Friday, September 29, 2023

Keadilan Prosedural

 


Menurut Greenberg dan Baron (2003) keadilan prosedural didefinisikan sebagai persepsi
keadilan atas pembuatan keputusan dalam organisasi dibuat. Orang-orang di dalam organisasi
sangat memperhatikan dalam pembuatan keputusan secara adil, dan mereka merasa bahwa
organisasi dan karyawan akan sama-sama merasa diuntungkan jika organisasi melaksanakan
prosedur secara adil.
Keadilan prosedural adalah persepsinkeadilan terhadap prosedur yang digunakan untuk
membuat keputusan sehinggansetiap anggota organisasi merasa terlibat di dalamnya. Keadilan
prosedural (Procedural Justice) berkaitan denganmproses atau prosedur untuk
mendistribusikan penghargaan. Dalam psikologi Industri dan Organisasi, kemampuan untuk
menantang suatu prosesmatau pendapat dilabelkan dengan hak “suara” (Folger, 1997; Floger
& Cropanzo, 1998). Konsepmhak berarti bahwa individu-individummemiliki kemungkinan
untuk mempengaruhi suatu proses atau pendapat. Avery Quinones (2002)
mengusulkanmbahwa meskipun suara memiliki banyak perbedaan aspek-aspek, yang paling
penting darinya adalah sudut pandang bahwa pekerja benar-benar memiliki kesempatan untuk
menggambarkan rasa keberatannya.
Oleh karena itu, perusahaan dapat memiliki banyak saluran potensial yang tersedia untuk
mengajukan keberatan-keberatan mengenai kebijakan atau peristiwa, hal ini dapatmterjadi
kecuali pengawai mengetahui apakah saluran-saluran ini ada dan bagaimana
menggunakannya, dan mempercayai bahwa keberatan merekamtersebut benar-benar akan
dipertimbangkan, saluran ini telah digunakan dalam menghasilkan perasaan-perasaan rasa adil
dan keadilan.
Schumunke, Ambrose, dan Cropanzo (2000), menyatakan bahwa perusahaan-perusahaan
dengan tingkat sentalisasi yangmtinggi lebih memungkinkanmuntuk dilihat secara prosedural
yang tidak adil daripada perusahaan yang disentralisasikan. Bass (2003) menyatakanmbahwa
keadilan prosedural bertolak dari proses psikologis yang dialami oleh karyawan, yaitu
bagaimanamkaryawan tersebut mengevaluasi prosedur-prosedur yang terkait dengan keadilan.
Ada dua model yang menjelaskan keadilan prosedural, yaitu self-interest model dan groupvalue model, yaitu:
1. Self-Interest Model
Model ini berdasarkanmprinsip egosentris yang dialami oleh karyawan, terkait
dengan situasi yang dihasilkan dengan keinginan untuk mengontrol
maupunmmempengaruhi prosedur yang diberlakukan dalam organisasi kerjanya. Tujuan
tindakan tersebut ialah memaksimalkan hasil-hasil yang diinginkan sehingga kepentingankepentingan pribadi terpenuhi. Dalam model ini, terdapat istilah kontrol terhadap
keputusan.
Kontrol terhadap keputusan mengacu pada derajat kemampuan karyawan untuk
mengontrol keputusan-keputusan yang dibuat oleh organisasi. Karyawanmberkeinginan
untuk mendapatkan hasil-hasil yang memuaskan kebutuhankebutuhan pribadinya sehingga
ia merasa perlu untuk mengontrol keputusan yang dibuat olehmorganisasi tempatnya
bekerja. Persepsi diperlakukanmsecara adil tercipta ketika karyawan dilibatkan secara aktif
dalam proses maupun aktivitas pengambilanmkeputusan.
Pengambilan keputusanmini berkaitan dengan berbagai macam kebijakan
perusahaan, misalnya sistem penggajian, sistem penimbangan karya, maupun
pengembangan organisasi. Pelibatan karyawan secara aktif dapat menimbulkan dampakdampak negatif, misalnya tercapainya tujuan organisasi, menghindari ketidakpuasan di
tempat kerja, meredakan konflik peran, maupun ambiguitas peran (Bass, 2003).
2. Group-Value Model
Model ini berpangkal pada perasaan ketidaknyamanan dengan kelompok kerja
