Showing posts with label Konsultasi Tesis Jogja. Show all posts
Showing posts with label Konsultasi Tesis Jogja. Show all posts

Monday, November 13, 2023

Dimensi Work Engagement

 


Schaufeli dan Bakker (2004) menjelaskan mengenai dimensi yang
terdapat dalam work engagement, yaitu:
a. Vigor
Vigor merupakan tingginya energinya yang dikeluarkan, kemauan untuk
memberikan usaha yang bisa dipertimbangkan, dan menunjukkan ketekunan
ketika menghadapi kesulitan. Bakker (2007), mengatakan salah satu dimensi
work engagement ditandai oleh tingginya tingkat energi dan ketahanan mental
saat bekerja, kemauan untuk berinvestasi usaha dalam pekerjaan seseorang
dan ketekunan bahkan dalam menghadapi kesulitan. Hasil penelitian yang
dilakukan Schaufeli dan Bakker (2004), individu yang berada pada skor tinggi
biasanya memiliki banyak energi, semangat dan stamina saat bekerja,
sedangkan individu yang berada pada skor rendah pada semangat memiliki
energi yang lebih sedikit.
b. Dedication
Dedication merupakan perasaan individu yang merasa terlibat sangat kuat
dalam suatu pekerjaan, antusias dan bangga terhadap pekerjaan, merasa
inspirasi dan penuh tantangan dalam pekerjaannya. Menurut Schaufeli dan
Bakker (2004), karyawan yang memiliki skor dedication yang tinggi secara
kuat mengidentifikasi pekerjaannya karena menjadikannya pengalaman
berharga, menginspirasi dan menantang. Hasil Penelitian yang dilakukan oleh
Yudiani (2017), ketika karyawan merasa bahwa pekerjaan memberikan
makna khusus bagi dirinya, maka akan muncul pada karyawan adanya
perasaan antusiasme terhadap pekerjaanya, bangga terhadap pekerjaannya,
dan merasa terinspirasi dan tertantang oleh pekerjaanya yang dimilikinya,
sehingga pada akhirnya akan berpengaruh terhadap kinerjanya.
c. Absorption
Absorption adalah keterlibatan penuh karyawan terhadap pekerjaannya
dengan berkonsentrasi penuh dan senang terhadap pekerjaannya. Karyawan
yang memiliki skor tinggi pada absorption biasanya merasa senang
perhatiannya tersita oleh pekerjaan, merasa tenggelam dalam pekerjaan dan
memiliki kesulitan untuk memisahkan diri dari pekerjaan. Teori tersebut
diperkuat dengan hasil penelitian Steven dan Prihatsanti (2017), bahwa
adanya aspek absorption membuat karyawan menunjukkan ketekunan dan
konsentrasi terhadap pekerjaanya, sehingga karyawan memiliki work
engagement yang tinggi.
Menurut Macey, dkk. (2009), mencakup 2 dimensi penting dalam work
engagement, yaitu :
a. Work engagement sebagai energi psikis.
Karyawan akan merasakan pengalaman puncak dalam pekerjaannya.
Work engagement merupakan tendangan fisik dari perendaman diri dalam
pekerjaan (immersion), perjuangan dalam pekerjaan (striving), penyerapan
(absorption), fokus (focus), dan keterlibatan (inolvement).
b. Work engagement sebagai energi tingkah laku
Work engagement dapat dilihat dari tingkah laku seorang pekerja, yang
memberikan hasil untuk tempat kerjanya. Tingkah laku yang terlihat dalam
pekerjaan antara lain berupa pekerja akan berfikir dan bekerja secara proaktif,
akan mengantisipasi kesempatan untuk mengambil tindakan dan akan
mengambil tindakan dengan cara yang sesuai dengan tujuan organisasi.
Pekerja yang engaged tidak terikat pada job description, fokus pada tujuan
dan mencoba untuk mencapai secara konsisten mengenai kesuksesan
organisasi. Pekerja secara aktif mencari jalan untuk dapat memperluas
kemampuan yang dimiliki dengan jalan yang sesuai dengan yang yang
penting bagi visi dan misi perusahaan. Pekerja pantang menyerah walau
dihadapkan dengan rintangan atau situasi yang membingungkan.
Berdasarkan uraian di atas, peneliti memilih dimensi dari work
engagement, menurut Schaufeli dan Bakker (2004), yaitu vigor, dedication, dan
absorption. Alasan peneliti memilih dimensi tersebut, karena dimensi dari
Schaufeli dan Bakker (2004) ini dapat memudahkan proses penelitian.
Pertimbangan pemilihan aspek pada penelitian ini juga berdasarkan penelitian
yang dilakukan Steven dan Prihatsanti (2017), adanya aspek vigor, dedication,
dan absorption, karyawan akan berkontribusi untuk mengerjakan pekerjaannya
dengan semangat, tekun, dan penuh tantangan.

