value).
Nilai adalah rasio atau perbandingan antara persepsi terhadap manfaat
(perceived benefits) dengan biaya-biaya yang dikeluarkan untuk mendapatkan
produk. Manfaat atau nilai pelanggan total meliputi nilai produk, nilai layanan,
nilai personil dan nilai citra. Sedangkan biaya pelanggan total mencakup biaya
moneter (harga yang dibayarkan), biaya waktu, biaya energi, dan biaya psikis.
Dengan demikian, istilah “good value” tidak lantas berarti produk yang
harganya murah. Namun istilah tersebut mencerminkan produk tertentu yang
memiliki tipe dan jumlah manfaat potensial (kualitas, citra dan kenyamanan
berbelanja) yang diharapkan konsumen pada tingkat harga tertentu.
2) Harga merupakan aspek yang tampak jelas (visible) bagi para pembeli. Bagi
konsumen yang tidak terlalu paham hal-hal teknis pada pembelian produk
otomotif dan elektronik, kerapkali harga menjadi satu-satunya faktor yang bisa
mereka mengerti. Tidak jarang pula harga dijadikan semacam indicator
kualitas.
3) Harga adalah determinan utama permintaan. Berdasarkan hukum permintaan
(the low of demand), besar kecinya harga mempengaruhi kuantitas produk yang
dibeli konsumen. Semakin mahal harga, semakin sedikit jumlah permintaan
atas produk bersangkutan dan sebaliknya. Meskipun demikian, itu tidak selalu
berlaku pada semua situasi
4) Harga berkaitan langsung dengan pendapatan dan laba. Harga dalah satusatunya unsur bauran pemasaran yang mendatangkan pemasukan bagi
perusahaan yang pada gilirannya berpengaruh pada besar kecilnya laba dan
pangsa pasar yang diperoleh. Unsur bauran pemasaran lain seperti produk,
distribusi dan promosi malah mengeluarkan dana dalam jumlah yang tidak
sedikit.
5) Harga bersifat fleksibel, artinya bisa disesuaikan dnegan cepat. Dari mepat
unsure bauran pemasaran tradisional, harga adalah elemen yang paling mudah
diubah dan diadaptasikan dengan dinamika pasar. Ini terlihat jelas dari
persaingan harga (perang diskon) yang kerap terjadi dalam industry ritel. Ini
berbeda dengan kebijakan produk, distribusi dan promosi terintegrasi yang
menuntut komitmen jangka panjang.
6) Harga mempengaruhi citra dan strategi positioning. Dalam pemasaran produk
prestisius yang mengutamakan citra kualitas dan ekslusitivitas, harga menjadi
unsur penting. Konsumen cenderung mengasosiasikan harga dengan tingkat
kualitas produk. Harga yang mahal dipersepsikan mencerminkan kualitas yang
tinggi dan sebaliknya.
7) Harga merupakan faktor yang berpengruh dalm pengambilan keputusan
pembelian konsumen ditunjukkan oleh adanya empat level konflik potensial
menyangkut aspek harga :
a. Konflik internal perusahaan
b. Konflik dalam saluran distribusi
c. Konflik dengan pesaing
d. Konflik dengan instansi pemerintah dan kebijakan publik
Menurut Kotler dan Keller (2012) menyatakan bahwa ada beberapa tujuan
penetapan harga, antara lain:
1. Tujuan Berorientasi pada Laba
Tujuan ini dikenal dengan istilah maksimisasi laba. Banyak variabel yang
berpengaruh terhadap daya saing setiap perusahaan, maksimisasi laba sangat
sulit dicapai, karena sukar sekali untuk dapat memperkirakan secara akurat
jumlah penjualan yang dapat dicapai pada tingkat harga tertentu.
2. Tujuan Berorientasi pada Volume
Selain tujuan berorentasi pada laba, ada pula perusahaan yang menetapkan
harganya berdasarkan tujuan yang berorentasi pada volume tertentu. Harga
ditetapkan sedemikian rupa agar dapat mencapai target volume penjualan, nilai
penjualan, atau pangsa pasar.
3. Tujuan Berorientasi pada Citra
Citra suatu perusahaan dapat dibentuk melalui strategi penetapan harga.
Perusahaan dapat menetapkan harga tinggi untuk membentuk atau
mempertahankan citra prestisius.
4. Tujuan Stabilisasi Harga
Dalam pasar yang konsumennya sangat sensitif terhadap harga. Bila suatu
perusahaan menurunkan harganya, maka para pesaingnya harus menurunkan
pula harga mereka. Kondisi seperti ini yang mendasari terbentuknya tujuan
stabilisasi harga dalam industri-industri yang produknya sangat terstandarisasi.
5. Tujuan-tujuan Lainnya
Harga dapat pula ditetapkan dengan tujuan mencegah masuknya pesaing,
mempertahankan loyalitas pelanggan, mendukung penjualan ulang, atau
menghindari campur tangan pemerintah.
Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat harga menurut Swastha dan
Irawan (2011) adalah sebagai berikut :
1. Keadaan Perekonomian
Keadaan perekonomian sangat mempengaruh tingkat harga. Pada periode
resesi misalnya, dimana harga berada pada suatu tingkat yang lebih rendah.
2. Penawaran dan Permintaan
Permintaan adalah sejumlah barang yang dibeli oleh pembeli pada tingkat
harga tertentu. Pada umumnya tingkat harga yang lebih rendah akan
mengakibatkan jumlah yang diminta lebih besar. Sedangkan penawaran
merupakan kebalikan dari permintaan, yaitu suatu jumlah yang ditawarkan oleh
penjual pada suatu tingkat harga tertentu. Pada umumnya, harga yang lebih
tinggi mendorong jumlah yang ditawarkan lebih besar.
3. Elastisitas Permintaan
Sifat permintaan pasar tidak hanya mempengaruhi penentuan harganya tetapi
juga mempengaruhi volume yang dapat dijual. Untuk beberapa barang, harga
dan volume penjualan ini berbanding terbalik, artinya jika terjadi kenaikan
harga maka penjualan akan menurun dan sebaliknya.
4. Persaingan
Harga jual beberapa macam barang sering dipengaruhi oleh keadaan
persaingan yang ada. Dalam persaingan, penjual yang berjumlah banyak aktif
menghadapi pembeli yang banyak pula. Banyaknya penjual dan pembeli akan
mempersulit penjual untuk menjual dengan harga lebih tinggi kepada pembeli.
5. Biaya
Biaya merupakan dasar dalam penentuan harga, sebab suatu tingkat harga yang
tidak dapat menutup akan mengakibatkan kerugian. Sebaliknya, apabila suatu
tingkat harga melebihi semua biaya akan menghasilkan keuntungan.
6. Tujuan manajer
Penetapan harga suatu barang sering dikaitkan dengan tujuan yang akan
dicapai. Setiap perusahaan tidak selalu mempunyai tujuan yang sama dengan
perusahaan lainnya.
7. Pengawasan Pemerintah
Pengawasan pemerintah juga merupakan faktor penting dalam penentuan
harga. Pengawasan pemerintah tersebut dapat diwujudkan dalam bentuk
penentuan harga maksimum dan minimum, diskriminasi harga, serta praktekpraktek lain yang mendorong atau mencegah usaha kearah monopoli.
Menurut Kotler dan Amstrong (2012) dalam variabel harga ada beberapa
unsur kegiatan utama harga yang meliputi tingkatan harga, diskon, potongan
harga dan periode pembayaran dan jangka waktu kredit. Terdapat juga 4 indikator
yang mencirikan harga yaitu :
1. Keterjangkaun harga, konsumen bisa menjangkau harga yang telah ditetapkan
oleh perusahaan. Produk biasanya ada beberapa jenis dalam satu merek
harganya juga berbeda dari yang termurah sampai termahal.
2. Kesesuaian harga dengan kualitas produk, harga sering dijadikan sebagai
indikator kualitas bagi konsumen orang sering memilih harga yang lebih tinggi
diantara dua barang karena mereka melihat adanya perbedaan kualitas.
3. Kesesuaian harga dengan manfaat, konsumen memutuskan membeli suatu
produk jika manfaat yang dirasakan lebih besar atau sama dengan yang telah
dikeluarkan untuk mendapatkannya.
4. Harga sesuai kemampuan atau daya saing harga, konsumen sering
membandingkan harga suatu produk dengan produk lainnya. Dalam hal ini
mahal murahnya suatu produk sangat dipertimbangkan oleh konsumen pada
saat akan membeli produk tersebut