karena kepentingankepentingan pribadi seorang karyawan merasa terancam. Karyawan
inimmenyadari bahwa kemelekatan antar kelompok perlu dipertahankan untuk melindungi
konflik. Model seperti ini diperlukanmketika pengambilan keputusan ingin diterima oleh
kelompok karena memikirkan kebutuhanmkelompok dibandingkan pribadi maupun
golongan (Bass, 2003). Leventhalm(dalam Colquitt, 2001; Colquitt dkk., 2001; Lind &
Tyler, 1988; Faturocman, 2002) mengidentifikasi enammaturan pokok dalam keadilan
prosedural. Bila setiap aturan ini dapat dipenuhi, suatu prosedur dapat dikatakan adil. Enam
aturan yang dimaksud adalah:
a. Konsistensi.
Prosedur yang adil harus konsisten baik dari orang satu kepada orang yang lain
maupun dari waktu ke waktu. Setiap orang memiliki hakmdan diperlakukan sama
dalam satu prosedur yang sama.
b. Minimalisasi bias.
Ada dua sumber bias yang sering muncul, yaitu kepentingan individu dan doktrin
yang memihak. Oleh karenanya, dalam upayamminimalisasi bias ini, baik kepentingan
individu maupun pemihakan, harus dihindarkan.
c. Informasi yang akurat.
Informasi yangmdibutuhkan untuk menentukan agar penilaian keadilan akurat
harus mendasarkan pada fakta. Kalau opinimsebagai dasar, hal itu harus disampaikan
oleh orang yang benar-benar mengetahuimpermasalahan, dan informasi yang
disampaikan lengkap.
d. Dapat diperbaiki.
Upaya untuk memperbaikimkesalahan merupakan salah satu tujuan penting perlu
ditegakkannya keadilan. Oleh karena itu, prosedur yangmadil juga mengandung aturan
yang bertujuan untuk memperbaiki kesalahan yang ada ataupun kesalahan yang
mungkin akan muncul.
e. Representatif.
Prosedur dikatakan adil bila sejak awal ada upaya untuk melibatkan semua pihak
yangmbersangkutan. Meskipun keterlibatan yang dimaksudkan dapatmdisesuaikan
dengan sub-subkelompok yang ada, secara prinsip harus ada penyertaan dari berbagai
pihaksehingga akses untuk melakukan kontrol juga terbuka.
f. Etis
Prosedur yang adil harusmberdasarkan pada standar etika dan moral. Dengan
demikian, meskipunmberbagai hal diatas terpenuhi, bila substansinya tidak memenuhi
standar etika dan moral, tidak bisa dikatakan adil. Leventhal (dalam Lind & Tyler,
1988; Faturochman, 2002) juga menyatakan perlunya komponenmuntuk menegakkan
dan menjaga keadilan prosedural. Komponenkompenen tersebut adalah sebagai
berikut:
1. Ada agen yangmberfungsi mengumpulkan informasi dan membuat keputusan.
Agen ini adalah pihak-pihak yang terlibat dalam suatu prosedurmsehingga
klaim-klaim yang berkaitan dengannya jelas arahnya.
2. Ada aturan yangmjelas dan kriteria yang baku. Hal ini dimaksudkan sebagai
standar dalam melakukan evaluasi.
3. Ada tindakan nyata untukmmengumpulkan dan menayangkan informasi. Tanpa
aktivitas ini maka penilaian keadilan akan sulitmdilakukan.
4. Ada struktur dan hierarkimkeputusan. Dengan prosedur yang sama akan
ditelorkan beberapa hasil dan keputusan. Kedudukan hasil dan keputusan ini
harus diatur posisinyamsehingga secara sistematis peran masing-masing
menjadi jelas. Keputusan yang posisinya lebih tinggi tidak bisa dibatalkan oleh
keputusan yang posisinya lebih rendah.
5. Keputusan yang dibuat selalumdisampaikan secara terbuka kepada semua pihak
yang bersangkutan. Hal ini merupakan upaya untuk menjagamnetralitas dan
minimalisasi bias.
6. Prosedur selalu dijaga agarmtetap standar melalui pengawasan dan pemberian
sanksi bila ada penyimpangan. Ada mekanismemuntuk mengubah prosedur bila
prosedur yang diterapkan ternyata tidak bisa berjalan sesuai dengan ketentuan.

No comments:

Post a Comment