Tuesday, November 26, 2019

Teori Kemiskinan (skripsi dan tesis)


 Kemiskinan secara asal penyebabnya terbagi menjadi dua macam. Pertama adalah kemiskinan kultural, yaitu kemiskinan yang disebabkan oleh adanya faktor-faktor adat atau budaya suatu daerah tertentu yang membelenggu seseorang atau sekelompok masyarakat tertentu sehingga membuatnya tetap melekat dengan kemiskinan. Kemiskinan seperti ini bisa dihilangkan atau bisa dikurangi dengan mengabaikan faktor-faktor yang menghalanginya untuk melakukan perubahan ke arah tingkat kehidupan yang lebih baik. Kedua adalah kemiskinan struktural, yaitu kemiskinan yang 9 terjadi sebagai akibat ketidakberdayaan seseorang atau sekelompok masyarakat tertentu terhadap sistem atau tatanan sosial yang tidak adil, karenanya mereka berada pada posisi tawar yang sangat lemah dan tidak memiliki akses untuk mengembangkan dan membebaskan diri mereka sendiri dari perangkap kemiskinan atau dengan perkataan lain ”seseorang atau sekelompok masyarakat menjadi miskin karena mereka miskin” (BPS, 2016).
 Secara konseptual, kemiskinan dapat dibedakan menjadi dua yaitu kemiskinan relatif dan kemiskinan absolut, dimana perbedaannya terletak pada standar penilaiannya. Standar penilaian kemiskinan relatif merupakan kondisi kehidupan yang ditentukan dan ditetapkan secara subyektif oleh masyarakat setempat dan bersifat lokal serta mereka yang berada dibawah standar penilaian tersebut dikategorikan sebagai miskin secara relatif. Sedangkan kemiskinan secara absolut merupakan kondisi kehidupan minimum yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhaan dasar yang diperlukan, seperti pangan, sandang, kesehatan, dan pendidikan yang diperlukan untuk bisa bekerja. Kebutuhan pokok minimum diterjemahkan sebagai ukuran finansial dalam bentuk uang. Dimana kebutuhan dasar minimum tersebut disebut sebagai garis kemiskinan. Kemiskinan menurut World Bank merupakan keadaan dimana seorang individu atau kelompok tidak memiliki pilihan atau peluang untuk meningkatkan taraf hidupnya guna menjalani kehidupan yang sehat dan lebih baik sesuai standar hidup, memiliki harga diri dan dihargai oleh 10 sesamanya. Standar rasio tingkat kemiskinan yang ditetapkan oleh WorldBank sebesar $2/day atau sekitar Rp 27,000.00/hari. (World Bank, 2010) Faktor-faktor penentuan utama kemiskinan antara lain adalah:
 a. Karekteristik wilayah, mencakup kerentanan terhadap banjir atau topan, keterpencilan, kualitas pemerintah, serta hak milik dan pelaksanaannya.
 b. Karakteristik masyarakat, mencakup ketersediaan infrastruktur (jalan, air, listrik) dan layanan (kesehatan, pendidikan), kedekatan dengan pasar, dan hubungan social.
c. Karakteristik rumah tangga dan individu, di antaranya yang paling penting adalah :
1) Demografis, seperti jumlah anggota rumah tangga, usia struktur, rasio ketergantungan, dan gender kepala rumah tangga;
2) Ekonomi, seperti status pekerjaan, jema kerja, dan harta benda yang dimiliki; dan
