Friday, January 21, 2022

Teori Pilihan Publik (skripsi dan tesis)

Teori Pilihan Publik pertama kali di kemukakan oleh seorang ahli ekonomi yaitu James Buchanan pada tahun 1950-an. Buchanan mengemukakan bahwa teori pilihan publik pada dasarnya merupakan perangkat dan metode pendekatan yang telah dikembangkan ke tingkat analitik yang cukup canggih, dan menerapkan perangkat dan metode ini ke sektor politik pemerintah, atau ke ekonomi publik (Buchanan, 1999). Jika ekonomi dapat menjelaskan fenomena pasar, yaitu pertemuan antara penjual dan pembeli, maka ekonomi politik baru juga bisa menjelaskan konsep politik pasar. Pasar dalam ekonomi diatur oleh hukum dasar, yaitu tatanan spontan. Sementara itu, pasar politik digunakan sebagai konsep untuk menjelaskan pertukaran antara politik partai dan pemilih dan antara pemerintah yang berkuasa dan rakyat. Dasar dari pasar politik adalah aturan main yang konstitusional dan demokratis, bukan atas dasar kekuasaan (Siregar dan Albintani, 2018). 

Di dalam Caporaso dan Levine (1993) dijelaskan bahwa teori pilihan publik berfokus pada pilihan individu, yaitu perilaku maksimalisasi dari pilihan yang dilakukan oleh individu itu sendiri. Buchanan sebagaimana dituliskan didalam (Rachbini, 2006) menyebutkan bahwa terdapat dua pendekatan teori pilhan publik, yaitu: pendekatan Catalaxy dan pendekatan Home Economicus. Pendekatan Catalaxy disebut juga sebagai ilmu pertukaran. Pendekatan ini menjelaskan bahwa pilihan publik bergantung pada supply dan demand. Dimana hal yang dimaksud supply disini adalah penawaran kebijakan publik oleh oknum politik kepada masyarakat, dan demand nya adalah para masyarakat yang memilih untuk membeli kebijakan tersebut dalam rangka memenuhi kebutuhan mereka. Sedangkan pendekatan Home Economicus atau biasa juga dikenal sebagai pendekatan konsep manusia ekonomi, adalah pendekatan yang menyebutkan bahwa kelangkaan sumber daya yang tersedia membuat manusia cenderung untuk memanfaatkan ‘kemampuan’ yang ia punya dan hal tersebut bergantung pada pilihan individu masing-masing. Dalam konteks politik hal ini berlaku ke masyarakat yang mengatur suara kepada politisi untuk mendapatkan keutungan kebijakan yang diinginkan, sedangkan dari pihak politisi mereka memanfaatkan ‘kemampuannya’ untuk membuat kebijakan-kebijakan yang menguntungkan pihak-pihak tertentu agar supaya kembali dipilih untuk menjabat. Hal ini sematamata dilakukan karena ada dorongan berupa jabatan tinggi, gaji tinggi, reputasi di mata publik, dan kekuasaan untuk mengatur birokrasi. Secara garis besar Teori Pilihan Publik membahas tentang keuntungan yang didapat sebagai akibat dari pilihan yang diambil dari seorang individu. 

Adapun individu yang dimaksud disini adalah para pemain politik, baik itu anggota partai politik, pimpinan partai politik, dan orang-orang yang mempunyai jabatan di pemerintahan, serta dewan direksi maupun pemimpin sebuah perusahaan. Dari hal tersebut diketahui bahwa terdapat hubungan mutualisme dari pilihan yang diambil oleh individu-individu tersebut mengingat individu-individu ini membentuk sebuah kelompok dan berjalan ke tujuan yang sama. Kelompok individu yang terdiri dari pengusaha-pengusaha dan sekumpulan orang-orang partai politik ini bersatu menjadi sebuah koalisi dengan satu kepentingan, yaitu kemenangan dari kandidat pimpinan di pemerintahan baik itu tingkat daerah maupun Negara. Hal ini sejalan dengan penelitian ini dimana pada pemilihan presiden tahun 2019 terdapat dua koalisi bertanding yaitu Koalisi Indonesia Kerja (KIK) dan Koalisi Indonesia Adil Makmur (KIAM) yang tentunya diusung oleh partai politik dan kumpulan pengusaha. Para pengusaha tersebut membiayai pencalonan para kandidat koalisi dan tentunya mengharapkan kemenangan dari kandidat yang diusung. Para pengusaha tersebut mengharapkan keuntungan terhadap perusahaan mereka dari menangnya kandidat koalisi tersebut. Salah satu keuntungan yang dimaksud adalah peningkatan nilai perusahaan yang dilihat dari meningkatnya harga saham. Caporaso dan Levine (2008) mengungkapkan bahwa sistem mutualisme ini lebih dikenal dengan istilah free ride atau membonceng geratis, yang mana bisa saja terjadi dengan syarat kandidat koalisi yang didukung memenangkan jabatannya. Hal ini sangat mungkin dilakukan di pemilihan presiden mengingat kemenangan presiden ini tentunya akan menimbulkan dampak yang besar baik dari kandidat itu sendiri maupun dari orang-orang dibalik kemenangan kandidat tersebut.

No comments:

Post a Comment