Pengertian Work Engagement

 


Work engagement adalah isu terkini dalam pengelolaan Sumber Daya
Manusia. Menurut Schaufeli dan Bakker (2004), work engagement adalah
sebuah kondisi dari seseorang yang memiliki pikiran yang positif sehingga
mampu mengekspresikan dirinya baik secara fisik, kognitif dan afektif dalam
melakukan pekerja. Menurut Khan (dalam Saks, 2006), juga mendefinisikan
work engagement merupakan pemanfaatan diri secara optimal dalam peran
seorang individu terhadap organisasi, selain itu, individu tersebut juga
mewujudkannya secara fisik, kognitif dan emosional ketika bekerja. Menurut
Cook (dalam Titien, 2016) work engagement mengacu pada satu tingkat, yaitu
para karyawan melakukan perannya dalam tata krama yang positif dan proaktif.
Perrin (dalam Bakker dan Leiter, 2010), mendefinisikan work engagement
sebagai keadaan afektif pada diri karyawan yang mencerminkan kepuasan
terhadap inspirasi dan afirmasi yang karyawan dapatkan ketika bekerja dan
menjadi bagian dari organisasi. Menurut Rothbard (dalam Rahmawati, 2016),
mendefinisikan model work engagement dalam beberapa peran yang berfokus
pada respon emosional seseorang untuk terlibat dalam peran dan bagaimana
tanggapan emosional terhadap keterlibatan dalam satu peran mempengaruhi
keterlibatan dalam peran yang lain. Menurut Federman (dalam Mujiasih, 2012),
work engagement adalah derajat dari seseorang karyawan mampu berkomitmen
pada suatu organisasi dan hasil dari komitmen tersebut ditentukan pada
bagaimana karyawan tersebut bekerja dan lama masa bekerja. Menurut Wellins
dan Concelman (dalam Mujiasih, 2012), mendefinisikan work engagement
adalah kekuatan ilusif yang memotivasi karyawan meningatkan kinerja pada
level yang lebih tinggi, energi ini berupa komitmen terhadap organisasi, rasa
memiliki pekerjaan dan kebanggaan, usaha yang lebih (waktu dan energi),
semangat dan ketertarikan, komitmen dalam melaksanakan pekerjaan.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa work engagement
adalah kondisi dari karyawan yang memiliki pikiran positif sehingga karyawan
mampu untuk mengekspresikan dirinya baik secara fisik, kognitif dan afektif
dalam melakukan pekerjaan

Sunday, November 12, 2023

Indikator Penghargaan

  Menurut Mahmudi (2012:187), terdapat beberapa indikator penghargaan yaitu: 1. Insentif Hal ini mencangkup penambahan kompensasi keuangan berbentuk bonus dan pemberian saham. Pemberian tersebut merupakan suatu wujud penghargaan pada kinerja karyawan yang tinggi. 2. Kesejahteraan Beragam program kesejahteraan yang dianjurkan organisasi sebagai penghargaan atas kinerja. Yaitu seperti: tunjangan, meliputi tunjangan jabatan, tunjangan structural, tunjangan kesehatan, tunjangan pendidikan anak, tunjangan keluarga dan tunjangan hari tua. Fasilitas kerja, meliputi kendaraan dinas, sopir pribadi dan rumah dinas. Kesejahteraan rohani, misalnya rekreasi, liburan dan sebagainya. 3. Pengembangan karir Pengembangan karir merupakan peluang kinerja dimasa depan. Pengembangan karir ini penting diberikan kepada karyawan yang memiliki hasil kerja yang baik sehingga nilai karyawan lebih tinggi dan memberikan hasil yang baik dikemudian hari. Pengembangan karir memberikan pintu terbuka bagi karyawan yang memiliki niat luar biasa untuk belajar dan mengasah wawasan, kemampuan dan keahliannya. 4. Penghargaan psikologis Penghargaan ini sangat bernilai penting bagi karyawan. Psikologi yang baik dapat menghasilkan energi dan mempengaruhi kinerja karyawan. Penghargaan psikologis termasuk memberi kepercayaan, pengakuan dan pujian.

Jenis-Jenis Penghargaan

   Menurut Busro (2018:319), penghargaan dapat diberikan dalam bentuk: 1. Finansial (tunjangan kinerja, bonus, insentif, kenaikan gaji, remunerasi, tunjangan belajar, dan sejenisnya). 2. Setara finansial (fasilitas kantor, promosi jabatan, fasilitas mobil, perumahan, asuransi, kesehatan, rekreasi dan sejenisnya).  3. Non finansial (fandel, piagam, sertifikat, piala, tropi, lencana, bintang, dan sejenisnya)

Fungsi Penghargaan

 


Menurut Handoko (2011:68), terdapat fungsi penghargaan adalah sebagai
berikut:

  1. Meningkatkan tekad untuk memotivasi diri agar memenuhi hasil.
  2. Memberikan symbol untuk pegawai yang mempunyai kompetensi lebih.
  3. Bersifat umum.