 3) Sosial, seperti status kesehatan dan nutrisi, pendidikan dan tempat tinggal. Kemiskinan menjadi salah satu penyakit dalam perekonomian suatu negara, terlebih lagi pada negara-negara yang masih berkembang atau negara ketiga, dimana masalah kemiskinan bersifat kompleks dan multidimensional. Kemiskinan bersifat kompleks artinya kemiskinan tidak muncul secara mendadak, namun memiliki latar belakang yang cukup panjang dan rumit sehingga sangat sulit untuk mengetahui akar dari masalah kemiskinan itu sendiri, sedangkan kemiskinan bersifat multidimensional artinya melihat dari banyaknya kebutuhan manusia yang bermacam-macam, maka kemiskinan pun memiliki aspek primer berupa kemiskinan akan aset, organisasi sosial politik, pengetahuan, dan keterampilan, serta aset sekunder berupa kemiskinan akan jaringan sosial, sumber-sumber keuangan, dan informasi.
Kemiskinan menurut World Bank (2000) didefinisikan sebagai, “poverty is pronounced deprivation in well-being” yang bermakna bahwa kemiskinan adalah kehilangan kesejahteraan. Sedangkan permasalahan inti pada kemiskinan ini adalah batasan-batasan tentang kesejahteraan itu sendiri. Di dalam UU No. 13 Tahun 2011 tentang penanganan fakir miskin, disebutkan tentang istilah “fakir miskin”. Dalam undang-undang tersebut disebutkan bahwa fakir miskin adalah orang yang sama sekali tidak mempunyai sumber mata pencaharian dan atau mempunyai sumber mata pencaharian, tetapi tidak mempunyai kemampuan memenuhi kebutuhan dasar yang layak bagi kehidupan dirinya dan atau keluarganya. Kebutuhan dasar yang dimaksud meliputi kebutuhan pangan, sandang, perumahan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, dan pelayanan sosial. Penyebab kemiskinan menurut Ragnar Nurkse (Kuncoro, 2006), mengungkapkan bahwa adanya keterbelakangan, ketidak sempurnaan pasar, dan kurangnya modal menjadi penyebab produktivitas rendah sehingga pendapatan yang diterima juga rendah. Rendahnya pendapatan  berimplikasi pada rendahnya tabungan dan investasi. Rendahnya tabungan dan investasi ini menyebabkan keterbelakangan. Begitu seterusnya.
Nurkse Nurkse menjelaskan dua lingkaran perangkap kemiskinan dari segi penawaran (Supply) dan permintaan (Demand). Segi penawaran bahwa tingkat pendapatan masyarakat yang rendah akibat produktivitas rendah menyebabkan kemampuan masyarakat untuk menabung rendah. Rendahnya kemampuan menabung masyrakat menyebabkan tingkat pembentukan modal (investasi) yang rendah, sehingga terjadi kekurangan modal dan dengan demikian tingkat produktivitas akan rendah. Begitu seterusnya. Sedangkan dari segi permintaan menjelaskan di Negara-Negara miskin rangsangan untuk penanaman modal sangat rendah karena keterbatasan luas pasar untuk berbagai jenis barang. Hal ini di sebabkan pendapatan masyarakat yang sangat rendah karena tingkat produktivitasnya Produktivitas Rendah Pembentukan Modal Rendah Pendapatan Rendah Investasi Rendah Permintaan Barang Rendah Produktivitas Rendah Pembentukan Modal Rendah Pendapatan Rendah Investasi Rendah Permintaan Barang Rendah Demand Supply  juga rendah, sebagai akibat tingkat pembentukan modal yang terbatas dimasa lalu. Pembentukan modal yang terbatas ini disebabkan kekurangan rangsangan untuk menanamkan modal. Begitu seterusnya.

