Friday, January 21, 2022

Teori Keagenan (Agency Theory) (skripsi dan tesis)

 


Teori keagenan mengungkapkan hubungan kontraktual antara dua pihak yaitu
principal dan agent (Jensen & Meckling, 1976). Agar hubungan kontraktual ini
dapat berjalan dengan lancar, pihak principal mendelegasikan pekerjaan kepada
agent. Perencanaan kontrak yang tepat untuk menyelaraskan kepentingan agen
dan prinsipal dalam hal konflik kepentingan inilah yang merupakan inti dari
agency theory. Teori keagenan berusaha untuk menjawab masalah keagenan yang
terjadi antara pihak-pihak yang saling bekerja sama yang memiliki tujuan dan
pembagian kerja yang berbeda.
Teori keagenan dilandasi oleh beberapa asumsi (Eisenhardt, 1989).
Asumsi tersebut dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu asumsi tentang sifat manusia,
asumsi keorganisasian dan asumsi informasi. Asumsi sifat manusia menekankan
bahwa manusia memiliki sifat mementingkan diri sendiri (self-interest), manusia
memiliki daya pikir terbatas (bounded rationality), dan manusia selalu
menghindari resiko (risk averse). Asumsi keorganisasian adalah adanya konflik
antar anggota organisasi, efisiensi sebagai kriteria efektivitas dan adanya asimetri
informasi antara prinsipal dan agen. Asumsi informasi adalah bahwa informasi
sebagai barang komoditi yang dapat diperjualbelikan.
Jensen & Meckling (1976) menyatakan bahwa teori keagenan
mendeskripsikan pemegang saham sebagai prinsipal dan manajemen sebagai
agen. Manajemen merupakan pihak yang dikontrak oleh pemegang saham untuk
bekerja demi kepentingan pemegang saham. Untuk itu manajemen diberikan
sebagian kekuasaan untuk membuat keputusan bagi kepentingan terbaik
pemegang saham. Manajemen selaku pengelola perusahaan memiliki lebih banyak
informasi tentang perusahaan dan mengetahui prospek perusahaan di masa yang
akan datang, tetapi informasi yang disampaikan terkadang tidak sesuai dengan
kondisi perusahaan yang sebenarnya. Kondisi tersebut dikenal asimetri informasi.
Kenyataannya dalam menjalankan kewajibannya pihak manajer (agen)
mempunyai tujuan lain yaitu mementingkan kepentingan mereka sendiri (self
interest) memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya untuk meningkatkan
kesejahteraan mereka, sehingga pada akhirnya menimbulkan konflik keagenan.
Hubungan keagenan juga dapat dikatakan seperti hubungan pemerintah
dan perusahaan. Hal ini sejalan dengan Watts dan Zimmerman (1990) yang
menyatakan dalam kaitannya dengan kontrak keagenan terdapat tiga bentuk
keagenan, yaitu antara pemilik dengan manajemen, kreditor dengan manajemen,
dan pemerintah dengan manajemen. Oleh karenanya, prinsipal bukan hanya
pemilik perusahaan, tetapi juga bisa berupa pemegang saham, kreditur, maupun
pemerintah. Hubungan yang timbul karena adanya kontrak yang ditetapkan oleh
pemerintah (sebagai prinsipal) dan perusahaan (sebagai agen) dalam sistem
pemungutan pajak yaitu pemerintah telah menetapkan self assessment sytem
dengan memberikan wewenang kepada perusahaan untuk menghitung,
melaporkan, dan membayarkan sendiri kepada pemerintah untuk membayar pajak
sesuai dengan perundang-undangan pajak. Hal yang terjadi perusahaan sebagai
agen akan bertindak dengan penuh kesadaran bagi kepentingannya sendiri (selfinterest) dengan lebih mengutamakan kepentingannya dalam mengoptimalkan
laba perusahaan sehingga meminimalisir beban, termasuk beban pajak dengan
melakukan penghindaran pajak.

No comments:

Post a Comment