Pengertian Penghargaan

 


Menurut Handoko (2011:55), penghargaan merupakan sebagian cara
apresiasi usaha untuk memperoleh tenaga kerja yang kompeten sesuai dengan
ketentuan jabatan digunakan suatu penegakan yang berkeseimbangan, yaitu suatu
upaya aktivitas perancangan, pengelolaan, penerapan, dan pemeliharaan tenaga
kerja berupaya mengerjakan tugas dengan tepat. Menurut Busro (2018:315), bentuk
pemberian penghargaan yang efektif adalah pemberian insentif dan tunjangan,
karena hasil yang baik segera diberi imbalan yang sesuai. Hal tersebut lebih efektif
dibandingkan menunggu sampai saat pemberian bonus di akhir tahun ketika semua
karyawan menerima.
Menurut Busro (2018:315), penghargaan merupakan perangsang atau
motivasi untuk meningkatkan kinerja yang dicapai seseorang pada umumnya
diwujudkan dalam bentuk finansial (insentif moneter) seperti pemberian insentif,
tunjangan, bonus dan komisi. Penghargaan juga dapat dipahami sebagai bentuk
hadiah yang diberikan kepada pegawai yang mampu mendapatkan prestasi tertentu
yang bermanfaat bagi perusahaan atau organisasi dalam bentuk finansial maupun
non finansial dalam rangka meningkatkan semangat, motivasi, komitmen pegawai
dan mampu memengaruhi pegawai lain untuk berbuat yang lebih baik lagi,
sehingga terjadi persaingan yang positif antara pegawai.
Pemberian penghargaan haruslah dihubungkan secara langsung dengan
tujuan pencapaian melalui cara yang sesederhana mungkin, sehingga karyawan
yang menerima segera dapat mengetahui berupa rupiah yang diperoleh dari
upayanya. Penghargaan tidak harus dalam bentuk uang tetapi juga dapat berupa
pujian, piagam, piala, tropi, fandel, lencana, bintang, tanda kehormatan, kenaikan
pangkat, pemberian jabatan yang lebih tinggi, promosi memimpin suatu area.

Perilaku Mendorong Kinerja

 


Sudah dapat dipastikan hampir semua orang yang bekerja ingin
melaksanakan pekerjaannya dengan sebaik mungkin. Bahkan jika perlu
memberikan hasil yang lebih baik dari yang telah ditetapkan. Namun, dalam
praktiknya terkadang masih terdapat karyawan yang tidak mampu melaksanakan
pekerjaan sesuai dengan target yang telah ditetapkan, atau dengan kata lain tidak
mampu untuk menghasilkan sesuatu yang telah ditetapkan jauh dari yang telah
diharapankan sebelumnya.
Faktor yang mendorong kinerja adalah perilaku. Perilaku adalah tentang
bagaimana anda bertindak (how you act) dan bukan tentang apa atau siapa anda
(what you are or who you are).
Kottze dalam Wibowo (2018:87), “perilaku adalah suatu cara di mana
seseorang bertindak atau melakukan. Karena dapat menentukan apa yang
akan dilakukan dalam setiap situasi, anda dapat menentukan kinerja anda.
Kinerja tingkat tinggi adalah hasil dari melakukan sesuatu yang benar pada
waktu yang tepat”.
Pada dasarnya kinerja merupakan sesuatu hal yang bersifat individual,
karena setiap karyawan memiliki tingkat kemampuan yang berbeda dalam
mengerjakan tugasnya, kinerja tergantung pada kombinasi antara kemampuan,
usaha, dan kesempatan yang diperoleh. Kinerja keseluruhan pada pekerjaan
adalah sama dengan jumlah kinerja pada fungsi pekerjaan yang penting. Fungsi
yang berkaitan dengan pekerjaan tersebut akan dilakukan dan tidak dilakukan
dengan karateristik kinerja individu

Pengertian Kinerja

 


Kinerja di dalam suatu organisasi dilakukan oleh segenap sumber daya
manusia dalam organisasi, baik unsur pimpinan maupun bawahan. Banyak sekali
faktor-faktor yang memengaruhi sumber daya manusia dalam menjalankan
kinerjanya. Terdapat faktor yang berasal dari dalam diri sumber daya manusia
sendiri maupun dari luar dirinya. Setiap karyawan mempunyai kemampuan
berdasar pada pengetahuan dan keterampilan, kompetensi yang sesuai dengan
pekerjaannya, motivasi kerja, kepuasan kerja. Namun, karyawan yang mempunyai
kepribadian, sikap, dan perilaku yang dapat memengaruhi kinerjanya.
Mangkunegara (2017:67) mendefinisikan “kinerja adalah hasil kerja secara
kualitas dan kuantitas yang dicapai seorang karyawan dalam melaksanakan
tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya”.
Menurut Kasmir (2016:182) mengatakan ”kinerja adalah hasil kerja dan
perilaku kerja yang telah dicapai dalam menyelesaikan tugas - tugas dan tanggung
jawab yang diberikan dalam suatu periode tertentu”.
Bastian dalam Fahmi (2018:128) menyatakan bahwa “kinerja adalah
gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/program/
kebijaksanaan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi organisasi yang
tertuang dalam perumusan skema strategis (strategic planning) suatu organiasi”.
Menurut Wibowo (2018:2), “kinerja yatakan sebagai hasil kerja, tetapi
juga bagaimana proses kerja berlangsung. Kinerja adalah tentang melakukan
pekerjaan dan hasil yang dicapai dari pekerjaan tersebut. Kinerja adalah tentang
apa yang dikerjakan dan bagaimana cara mengerjakannya”.

