Wednesday, August 30, 2023

Teori Pecking Order

 


Teori pecking order adalah teori struktur modal yang dirumuskan oleh
Myers dan Majluf 1984 yang dikenalkan pertama kali oleh Donaldson. Disebut
sebagai teori pecking order, karena teori ini menjelaskan mengapa perusahaan
akan menentukan hirarki sumber dana yang paling di sukai.
Brealy dan Myers dalam (Husnan dan Pudjiastuti, 2015) secara ringkas teori
tersebut menyatakan bahwa :
1. Perusahaan menyukai internal financing (pendanaan dari hasil operasi
perusahaan sendiri).
2. Perusahaan mencoba menyesuaikan rasio pembagian deviden yang ditargetkan
dengan kesempatan investasi yang dimiliki, mencoba menghindari perubahan
kebijakan deviden yang mendadak.
3. Kebijakan pembayaran deviden yang cenderung konstan, sedangkan
profitabilitas dan kesempatan investasi berfluktuasi, kadang-kadang membuat
arus kas yang dihasilkan dari operasi perusahaan lebih besar dari kebutuhan
investasi, maka hutang dikurangi atau diinvestasikan pada investasi jangka
pendek pada surat-surat berharga. Apabila kurang, perusahaan akan memakai
kelebihan kasnya atau menjual investasi jangka pendeknya.
4. Apabila perusahaan memerlukan pendanaan eksternal, perusahaan akan
menerbitkan sekuritas yang paling aman terlebih dahulu atau berdasarkan
tingkat resiko suatu pendanaan. Dimulai dari penerbitan hutang, kemudian
diikuti pendanaan hybrid (seperti obligasi yang dapat dikonversikan menjadi
saham), baru penerbitan ekuitas baru sebagai alternatif terakhir.
Pada teori pecking order, perusahaan memilih pendanaan berdasarkan
preferensi urutan. Dimulai dari mengutamakan pendanaan yang tidak beresiko,
minim resiko hingga yang beresiko tinggi, yaitu:
1) Pendanaan internal (retained earning)
2) Pendanaan eksternal (hutang)
3) Pendanaan eksternal (ekuitas)
Perusahaan akan mengusahakan mendapatkan dana yang tidak beresiko.
Apabila pendanaan yang tidak beresiko tidak bisa diperoleh, maka perusahaan
akan memilih pendanaan yang resikonya kecil. Jika pendanaan yang beresiko
kecil juga tidak bisa diperoleh, maka langkah terakhir perusahaan adalah mencari
pendanaan yang memiliki resiko lebih tinggi. Laba ditahan adalah opsi pertama
yang akan dipilih perusahaan, karena memiliki resiko yang paling kecil. Apabila
laba ditahan tidak mencukupi kebutuham, opsi kedua adalah dengan pendanaan
dari luar perusahaan yaitu hutang. Jika hutang tidak bisa diperoleh, maka opsi
terakhir adalah pendanaan dari ekuitas atau penerbitan saham baru. Pemegang
saham menilai, penerbitan saham baru lebih beresiko daripada hutang.
Masing-masing rasio hutang perusahaan mencerminkan kebutuhan
kumulatif akan pendanaan eksternal. Perusahaan-perusahaan yang sangat
profitable umumnya akan mempunyai rasio hutang yang rendah. Bukan karena
mereka mempunyai rasio hutang yang ditargetkan rendah, tetapi karena tidak
memerlukan pendanaan eksternal. Perusahaan-perusahaan yang tidak terlalu
menguntungkan akan mempunyai rasio hutang yang tinggi, karena pendanaan
internal tidak mencukupi untuk membiayai kebutuhan investasinya. Ketika
mereka kekurangan pendanaan internal maka mereka akan menerbitkan hutang
terlebih dahulu.
Teori ini menjelaskan mengapa diharapkan terdapat hubungan yang terbalik
antara profitabilitas perusahaan dengan hutang yang digunakan perusahaan.
Semakin tinggi kemampuan perusahaan menghasilkan laba, semakin rendah rasio
hutangnya dan begitu sebaliknya. Keunggulan dalam penggunaan teori ini
dibandingkan dengan teori yang lain, karena teori tersebut tidak mengindikasikan
target struktur modal tertentu. Penggunaan teori pecking order ini bersifat
fleksibel, karena suatu perusahaan dapat menentukan kebutuhan pendanaan sesuai
dengan kemampuan dan pilihan masing-masing perusahaan yang paling disukai.
Pada teori pecking order, pendanaan internal lebih diutamakan sedangkan
pendanaan eksternal hanya sebagai pelengkap.

No comments:

Post a Comment