Saturday, September 23, 2023

Perimbangan Keuangan Pusat - Daerah

 Pakpahan (1997) menjelaskan bahwa kebijakan perimbangan keuangan pusat dan daerah merupakan derivatif dari kebijakan otonomi daerah, yakni pelimpahan sebagian wewenangpemerintahan dari pusat ke daerah. Artinya, semakin banyak wewenang yang dilimpahkan, maka kecenderungan semakin besar biaya yang dibutuhkan oleh daerah.

Ketentuan Umum dalam Undang-undang No. 33 Tahun 2004 menjelaskan bahwa “untuk mendukung penyelenggaraan otonomi daerah melalui penyediaan sumber-sumber pendanaan berdasarkan kewenangan Pemerintah Pusat, Desentralisasi, Dekonsentrasi, dan Tugas Pembantuan, perlu diatur perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah berupa sistem keuangan yang diatur berdasarkan pembagian kewenangan, tugas, dan tanggung jawab yang jelas antar susunan pemerintahan; ". Sedangkan yang dimaksud dengan dana perimbangan adalah "Perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah adalah suatu sistem pembagian keuangan yang adil, proporsional, demokratis, transparan, dan efisien dalam rangka pendanaan penyelenggaraan Desentralisasi, dengan mempertimbangkan potensi, kondisi, dan kebutuhan daerah, serta besaran pendanaan penyelenggaraan Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan”.

Berdasarkan pengertian tersebut, dapat dikatakan bahwa dana perimbangan merupakan inti dari hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah. Perimbangan keuangan antara pusat dan daerah merupakan suatu sistem hubungan keuangan yang bersifat vertikal antara pemerintah pusat dan daerah (intergovernmentalfiscalrelationssystem), sebagai konsekuensi dari pelaksanaan otonomi daerah dalam bentuk penyerahan sebagian wewenang pemerintahan. Oleh karena itu, dikatakan bahwa hubungan keuangan merupakan sebuah sistem pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan pusat dan daerah.

Pengaturan perimbangan keuangan antara pusat dan daerah sangat perlu dilakukan karena tidak semua wewenang pemerintahan diberikan atau diserahkan kepada pemerintah daerah (pemerintah sub-nasional). Oleh karena itu, kepentingan dan kebutuhan dana untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan pusat atau negara juga harus tersedia secara memadai.

Dana perimbangan berkaitan langsung dengan penyelenggaraan pemerintahan daerah dalam konteks otonomi daerah atau desentralisasi. Dalam arti sederhana, dana perimbangan adalah pembagian penerimaan antar tingkatan pemerintahan guna menjalankan fungsi pemerintahan dalam kerangka desentralisasi. Sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 159 Undang-Undang No. 32 Tahun 2004, dana perimbangan terdiri atas:

