Perkembangan seorang siswa dilalui dengan menghabiskan separuh
harinya menempuh pendidikan di sekolah, dimana siswa tersebut lebih banyak
melakukan interaksi dengan warga di lingkungan sekolah. Ketika berada di
lingkungan sekolah, remaja sebagai siswa ditantang untuk mampu menyelesaikan
tugas-tugasnya sebagai peserta didik. Di dalam sekolah inilah nantinya siswa
akan mengembangkan segala potensi dalam dirinya, yang juga meningkatkan
keyakinan dirinya. Terlepas dari pentingnya peran sekolah, penerapan metode
pembelajaran juga sepantasnya diperhatikan untuk menumbuhkan karakter siswa.
Menurut Bandura ( Dwitantyanov, Hayati & Sawitri, 2010) efikasi diri
dapat diartikan sebagai keyakinan manusia akan kemampuan dirinya untuk
melatih sejumlah ukuran pengendalian terhadap fungsi diri mereka dan kejadian
di lingkungannya. Kim dan Park (Dwitantyanov, Hayati & Sawitri, 2010) mengemukakan bahwa efikasi diri sangat penting bagi pelajar untuk mengontrol
motivasi mencapai harapan-harapan akademik.
Sementara itu, pembelajaran kooperatif menurut Sunal dan Hans (Isjoni,
2009) merupakan suatu cara pendekatan atau serangkaian strategi yang khusus
dirancang untuk memberi dorongan kepada siswa agar bekerja sama selama
proses pembelajaran. Sunal dan Hans (Isjoni, 2009) juga menambahkan teknik
pembelajaran ini mampu meningkatkan belajar siswa lebih baik dan
meningkatkan sikap saling tolong-menolong dalam perilaku sosial. Menurut
Sahin (2010) pembelajaran kooperatif mampu meningkatkan efek positif terhadap
prestasi belajar dan akan meningkat jika diaplikasikan secara terus-menerus.
Pembelajaran kooperatif membantu siswa mempelajri banyak hal satu sama lain,
sebagaimana dapat mendorong mereka untuk mendiskusikan sebuah topik dan
membuat hasil evaluasi dari topik tersebut.
Metode pembelajaran Jigsaw menurut uraian Slavin (1988) memiliki dua
aspek yaitu pencapaian kelompok pada setiap siswa dan akuntabilitas individu.
Pada aspek pertama, pencapaian kelompok dalam menjadikan siswa menargetkan
dirinya untuk mencapai kesuksesan. Siswa yang menanamkan pencapaian
kelompok di dalam dirinya secara tidak langsung akan mengabaikan tingkat
kesulitan dari sebuah tugas. Selain itu, siswa akan termotivasi untuk berkomitmen
penuh dengan tugas yang diembannya.
Namun sebaliknya, jika tidak ada
26
pencapaian kelompok akan besar kemungkinan siswa tersebut menjadi kurang
bertanggung jawab dengan tugasnya.
Kemudian aspek yang kedua yaitu akuntabilitas individu. Dampak
akuntabilitas individu itu sendiri terhadap siswa akan memunculkan persepsi
dalam diri siswa. Menurut Lucas (Sahin, 2010) metode pembelajaran Jigsaw
membantu siswa untuk turut aktif berpartisipasi dalam proses pembelajaran.
Secara tidak langsung penggunaan metode ini, menjadikan mereka lebih nyaman
terhadap pembagian perannya masing-masing dan juga menumbuhkan rasa
tanggung jawab terhadap performanya dalam kelompok. Keadaan tersebut
membuat siswa lebih ulet untuk meningkatkan usahanya. O’Donnel dan O’Kelly
(Slavin, 2009) menambahkan bahwa tanpa adanya akuntabilitas ini beberapa
siswa mungkin akan terhambat saat terjadi interaksi kelompok, karena mereka
dianggap tidak berperan banyak dalam kelompoknya. Hal tersebut mengilhami
setiap anggota kelompok untuk melakukan tugas mereka dengan baik, ini
disebabkan karena kualitas setiap individu bergantung pada informasi yang
diberikan kepada setiap anggota kelompok.
Jika metode pembelajaran tradisional yang pasif, guru menjadi sarana
pengetahuan sedangkan murid hanya menerima dari apa yang dijelaskan guru
dikelas, lain halnya dengan metode pembelajaran kooperatif. Metode
pembelajaran kooperatif ini bersifat interaktif dalam proses belajar-mengajar
dikelas. Guru sebagai pembelajar senior menjadi pembimbing siswa agar mereka memperolah berbagai kompetensi yang lebih baik dari waktu ke waktu (Sumekto,
2011). Dengan metode pembelajaran ini dapat mengukur kondisi efikasi diri
akademik siswa. Dari aktivitas di dalam kelas ini kita akan lebih mudah
mengenali siswa yang memiliki efikasi diri akademik yang tinggi maupun yang
rendah.
Salah satu studi yang dilakukan Darnon, Buchs, dan Desbar (2012)
menemukan bahwa metode pembelajaran Jigsaw mampu meningkatan persepsi
efikasi diri siswa di dalam mata pelajaran Matematika dan Bahasa Perancis.
Perubahan tersebut ditandai dengan bertambahnya tingkat efikasi diri pada 33
siswa setelah 4 minggu pemberian perlakuan metode belajar Jigsaw di ruang
kelas
No comments:
Post a Comment