Hubungan Gaya Kepemimpinan dengan Kinerja

 


Kepemimpinan merupakan faktor yang sangat penting dalam
memengaruhi prestasi organisasi karena kepemimpinan merupakan aktivitas yang
utama dengan tujuan organisasi yang dapat dicapai. Gaya kepemimpinan
merupakan suatu cara yang digunakan seorang pemimpin dalam memengaruhi,
mengarahkan, dan mengendalikan bawahannya dalam rangka pencapaian tujuan
organisasi secara efisiensi dan efektif.
Situasi yang dihadapi dalam organisasi perusahaan yang satu dengan
lainnya saling berbeda. Hal ini tidak hanya terjadi pada organisasi yang berbeda
kegiatannya, melainkan terjadi juga pada organisasi perusahaan yang sejenis.
Selain itu, situasi yang berubah-ubah sesuai dengan perkembangan lingkungan
maka dibutuhkan pemimpin yang memiliki sifat-sifat yang sesuai dengan kondisi
dan situasi organisasi yang dipimpinnya.
Sifat atau karakter yang ada pada diri pemimpin akan memunculkan gaya
kepemimpinan yang dipergunakan untuk memengaruhi bawahannya agar
melakukan hal-hal yang diinginkannya. Jika bawahannya mampu bekerja dengan
baik, maka gaya kepemimpinan yang dipergunakan telah tepat dan ini membantu
karyawan dalam pencapaian kinerjanya. Frech dan Bertram dalam Fahmi
(2018:83), mengemukakan bahwa “seorang pemimpin memengaruhi para
bawahannya berdasarkan coercive power (kekuatan berdasarkan paksaan), reward
power (kekuatan yang memberikan penghargaan), legitimate power (kekuatan
yang sah), expert power (kekuatan karena keahlian), dan kekuatan referen”.
Keterkaitan antara gaya kepemimpinan sangat erat dalam meningkatkan
kinerja untuk mencapai target-target yang telah ditetapkan oleh suatu organisasi.
Peran seorang pemimpin dalam menggerakkan roda kepemimpinan dalam suatu
organisasi sangatlah penting, karena keberhasilan sebuah organisasi tidak terlepas
dari kualitas pemimpinnya. Dengan gaya kepemimpinan yang sesuai maka
kualitas kerja dan prestasi kerja karyawan akan meningkat. Dalam sebuah
organisasi jika pemimpinnya mampu memengaruhi bawahannya untuk ikut
berperan aktif maka akan mendorong karyawan mencapai tingkat kinerja yang
harus dicapainya dalam organisasi tersebut.

Indikator Gaya Kepemimpinan

 


Kepemimpinan merupakan faktor yang menentukan dalam suatu
perusahaan. Berhasil atau gagalnya perusahaan dalam mencapai suatu tujuan
dipengaruhi oleh cara seorang pemimpin. Sosok pemimpin dalam perusahaan
dapat menjadi efektif apabila pemimpin tersebut mampu mengelola
perusahaannya dan memengaruhi perilaku bawahan agar mau bekerja sama dalam
mencapai tujuan perusahaan.
Setiap pemimpin memiliki gaya kepemimpinan yang berbeda antara satu
pemimpin dengan pemimpin yang lainnya, dan bukan suatu keharusan bahwa
suatu gaya kepemimpinan lebih baik atau lebih buruk dibanding gaya
kepemimpinan lainnya.
Untuk mengukur dan menilai gaya kepemimpinan seorang pemimpin
dapat digunakan beberapa indikator yaitu dengan berdasarkan macam-macam
gaya kepemimpinan. Menurut Hasibuan (2019:170), terdapat beberapa macam
gaya kepemimpinan, yaitu sebagai berikut:

  1. “Kepemimpinan otoriter
  2. Kepemimpinan partisipatif
  3. Kepemimpinan delegatif”

Faktor – Faktor yang memengaruhi Gaya Kepemimpinan

 


Pemimpin yang berhasil adalah pemimpin yang mampu mengelola atau
mengatur organisasi secara efektif dan mampu melaksanakan kepemimpinan
secara efektif pula. Untuk itu pemimpin harus betul-betul dapat menjalankan
fungsinya sebagai seorang pemimpin. Dalam suatu organisasi, faktor
kepemimpinan memegang peranan yang penting karena pimpinan yang
menggerakkan dan mengarahkan organisasi dalam mencapai tujuan dan hal itu
merupakan tugas yang tidak mudah. Hal itu dikarenakan pemimpin harus
memahami sikap dan perilaku setiap bawahannya yang berbeda-beda.
Fiedler dalam Amirullah (2015:173) mengungkapkan tiga dimensi
kontingensi yang menetapkan faktor-faktor situasional utama untuk menetapkan
efektivitas pemimpin, yaitu :