  1. Dana Bagi Hasil bersumber dari pajak dan sumberdaya alam. Dana Bagi Hasil yang bersumber dari pajak terdiri dari: (i) Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) sektor perdesaan, perkotaan, perkebunan, pertambangan serta kehutanan; (ii) Bea Perolehan Atas Hak Tanah dan Bangunan (BPHTB) sektor perdesaan, perkotaan, perkebunan, pertambangan serta kehutanan; dan (iii) Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21, Pasal 25, dan Pasal 29 wajib pajak orang pribadi dalam negeri. Dana Bagi Hasil yang bersumber dari sumberdaya alam berasal dari: (i) Penerimaan kehutanan yang berasal dari iuran hak pengusahaan hutan (IHPH), provisi sumber daya hutan (PSDH) dan dana reboisasi yang dihasilkan dari wilayah daerah yang bersangkutan; (ii) Penerimaan pertambangan umum yang berasal dari penerimaan iuran tetap (landrent) dan penerimaan iuran eksplorasi dan iuran eksploitasi (royalty) yang dihasilkan dari wilayah daerah yang bersangkutan; (iii) Penerimaan perikanan yang diterima secara nasional yang dihasilkan dari penerimaan pungutan pengusahaan perikanan dan penerimaan pungutan hasil perikanan; (iv) Penerimaan pertambangan minyak yang dihasilkan dari wilayah daerah yang bersangkutan; (v) Penerimaan pertambangan gas alam yang dihasilkan dari wilayah daerah yang bersangkutan; dan (vi) Penerimaan pertambangan panas bumi yang berasal dari penerimaan setoran bagian Pemerintah, iuran tetap dan iuran produksi yang dihasilkan dari wilayah daerah yang bersangkutan. Daerah penghasil sumberdaya alam, ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri berdasarkan pertimbangan dari menteri teknis terkait. Dasar penghitungan bagian daerah dari daerah penghasil sumberdaya alam ditetapkan oleh Menteri Teknis terkait setelah memperoleh pertimbangan Menteri Dalam Negeri.
  2. DAU dialokasikan berdasarkan persentase tertentu dari pendapatan dalam negeri neto yang ditetapkan dalam APBN. DAU untuk suatu daerah ditetapkan berdasarkan kriteria tertentu yang menekankan pada aspek pemerataan dan keadilan yang selaras dengan penyelenggaraan urusan pemerintahan yang formula dan penghitungan DAU-nya ditetapkan sesuai Undang-undang.
  3. Dana Alokasi Khusus (DAK) dialokasikan dari APBN kepada daerah tertentu dalam rangka pendanaan pelaksanaan desentralisasi untuk: (i) mendanai kegiatan khusus yang ditentukan Pemerintah atas dasar prioritas nasional; (ii) mendanai kegiatan khusus yang diusulkan daerah tertentu. Penyusunan kegiatan khusus yang ditentukan oleh Pemerintah dikoordinasikan dengan Gubernur. Penyusunan kegiatan khusus dilakukan setelah dikoordinasikan oleh daerah yang bersangkutan. Ketentuan lebih lanjut mengenai DAK diatur dengan Peraturan Pemerintah.

      Dalam hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah, ada beberapa hal yang harus diperhatikan, baik oleh pemerintah pusat maupun daerah (Business News, No. 6742/27-3-2002, hal. 5), yaitu:

  1. Pembagian kekuasaan yang rasional di antara tingkat-tingkat pemerintahan dalam memungut dan membelanjakan sumber dana;
  2. Pembagian seluruh sumber dana yang adil dan memadai untuk membiayai pelaksanaan fungsi-fungsi, penyediaan pelayanan, dan pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah; dan
  3. Upaya fiskal oleh pemerintah daerah untuk memungut pajak daerah dan retribusi daerah sesuai dengan pembagian yang adil atas seluruh beban pengeluaran pemerintah daerah dalam masyarakat.

 Dimensi ekonomi-politik hubungan keuangan pusat dan daerah tercermin dalam proses pengambilan kebijakan tentang dana perimbangan. Dana perimbangan, yang merupakan instrumen penyeimbang fiskal pusat dan daerah, dapat dilakukan dengan berbagai pendekatan. Djaenuri (1999) mengemukakan beberapa model hubungan keuangan pusat dan daerah yang dapat dijadikan sebagai alternatif pendekatan antara lain adalah:

  1. By percentage, yakni distribusi penerimaan yang diterapkan pada Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), royalti atau license fee, land rent, di bidang kehutanan dan pertambangan umum serta pertambangan migas yang diberikan sebagian hasilnya kepada daerah dengan persentase tertentu;
  2. By origin, yakni bahwa distribusi penerimaan ke daerah didasarkan pada atau menurut asal sumber penerimaan;
  3. By formula, yakni distribusi penerimaan ke daerah yang didasarkan kepada suatu formula tertentu atau mempertimbangkan faktor-faktor tertentu; by grant to reimburse cost: artinya transfer keuangan kepada daerah untuk membiayai satu jenis pengeluaran tertentu;
  4. By ad hoc grants, yakni transfer keuangan yang didesain oleh pemerintah pusat yang didasarkan pada antara lain alokasi prioritas nasional atau alokasi tambahan yang ditujukan untuk tujuan tertentu untuk satu tahun anggaran tertentu.

