Friday, September 29, 2023

Keadilan Distributif

 


Teori Keadilan mengemukakanmbahwa orang akan merasa puas atau tidak puas,
tergantung pada ada atau tidaknya keadilan dalam suatu situasi, khususnya situasi kerja.
Menurut teorimini komponen utama dalam teori keadilan adalah input, hasil , keadilan
danmketidakadilan.
1. Input adalah faktor bernilai baginkaryawan yang dianggap mendukung pekerjaannya,
seperti pendidikan, pengalaman, kecakapan, jumlah tugas, dan peralatan atau perlengkapan
yang digunakan untuk melaksanakan pekerjaannya.
2. Hasil adalah sesuatu yang dianggap bernilai oleh seorang karyawan yang diperoleh dari
pekerjaannya, seperti upah/gaji, keuntungan sampingan, simbol, status, penghargaan dan
kesempatan untuk berhasil atau aktualisasi diri.
Menurut teori ini, setiap karyawan akan membandingkan rasio input hasil dirinya dengan
rasio input hasil orang lain. Bila perbandingan itu dianggapmcukup adil, maka karyawan akan
merasa puas. Bila perbandingan itu tidak seimbang tetapi menguntungkan bisa menimbulkan
kepuasan, tetapi bisampula tidak. Tetapi bila perbandingan itu tidak seimbang akan timbul
ketidakpuasan.
Keadilan distributif merupakan keadilanmyang mengacu pada hasil yang sebenarnya
diterima oleh seorang karyawan. Hasil tersebut berhubungan dengan perbandinganmantara
standar dan pengaruh kekuatan perasaan maupun penilaian adil atau tidaknya hasil yang
didapat. Perlakuan yang adil telahmdiidentifikasikan sebagai suatu komponen penting dalam
meningkatkan komitmen pekerja. Keadilan distributif merupakan suatu anggapanmmengenai
keadilan hasil dalam hubungannya dengan individu atau input kelompok khususnya dalam hal
bagaimana individu mengevaluasi dan bereaksi terhadapmperlakuan yang berbeda (Adams
dalam Ulupui, 2005). Penerapan konsep partisipasi dalam penyusunan anggaran seharusnya
meningkatkan persepsi keadilan setiap individu dalam organisasi.
Keadilan distributif adalahmkeadilan yang terkait dengan distribusi sumber daya dan
kriteria yang digunakan untuk memutuskan alokasi sumber daya. Keadilan jenis ini terkait
dengan persepsi individu tentang kewajaran karir yang mereka peroleh. Disisi lain, rasio yang
tidak seimbang antara input dan reward telah mengarah pada persepsi ketidakadilan (Palupi,
2013).
Robbins dan Judge (2008:249) mendefinisikan “keadilan distributif yaitu keadilan
tentang jumlah dan pemberian penghargaan di antara individu-individu. Ivancevich et al.
(2006:161) mendefinisikan “keadilan distributif adalah keadilan yang dipersepsikan mengenai
bagaimana sumber daya dan penghargaan didistribusikan di seluruh organisasi”.
Acad (2010:204) mendefinisikan “keadilan distributif tidak hanya berkaitan dengan
imbalan tetapi juga dengan hukuman, akan tetapi hukuman dalam organisasi juga harus
diberikan secara adil sesuai dengan perilaku negatif karyawan”. Hasmarini dan Yuniawan
(2008:101) mendefinisikan “keadilan distributif adalah persepsi seseorang mengenai keadilan
atas pendistribusian sumber-sumber diantara para karyawan”. Colquitt et al (2009: 226)
mendefinisikan “keadilan distributif mewakili keadilan yang dirasakan terhadap hasil
pengambilan keputusan”.
Pembahasan mengenai keadilan distributifmberfokus pada keadilan keputusan outcomes