  1. “Hubungan pemimpin dan bawahan (leader member relation), yaitu
    kadar hubungan antara pemimpin dengan bawahan merupakan tingkat
    sejauh mana kelompok tersebut memberi dukungan pemimpinnya.
  2. Struktur tugas dalam arti sampai sejauh mana tugas-tugas yang harus
    dilaksanakan itu terstruktur atau tidak dan apakah disertai oleh
    prosedur yang tegas dan jelas atau tidak.
  3. Posisi kewenangan seseorang dalam arti tingkat dari pengaruh seorang
    pemimpin pada faktor-faktor wewenang seperti dalam pengangkatan
    dan pemberhentian karyawan, penegakan disiplin, promosi dan
    kenaikan gaji”.
    Allen dalam Fahmi (2018:77) menyebutkan tujuh sifat kepemimpinan,
    yaitu :
  4. “Mengedepankan kepentingan sendiri
  5. Membuat semua keputusan secara sendirian
  6. Lebih menyukai pekerjaan-pekerjaan atau solusi-solusi teknik
  7. Lebih suka memberi tahu daripada mendengarkan
  8. Menjalankan organisasi sesuai dengan selera pribadi
  9. Memonopoli ganjaran
  10. Mengontrol dengan cara melakukan inspeksi”

Fungsi dan Peran Kepemimpinan dalam Organisasi

 


Fungsi pemimpin dalam organisasi kerap kali memiliki spesifikasi berbeda
dengan bidang kerja atau organisasi lain. Perbedaan ini disebabkan oleh beberapa
macam hal, antara lain macam organisasi, situasi sosial dalam organisasi, dan
jumlah anggota kelompok. Seorang pemimpin harus mengetahui fungsi pemimpin
dan unsur-unsur kepemimpinan sebagai aktivitas yang memengaruhi,
mengarahkan, mengajak dan menciptakan serta memberikan ide-ide baru.
Salah satu kriteria dalam menilai efektivitas kepemimpinan adalah
kemampuannya dalam mengambil keputusan. Selain itu, kriteria yang harus
dipenuhi adalah kemampuan seorang pemimpin menjalankan berbagai fungsifungsi kepemimpinan. Siagian dalam Amirullah (2015:167) mengemukakan
adanya fungsi-fungsi kepemimpinan, yaitu :

  1. “Fungsi penentu arah
  2. Fungsi sebagai juru bicara
  3. Fungsi sebagai komunikator
  4. Fungsi sebagai mediator
  5. Fungsi sebagai integrator”

Pengertian Gaya Kepemimpinan

 


Seorang pemimpin harus memiliki jiwa kepemimpinan, dan jiwa
kepemimpinan yang dimiliki seorang pemimpin tidak bisa diperoleh dengan cepat
dan segera namun sebuah proses yang terbentuk dari waktu ke waktu hingga
akhirnya terbentuk dalam sebuah karateristik yang menjadi ciri khasnya. Hal ini
menunjukkan bahwa ada sebagian orang yang memiliki sifat kepemimpinan
namun dengan usahanya yang gigih mampu membantu lahirnya penegasan sikap
kepemimpinan pada dirinya tersebut.
Fahmi (2017:15) “kepemimpinan merupakan suatu ilmu yang mengkaji
secara komprehensif tentang bagaimana mengarahkan, memengaruhi, dan
mengawasi orang lain untuk mengerjakan tugas sesuai dengan perintah yang
direncanakan”.
Terry dan Frankin dalam Amirullah (2015:167) mendefinisikan
“kepemimpinan dengan hubungan dimana seseorang (pemimpin) memengaruhi
orang lain untuk mau bekerja sama melaksanakan tugas-tugas yang saling
berkaitan guna mencapai tujuan yang diinginkan pemimpin dan atau kelompok”.