Berdasarkan berbagai pendekatan di atas, maka pendekatan dalam merumuskan dana perimbangan untuk mendukung pelaksanaan desentralisasi, yakni: by percentage of share - pendekatan dalam menghitung bagi hasil pajak dan non-pajak (shared taxes and non taxes); by formula - pendekatan dalam menghitung dana alokasi umum (blockgrant) dan by ad hocatau special grant - pendekatan dalam menghitung dana alokasi khusus (specialgrant) yang sebagian besar didasarkan atas kebutuhan khusus atau yang sifatnya sangat mendesak.

Sarundajang (2001) mengemukakan bahwa secara teoretis terdapat beberapa pendekatan dalam merumuskan hubungan keuangan pusat dan daerah, yakni: (1) pendekatan kapitalisasi (permodalan); (2) pendekatan pendapatan; (3) pendekatan pengeluaran; dan (4) pendekatan komprehensif. Dalam pendekatan permodalan, pemerintah daerah memperoleh modal permulaan yang diharapkan untuk diinvestasikan menurut cara-cara yang dapat menghasilkan pendapatan untuk menutupi pengeluaran rutin. Modal untuk pemda sebagai pemberian dari pusat - dapat berbentuk bantuan (grant), sehingga tidak diperlukan adanya pembayaran kembali atau pengembalian dalam jangka waktu tertentu.

Berdasarkan pendekatan pendapatan, pemerintah pusat memberikan sejumlah sumber pendapatan bagi daerah yang dipandang potensial di masing-masing daerah untuk mengelola sejumlah urusan pemerintahan. Kendala yang dapat muncul dari pelaksanaan pendekatan pendapatan ini adalah adanya perbedaan (disparitas) potensi sumber daya (ekonomi) di masing-masing daerah. Berbeda dengan pendekatan pendapatan,pendekatan berdasarkan pengeluaran menegaskan bahwa pusat memberikan sejumlah dana pinjaman, bantuan (sumbangan) atau bagi hasil pungutan kepada pemda untuk membiayai pengeluaran tertentu. Pendekatan ini memungkinkan adanya suatu mekanisme agar sejumlah uang cukup tersedia bagi pemda (baik dari pusat atau daerah) untuk memberikan pelayanan sesuai target nasional.Dalam pendekatan komprehensif, sumber pendapatan, baik pendapatan asli daerah maupun bagian dari sumber pendapatan nasional seperti pajak, diberikan kepada pemda sebanding dengan tanggung jawab dan wewenang yang telah diberikan. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pendekatan komprehensif, terutama dalam konteks hubungan keuangan pusat dan daerah, yakni:

  1. Perlunya dasar perhitungan dalam penyusunan anggaran pemda guna penentuan potensi penerimaan daerah dan kebutuhan-kebutuhan pengeluarannya.
  2. Proporsi pendanaan pemerintah pusat dan daerah hendaknya memperhatikan alasan tentang otonomi, swasembada dan pendekatan pendapatan.
  3. Kebutuhan pengeluaran tiap daerah berbeda-beda menurut kompleksitas permasalahan dan cakupan pelayanannya.
  4. Alokasi dana pusat ke daerah untuk menyeimbangkan PAD dengan kebutuhan pengeluarannya.
  5. Karena adanya perbedaan potensi pendapatannya, maka ada daerah yang berkelebihan dan ada daerah yang kekurangan anggaran.

Secara detail konsep dana perimbangan diatur lebih lanjut dalam Perauran Pemerinah No. 104 Tahun 2000 tentang “Dana Perimbangan” sebagai mana telah diperbaharui melalui Peraturan Pemerintah No. 84 Tahun 2001. Dalam Peraturan Pemerintah tersebut dijelaskan tentang tata cara pembagian dana perimbangan yang terdiri atas tiga komponen transfer di atas. Khusus untuk bagian daerah dari penerimaan pajak pusat, telah dibuat peraturan teknis pelaksanaannya secara tersendiri, yaitu dalam Perauran Pemerinah No. 16 Tahun 2000 dan Keputusan Menteri Keuangan No. 82/KMK.04/2000 untuk bagi hasil PBB. Sedangkan  pengaturan bagi hasil dari penerimaan pajak penghasilan (PPh) perorangan diatur melalui Perauran Pemerinah No. 115 Tahun 2000 dan Surat Keputusan Menteri Keuangan No. 6/KMK. 04/2001.

 Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, pelaksanaan desentralisasi jelas harus didukung oleh kebijakan dana perimbangan yang sering disebut dengan desentralisasi fiskal (fiscaldecentralization). Namun, tidak dapat diartikan secara sempit bahwa desentralisasi fiskal adalah sama dengan dana perimbangan. Akan tetapi dana perimbangan merupakan instrumen penting dari proses pelaksanaan desentralisasi fiskal. Sebab komponen dalam dana perimbangan sudah mencerminkan unsur dalam mendukung pelaksanaan desentralisasi fiskal.

Ketiga komponen dalam dana perimbangan tersebut tidak dapat dipisahkan satu sama lain, mengingat tujuan dari masing-masing sumber dana perimbangan tersebut saling mengisi dalam proses implementasi otonomi daerah, meskipun masing-masing berbeda kebijakan dan fungsinya. Dana bagi hasil lebih berfungsi sebagai penyeimbang fiskal antara pusat dan daerah dari pajak yang dibagihasilkan. Sedangkan fungsi DAU adalah sebagai pemerataan fiskal antardaerah (fiscalequalization) di Indonesia. Fungsi dana alokasi khusus (DAK) adalah sebagai kebijakan yang bersifat darurat (emergency).

Sumber pokok keuangan daerah setelah dikeluarkannya undang-undang otonomi daerah, sebagian besar masih berasal dari dana pembagian dari APBN atau pemerintah pusat. Bagi daerah-daerah yang memiliki potensi sumberdaya alam (SDA) berlimpah, sebenarnya daerah tersebut memberikan kontribusi besar terhadap penerimaan negara dari SDA. Namun, selama ini diakui jumlah dana yang diterima daerah, terutama daerah penghasil potensial SDA, dari pusat masih relatif kecil.

 

Sistem pembagian hasil dari sumberdaya alam (SDA) selama ini tidak transparan, sehingga daerah yang relatif kaya akan sumberdaya alam banyak yang dirugikan. Dalam hal ini terjadilah apa yang dinamakan ketimpangan atau disparitas (disparity) pembangunan antardaerah, misalnya antara Pulau Jawa dan luar Pulau Jawa. Undang-undang otonomi daerah yang baru "sudah" mengakomodasikan hal tersebut. Misalnya, bagi hasil dari sumberdaya alam antara pusat dan daerah. Di samping itu, bagi hasil pajak pusat yang didaerahkan (sharedtaxes) terdiri atas tiga jenis pajak, yakni PBB, BPHTB, dan PPh perorangan. Baik pajak yang didaerahkan maupun pembagian hasil sumberdaya alam didasarkan atas pendekatan persentase dari total.

Dana perimbangan untuk mendukung pelaksanaan desentralisasi di daerah,  diharapkan dapat menjadi insentif bagi daerah untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah. Dengan catatan tentunya porsi untuk anggaran pembangunan harus lebih besar dari porsi untuk belanja rutin daerah (Suparmoko, 2002).Di samping itu, pusat juga tetap mendorong adanya distribusi pembangunan di seluruh daerah yang diaktualisasikan ke dalam pos pengeluaran pembangunan dalam APBN di luar dana perimbangan. Pos belanja pembangunan ini dikelola sepenuhnya oleh pusat, tetapi proyek-proyeknya ada di berbagai daerah di tanah air. Sumber dana pembangunan ini berasal dari dana rupiah murni yang disediakan pemerintah pusat dan pinjaman luar negeri (foreignloan). Ini artinya di samping dana perimbangan, secara tidak langsung pemerintah pusat juga melakukan distribusi anggaran pembangunan melalui pos belanja pembangunan setiap tahun dalam APBN untuk duapuluh (20) sektor. Namun, pengeluaran pembangunan yang ada dalam APBN sepenuhnya merupakan wewenang pusat dan jarang melibatkan daerah. Idealnya, apa yang direncanakan oleh pusat didasarkan atas kebutuhan riil daerah yang bersangkutan. Hal ini untuk menghindari adanya duplikasi program atau proyek pembangunan pusat yang ada di daerah.

No comments:

Post a Comment