Pengertian Persepsi Nilai

 


Menarik dan mempertahankan pelanggan bisa menjadi tugas yang sulit.
Pelanggan sering menghadapi kebingungan dalam memilih produk dan jasa.
Pelanggan membeli dari perusahaan yang menawarkan nilai yang dipersepsikan
pelanggan (Customer Perceived Value) tertinggi sebagai evaluasi pelanggan
tentang perbedaan antara semua keuntungan dan biaya tawar pasar dibandingkan
dengan penawaran dari pesaing (Kotler dan Amstrong, 2008).
Persepsi nilai merupakan penilaian keseluruhan dari konsumen atas
manfaat dari layanan yang didasarkan persepsi atas apa yang mereka terima dan
apa yang mereka berikan (Zeithaml et al, 2006). Persepsi konsumen terhadap nilai
dapat didefinisikan dalam beberapa pengertian yaitu nilai adalah harga rendah.
Nilai merupakan sesuatu yang diinginkan oleh konsumen dari produk serta apa
yang didapat untuk apa yang telah diberikan.
Kesadaran konsumen akan nilai merupakan persepsi untuk mendapatkan
harga yang lebih rendah sesuai dengan kualitas yang diberikan.
Kesadaran akan nilai merupakan konsumen yang sadar akan nilai untuk
mempertimbangkan kualitas, harga dan uang yang akan dikeluarkan untuk
berbelanja produk imitasi (Aisyah dan Sunaryo, 2014).