Hubungan Motivasi Kerja dengan Kinerja

 Motivasi merupakan suatu kekuatan sumber daya manusia yang

menggerakkan dan mengendalikan perilaku manusia. Motivasi sebagai upaya
yang dapat memberikan dorongan kepada seseorang untuk mengambil tindakan
yang dikehendaki. Perilaku seseorang cendrung berorientasi pada tujuan dan
didorong oleh keinginan untuk mencapai tujuan tertentu.
Robins dalam Sutrisno (2019:111) mengemukakan “motivasi sebagai
suatu kerelaan berusaha seoptimal mungkin dalam pencapaian tujuan organisasi
yang dipengaruhi oleh kemampuan usaha memuaskan beberapa kebutuhan”.
Motivasi adalah suatu daya penggerak yang mampu menciptakan kegairahan kerja
dengan membangkitkan, mengarahkan, dan berperilaku kerja serta mengeluarkan
tingkat upaya untuk memberikan kontribusi yang sebesar besarnya demi
keberhasilan organisasi dalam mencapai tujuannya.
Dalam dunia pekerjaan, motivasi merupakan salah satu faktor penting
dalam mendorong seorang karyawan untuk bekerja. Terdapat elemen yang
menjadi suksesnya suatu motivasi yaitu upaya, tujuan organisasi dan kebutuhan.
Upaya merupakan ukuran intensitas. Bila seorang karyawan termotivasi maka ia
akan berupaya sekuat tenaga untuk mencapai tujuan organisasi. Kebutuhan
merupakan suatu kondisi yang mendorong untuk dan harus memenuhi kebutuhan.
Motivasi kerja erat hubungannya dengan kinerja seseorang. Pada dasarnya
motivasi kerja seseorang itu berbeda-beda. Ada karyawan yang memiliki motivasi
kerja yang tinggi dan ada yang memiliki motivasi kerja yang rendah. Apabila
motivasi kerjanya tinggi maka akan berpengaruh pada kinerja yang tinggi dan
sebaliknya jika motivasinya rendah maka akan menyebabkan kinerja yang
dimiliki seorang karyawan tersebut juga rendah. Jika karyawan memiliki motivasi
yang tinggi maka karyawan tersebut akan bekerja dengan tekun dan berdedikasi
tinggi sehingga hasilnya sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.
Setiap karyawan akan menginginkan penghargaan terhadap hasil
pekerjaannya. Penghargaan tersebut berupa kompensasi atau imbalan yang adil.
Oleh karena itu, perlu adanya dilakukan penilaian kinerja secara objektif sehingga
akan meningkatkan kinerja. Kinerja seorang karyawan akan mudah dicapai jika
didukung dengan motivasi yang tinggi. Motivasi untuk melaksanakan pekerjaan
dengan baik akan muncul apabila pekerjaan yang dikerjakan mempunyai nilai
atau berarti bagi karyawan tersebut.
Mangkunegara (2017:67) mengatakan bahwa “faktor-faktor yang
memengaruhi kinerja adalah faktor kemampuan dan faktor motivasi”. Untuk dapat
memberikan hasil kerja yang berkualitas dan berkuantitas maka seorang karyawan
membutuhkan motivasi kerja dalam dirinya yang akan berpengaruh terhadap
semangat kerja sehingga dapat meningkatkan kinerja

Indikator Motivasi Kerja

 


Motivasi sangat menguntungkan bagi karyawan maupun perusahan. Dalam
memotivasi karyawan pastinya setiap perusahan memiliki teknik masing-masing
agar motivasi yang diberikan dapat meningkatkan semangat kerja pagawai.
Pemberian motivasi yang tepat akan menimbulkan semangat, kemauan, dan
keikhlasan untuk bekerja dalam diri seorang karyawan. Semakin meningkatnya
semangat dan kemauan untuk bekerja dengan ikhlas akan membuat pekerjaan
lebih maksimal, sehingga dapat meningkatkan produktivitas kerja.
Wahjosumidjo dalam Amirullah (2015:192) “tingkah laku bawahan dalam
kehidupan organisasi pada dasarnya berorientasi pada tugas. Artinya,
bahwa tingkah laku bawahan biasanya di dorong oleh keinginan untuk
mencapai tujuan harus diamati, diawasi, dan diarahkan dalam kerangka
pelaksanaan tugas dalam mencapai tujuan organisasi yang telah
ditetapkan”.
Kekuatan motivasi kerja karyawan untuk bekerja dan berkinerja secara
langsung tercermin pada seberapa jauh upayanya bekerja keras untuk
menghasilkan kinerja yang lebih baik demi mencapai tujuan perusahaan. Agar
suatu proses motivasi kerja dapat dilaksanakan dengan baik, maka diperlukan
indikator yang dijadikan sebagai acuan dalam proses memotivasi kerja karyawan.
Indikator motivasi dijadikan sebagai alat untuk mengukur keberhasilan motivasi
kerja bermanfaat atau tidak dalam suatu organisasi.
Menurut teori Herzberg dalam Hasibuan (2019:158), terdapat faktor yang
berperan sebagai satisfiers atau motivators yang dijadikan sebagai indikator
motivasi kerja karyawan, yaitu :

  1. “Prestasi atau achievement
  2. Pengakuan atau recognition
  3. Pekerjaan itu sendiri atau the work it self
  4. Tanggung jawab atau responsibility
  5. Kemajuan atau advancement
  6. Pengembangan potensi individu atau the possibility of growth”

Faktor – Faktor yang memengaruhi Motivasi Kerja

 