(Adams, 1965; Deutsch, 1975; Homann, 1961; Leventhal, 1976 dalam Colquitt, 2001)
danmtelah menjadi pertimbangan funda-mental dalam teori keadilan selama 40 tahunnterakhir
(Colquitt et al. 2001). Pendekatan equitymbersama teori deprivasi relatif (Crosby, 1976, 1982
dalam Primeaux et al., 2003) dan teori kognisi referen (Folger, 1986 dalam Primeaux et al.,
2003) menghasilkanntiga kriteria atau prinsip penting dalam menilai outcomes.
Pertama adalah prinsip proporsin(equity) yang diajukan Adams (dalam oleh Carrel dan
Dittrich, 1978), keadilan distributif dapat dicapai ketika inputs dan outcomessebanding dengan
yangmdiperoleh rekan kerja. Jika perbandingan atau proporsinya lebih besar atau lebih kecil,
maka karyawan menilai hal tersebutmtidak adil. Namun, bila proporsi yang diterima karyawan
tersebut lebih besar, adamkemungkinan hal tersebut dapat ditoleransi. Menurut Pfeffer (1982)
referensi pembanding dari proporsi tersebut adalah pihakmlain atau orang lain yang
dipersepsikan oleh karyawan yang bersangkutan, memiliki posisi yang dapat dibandingkan
(similar).
Di samping prinsipmproporsi di atas, terdapat beberapa prinsip lainnya seperti prinsip
pemerataan (equality) dan prinsip yang mengutamakan kebutuhan (needs). Prinsip
pemerataanmmenekankan pada menilai alokasi outcomes kepada semua karyawan ataumpihak
yang terlibat. Bila prinsip ini digunakan, maka variasi penerimaan antarkaryawan dengan
lainnya relatif kecil.
Prinsip ketiga adalahmprinsip mengutamakan kebutuhan sebagai pertimbangan untuk
distribusi. Intepretasinya, bahwa seorang karyawan akan memperolehmbagian sesuai dengan
kebutuhannya, dalam konteks hubungan kerja. Semakin banyak kebutuhannya maka upah
yang diterimanya secara umum akan semakinmbesar. Penelitian mengenai keadilan distributif
menunjukkan bahwa persepsimindividual mengenai keadilan terhadap distribusi yang
diperolehnya mempengaruhi sikap dan perilaku mereka (Schminke et al., 1997).
Dalam kajian keadilan distributif, beberapa prinsip-prinsip di dalamnya tidakmselaras
satu prinsip dengan prinsip lainnya. Sebagai contoh, prinsip proporsi tidak sejalan dengan
prinsip pemerataan. Prinsip proporsi didorong oleh semangat kepentinganmpribadi, sedangkan
prinsip pemerataan didorong oleh semangat pro-sosial. Secara lebih spesifik, permasalahannya
adalahmbahwa prinsip tersebut juga tidak selaras dengan situasi ataupun tujuan yang ingin
dicapai organisasi.
Sebagai contoh, prinsip proporsi cocok untukmsituasi kompetitif yang mendorong
produktifitas, karena prinsip tersebut dapat menumbuhkan motivasi pada individu untuk
memberikan kontribusi yang besar dengan mengharapkan mendapatkan imbalan yang besar.
Namun dari sisi lain, pendekatan tersebut dinilai terlalu menekankan pada aspek ekonomi
dibandingkan aspek sosialmsehingga mengabaikan solidaritas kelompok. Hal lainnya, prinsip
proporsi tersebut dapat menimbulkan kesenjangan dan kembali bertentangan dengan
prinsipmpemerataan. Oleh karena itu, untuk menerapkan prinsip-prinsip tersebut harus
didasarkanmpada pertimbangan yang hati-hati. Pertimbangan-pertimbanganntersebut
setidaknya mencakup konteks dan faktor-faktor indi-vidual dalam diri individu yang menilai
keadilan distributif tersebut, serta tujuan organisasi.

No comments:

Post a Comment