Pengaruh Persepsi Nilai terhadap Niat Pembelian

 


Persepsi Nilai merupakan evaluasi konsumen secara pribadi antara apa yang
dikorbankan dengan apa yang telah diterimanya pada produk (Li, 2017:98).
Pengukuran Persepsi Nilai dikaitkan dengan biaya uang dan non-uang sehingga
evaluasi akan lebih luas menyangkut nilai produk. Semakin tinggi Persepsi Nilai
maka Niat Pembelian akan semakin tinggi. Niat Pembelian menggambarkan
kemungkinan bahwa konsumen akan merencanakan membeli suatu produk di
masa mendatang. Niat Pembelian muncul ketika konsumen mengetahui Persepsi
Nilai dari suatu produk (Porral and Mangin, 2017:91). Pada penelitian yang
dilakukan oleh Li (2017) maupun Porral and Mangin (2017) didapatkan bahwa
Persepsi Nilai memberi pengaruh signifikan terhadap Niat Pembelian. Dengan
kata lain, peningkatan Persepsi Nilai akan mendorong peningkatan pula pada Niat
Pembelian.

Pengaruh Persepsi Kualitas terhadap Niat Pembelian

 


Persepsi Kualitas adalah penilaian konsumen tentang keunggulan atau
keistimewaan keseluruhan pada produk (Zeithaml, 1988 dalam Shintaputri and
Wuisan, 2017:31). Persepsi Kualitas merupakan konsep yang lebih luas daripada
kualitas produk secara obyektif karena selain daya tahan dan perawatan, maka
Persepsi Kualitas mencakup pula dimensi kognitif berupa gengsi atau prestis.
Persepsi Kualitas yang melekat baik kepada suatu produk akan merangsang Niat
Pembelian pada konsumen. Hasil penelitian Li (2017) maupun Ramadhan and
Muthohar (2019) menunjukkan bahwa Persepsi Kualitas memberi pengaruh
signifikan terhadap Niat Pembelian. Dengan kata lain, semakin baik Persepsi
Kualitas Produk maka konsumen akan semakin memiliki sikap positif kepada
produk, yaitu berkeinginan membeli produk di waktu dekat, mengingat-ingat
untuk membeli produk atau bahkan bertambah yakin untuk melakukan pembelian.

Pengaruh Persepsi Harga terhadap Niat Pembelian

 


Persepsi Harga, secara konseptual, diartikan sebagai suatu interpretasi
subyektif dari harga uang pada suatu produk, yaitu anggapan sebagai murah atau
mahal (Dickson & Sawyer, 1985 dalam Porral and Mangin (2017:91). Dengan
kata lain, harga suatu produk dapat secara subyektif berbeda antara konsumen
yang satu dengan konsumen yang lain. Oleh karena itu, para pemasar harus
mencari kombinasi dari faktor monetary maupun non-monetary yang melekat
pada produk agar Persepsi Harga bernilai baik di mata konsumen. Hasil penelitian
yang telah dilakukan oleh Bilamana Persepsi harga produk bertambah baik maka
Niat Pembelian konsumen akan semakin tinggi. Hal ini didukung dengan hasil
penelitian Li (2017) maupun Ramadhan and Muthohar (2019) menunjukkan
bahwa peningkatan Persepsi Harga akan mendorong peningkatan pada Niat
Pembelian.

Niat Pembelian

 


Niat pembelian konsumen merujuk kepada suatu upaya untuk membeli produk
atau jasa (Diallo, 2012 dalam Erdil, 2015:200). Niat pembelian adalah suatu
kecenderungan untuk membeli suatu merek atau produk tertentu (Sallam &
Wahid, 2012 dalam Ramadhan and Muthohar, 2019:140). Niat pembelian
merupakan indikator terpenting untuk meramalkan perilaku konsumen karena
menurut Spears and Singh, 2004 dalam Wang and Chen, 2016:99), niat pembelian
adalah suatu rencana yang dilakukan secara sadar oleh seseorang untuk membeli
suatu produk. Niat pembelian juga dikatakan sebagai kesiapan konsumen untuk
membeli produk tertentu dalam waktu dekat (Wu et al., 2010 dalam Ramadhan
and Muthohar, 2019:140).
Pengertian-pengertian mengenai niat pembelian tersebut menyiratkan
indikator-indikator dari niat pembelian. Pada penelitian yang dilakukan oleh Erdil
(2015:201), Niat Pembelian dapat diukur dengan tiga buah indikator, yaitu: 1)
akan membeli di lain waktu, 2) mengingat-ingat untuk membeli, dan 3) punya
kecenderungan kuat untuk membeli.