Pada umumnya, motivasi seseorang untuk melakukan kegiatan muncul
karena merasakan perlunya untuk memenuhi kebutuhan. Apabila kebutuhannya
telah terpenuhi, motivasinya akan menurun. Kemudian berkembang pemikiran
bahwa motivasi juga diperlukan untuk mencapai tujuan tertentu. Namun apabila
tujuan telah tercapai, biasanya motivasi juga menurun. Oleh karena itu, motivasi
dapat dikembangkan apabila timbul kebutuhan merupakan kepentingan manusia,
maka tujuan dapat menjadi kepentingan manusia maupun organisasi. Motivasi
dapat terwujudkan karena dipengaruhi oleh beberapa faktor-faktor.
Menurut Sutrisno (2019:116), motivasi sebagai proses psikologi dalam diri
seseorang akan dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut dapat
dibedakan atas faktor intern dan ekstern yang berasal dari karyawan tersebut :

  1. “Faktor intern, yang dapat memengaruhi pemberian motivasi pada
    karyawan, yaitu :
    a. Keinginan untuk dapat hidup, untuk dapat bertahan hidup maka
    seseorang harus bekerja. Keinginan untuk dapat hidup meliputi
    kebutuhan untuk memperoleh kompensasi, pekerjaan yang tetap, dan
    kondisi kerja yang aman dan nyaman.
    b. Keinginan untuk dapat memiliki, keinginan yang keras untuk dapat
    memiliki itu dapat mendorong orang mau bekera.
    c. Keinginan untuk memperoleh penghargaan, seseorang mau bekerja
    disebabkan adanya keinginan untuk diakui, dihormati oleh orang lain.
    d. Keinginan untuk memperoleh pengakuan, seperti adanya penghargaan
    terhadap prestasi, hubungan kerja yang harmonis, pimpinan yang
    bijaksana, perusahaan tempat bekerja dihargai oleh masyarakat.
    e. Keinginan untuk berkuasa akan mendorong seseorang untuk bekerja.
  2. Faktor ekstern, yang dapat memengaruhi pemberian motivasi pada
    karyawan, yaitu :
    a. Kondisi lingkungan kerja, keseluruhan sarana dan prasarana kerja yang
    ada di sekitar karyawan yang sedang melakukan pekerjaan yang dapat
    memengaruhi pelaksanaan pekerjaan.
    b. Kompensasi yang memadai, motivasi yang paling penting bagi
    perusahaan untuk mendorong para karyawan bekerja dengan baik.
    c. Supervisi yang baik, memberikan pengarahan, membimbing kerja para
    karyawan agar bekerja dengan baik tanpa melakukan kesalahan.
    d. Adanya jaminan pekerjaan yaitu jaminan karier untuk masa depan
    seperti promosi jabatan.
    e. Status dan tanggung jawab.
    f. Peraturan yang fleksibel yang harus dipatuhi oleh seluruh karyawan
    agar pekerjaan berjalan dengan baik”

Prinsip-Prinsip dalam Motivasi Kerja

 


Pimpinan harus mampu mendorong, menyemangati karyawan agar terus
bergairah dan bersemangat dalam bekerja. Motivasi dapat terjadi dari dalam diri
karyawan apabila karyawan merasa nyaman, atau dari luar dirinya seperti apa
yang diberikan perusahaan. Motivasi juga perlu diberikan oleh pihak pimpinan,
mulai dari pemberian perhatiann, penghargaan atau kompensasi yang layak dan
wajar sehingga karyawan terdorong untuk melakukan tugas-tugasnya dengan
baik. Demikian pula dengan karyawan akan terdorong untuk bekerja secara
dengan sungguh-sungguh.
Hamalik dalam Sutrisno (2019:111), mengatakan ada dua prinsip yang
dapat digunakan untuk meninjau motivasi, yaitu “(1) memotivasi dipandang
sebagai suatu proses dan (2) menentukan karakter dari proses ini”.
Mangkunegara (2017:101) prinsip-prinsip dalam memotivasi kerja
karyawan, yaitu: “(1) prinsip partisipasi, (2) prinsip komunikasi, (3) prinsip
mengakui andil bawahan, (4) prinsip pendelegasian wewenang, dan (5) prinsip
memberi perhatian”.

Pengertian Motivasi Kerja

 


Setiap organisasi tentu ingin mencapai tujuan. Untuk mencapai tujuan
tersebut, peranan manusia yang terlibat didalamnya sangat penting. Untuk
menggerakkan manusia agar sesuai dengan yang dikehendaki organisasi, maka
harus dipahami motivasi manusia yang bekerja di dalam organisasi tersebut,
karena motivasi inilah yang menentukan perilaku orang-orang untuk bekerja.
Motivasi merupakan faktor yang mendorong seseorang untuk melakukan aktivitas
tertentu untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan seseorang.
Hartatik (2018:160), “motivasi merupakan hal yang menyebabkan,
menyalurkan, dan mendukung perilaku manusia supaya mau bekerja giat serta
antusias mencapai hasil yang optimal”.
Soroso dalam Fahmi (2018:107) mengatakan bahwa “motivasi adalah
suatu set atau kumpulan perilaku yang memberikan landasan bagi seseorang untuk
bertindak dalam suatu cara yang diarahkan kepada tujuan spesifik tertentu
(specific goal directed way)”

Hubungan Disiplin Kerja dengan Kinerja

 


Dalam disiplin kerja dituntut adanya kesanggupan untuk mengikuti aturan
hukum dan tata tertib sehingga sadar akan melaksanakan dan menaati peraturan
tersebut. Disiplin kerja mencerminkan besarnya rasa tanggung jawab seseorang
terhadap tugas-tugas yang telah diberikan kepadanya. Hal ini mendorong gairah
kerja dan semangat kerja yang mendukung terwujudnya tujuan organisasi.
Riva’i dalam Hartatik (2018:183) menyebutkan bahwa “disiplin kerja
adalah suatu alat yang digunakan manajer untuk mengubah suatu perilaku serta
sebagai suatu upaya untuk meningkatkan kesadaran dan kesediaan seseorang
menaati semua peraturan perusahaan serta norma-norma sosial yang berlaku”.
Pentingnya disiplin kerja dalam perusahaan bertujuan untuk meningkatkan
produktivitas kerja karyawan. Disiplin yang baik dari karyawan akan
menunjukkan bahwa suatu organisasi dapat memelihara dan menjaga loyalitas
maupun kualitas karyawannya. Selain itu, dengan mengetahui disiplin kerja
karyawan maka nilai kinerja dari setiap karyawan pun akan diketahui. Hal
tersebut karena disiplin kerja dan kinerja karyawan memiliki hubungan yang
sangat erat. Karyawan yang berdisiplin diri dalam bekerja maka ia akan bekerja
secara optimal, tekun, dan mengerjakan sesuatu pekerjaan secara terarah dan
sebaliknya karyawan yang memiliki disiplin kerja yang rendah maka ia akan
bermalas-malasan dan cendrung akan menunda-nunda pekerjaan.
Salah satu faktor yang memengaruhi kinerja karyawan adalah disiplin
kerja. Disiplin kerja merupakan salah satu tolok ukur dari penilaian hasil kinerja
karyawan. Setiap karyawan yang mampu menunjukkan sikap disiplin dalam
bekerja cendrung memiliki ketelitian dan memiliki tanggung jawab yang besar
terhadap pekerjaan atau tugas-tugas yang sudah menjadi tanggung jawabnya
secara personal. Semakin memiliki kesadaran akan tugas dan tanggung jawab ini
akan menimbulkan disiplin kerja yang tinggi. Karyawan yang mampu mengatasi
segala permasalahan yang berhubungan dengan pekerjaan cendrung lebih mampu
menyelesaikan tugas tepat pada waktunya.
Disiplin kerja yang tinggi dan optimal dapat memengaruhi kinerja
karyawan secara langsung maupun tidak langsung. Dengan disiplin kerja yang
tinggi akan membuat karyawan bekerja lebih giat dan menjiwai pekerjaannya
yang pada akhirnya akan dapat menjadi karyawan yang tangguh dan bermutu serta
mampu melaksanakan tugas atau kegiatan dengan baik yang akan menghasilkan
kinerja yang tinggi. Dengan demikian dapat diketahui bahwa salah satu kunci
keberhasilan organisasi dalam menjalankan usahanya adalah dengan cara
meningkatkan kinerja karyawannya melalui peningkatan disiplin kerja. Setiap
organisasi mengharapkan kinerja karyawannya dapat meningkat. Kinerja yang
baik dapat menciptakan kualitas, kuantitas kerja dan prestasi kerja.

Indikator Disiplin Kerja

 


Kedisiplinan menjadi kunci terwujudnya tujuan perusahaan, karyawan,
dan masyarakat. Dengan disiplin yang baik berarti karyawan sadar dan bersedia
mengerjakan semua tugasnya yang menjadi tanggung jawabnya dengan baik.
Tujuan utama disiplin adalah untuk meningkatkan efisiensi semaksimal mungkin
dengan cara mencegah kerusakan atau kehilangan peralatan dan perlengkapan
kerja yang disebabkan oleh tidak adanya sikap kehati-hatian.
Disiplin berusaha mencegah keterlambatan dan kemalasan kerja karyawan
serta berusaha untuk mengatasi perbedaan pendapat antarkaryawan dan mencegah
ketidaktaatan yang disebabkan oleh salah pengertian dan salah penafsiran.
Disiplin berusaha untuk melindungi perilaku yang baik dengan menetapkan
peraturan dan ketentuan yang telah disepakati demi terwujudnya tujuan
organisasi. Karyawan yang tunduk pada ketetapan dan peraturan perusahaan
menggambarkan adanya kondisi disiplin yang baik dan sebaliknya karyawan yang
sering melanggar atau mengabaikan perusahaan maka karyawan tersebut
mempunyai disiplin kerja yang buruk.
Menurut Fathoni dalam Hartatik (2018:200), terdapat indikator yang
memengaruhi tingkat kedisiplinan karyawan suatu organiasi, sebagai berikut :