Hubungan Angka Harapan Hidup Terhadap Tingkat Kemiskinan (skripsi dan tesis)

Angka Harapan Hidup (AHH) merupakan alat untuk mengevaluasi kinerja pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan penduduk pada umumnya, dan meningkatkan derajat kesehatan pada khususnya. Dalam membandingkan tingkat kesejahteraan antar kelompok masyarakat sangatlah penting untuk melihat angka harapan hidup. Di negara-negara yang tingkat kesehatannya lebih baik, setiap individu memiliki rata-rata hidup lebih lama, dengan demikian secara ekonomis mempunyai peluang untuk memperoleh pendapatan lebih tinggi.Selanjutnya, Lincolin (1999) menjelaskan intervensi untuk memperbaiki kesehatan dari pemerintah juga merupakan suatu alat kebijakan penting untuk mengurangi kemiskinan. Salah satu faktor yang mendasari kebijakan ini adalah perbaikan kesehatan akan meningkatkan produktivitas golongan miskin: kesehatan yang lebih baik akan meningkatkan daya kerja, mengurangi hari tidak bekerja dan menaikkan output energy

Angka Harapan Hidup (skripsi dan tesis)


Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) angka harapan hidup adalah Rata-rata tahun hidup yang masih akan dijalani oleh seseorang yang telah berhasil mencapai umur x, pada suatu tahun tertentu, dalam situasi mortalitas yang berlaku di lingkngan masyarakatnya. 43 Angka Harapan Hidup (AHH), dijadikan indikator dalam mengukur kesehatan suatu individu di suatu daerah. Angka Harapan Hidup (AHH) adalah rata-rata perkiraan banyak tahun yang dapat ditempuh seseorang selama hidup. Angka Harapan Hidup (AHH) diartikan sebagai umur yang mungkin dicapai seseorang yang lahir pada tahun tertentu. Angka harapan hidup dihitung menggunakan pendekatan tak langsung (indirect estimation). Ada dua jenis data yang digunakan dalam penghitungan Angka Harapan Hidup (AHH) yaitu Anak Lahir Hidup (ALH) dan Anak Masih Hidup (AMH). Sementara itu untuk menghitung indeks harapan hidup digunakan nilai maksimum harapan hidup sesuai standar UNDP, dimana angka tertinggi sebagai batas atas untuk penghitungan indeks dipakai 85 tahun dan terendah 25 tahun (standar UNDP).

Hubungan Tingkat Pendidikan Terhadap Tingkat Kemiskinan (skripsi dan tesis)


Pendidikan merupakan sarana untuk membentuk investasi mdal manusia. Investasi tersebut menjadi prioritas utama dalam menciptakan kualitas sumberdaya manusia yang bermutu melalui peningkatan keterampilan dan produktivitas kerja sehingga mendorong pertumbuhan pendapatan nasional. Tingkat pendidikan yang tinggi akan memperlihatkan peningkatan keterampilan dan pengetahuan sehinggga mempengaruhi tingkat produktivitas kerjanya. Produktivitas dapat diukur dengan hasil output yang diperoleh tergantung pada kualitas sumberdaya manusia itu sendiri sehingga tenaga kerja yang mempunyai produktivitas tinggi akan mendapatkan kesejahteraan hidup yang lebih baik melalui peningkatan pendapatan. Dalam mencapai pembangunan ekonomi yang berkelanjutan (sustainable development), sektor pendidikan memainkan peranan sangat stratrgis yang dapat mendukung proses produksi dan aktivitas ekonomi lainnya. Dalam konteks ini, pendidikan dianggap sebagai alat untuk mencapaai target yang berkelanjutan, karena dengan pendidikan aktivitas pembangunan dapat tecapai, sehingga peluang untuk meningkatkan kualitas hidup di masa depan akan lebih baik.
Investasi pendidikan akan mampu meningkatkan kualitas sumberdaya manusia yang diperlihatkan dengan meningkatnya pengetahuan dan keterampilan seseorang, semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka pengetahuan dan keahlian juga akan meningkat sehingga akan mendorong peningkatan produktivitas kerjanya. Rendahnya produktivitas kaum miskin dapat disebabkan oleh rendahnya akses mereka untuk pendidikan (Rasidin K. Dan Bonar M, 20104. Menurut Bank Dunia (2007) kemiskinan memiliki kaitan erat dengan pendidikan yang tidak memadai. Capaian jenjang tingkat pendidikan yang lebih tinggi berkaitan dengan konsumsi rumah tangga yang lebih tinggi. Koefisien korelasi parsial pada umumnya lebih tinggi di daerah perkotaan dibandingkan dengan daerah di pedesaan, baik bagi kepala rumah tangga maupun anggota keluarga lainnya. Hal ini menunjukan bahwa rumah tanngga di daerah perkotaan memperoleh manfaat yang jauh lebih besar dibandingkan dengan rumah tagga di daerah pedesaan untuk setiap tambahan tahun pendidikan

Tingkat Pendidikan (skripsi dan tesis)

Definisi pendidikan menurut kamus besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan; proses, cara, perbuatan mendidik, pendidikan akademis, akademis pendidikan yang berhubungan dengan bidang ilmu (studi) seperti bahasa, ilmu-ilmu sosial, matematika, ilmu pengetahuan alam. Menurut Simmons (dalam Todaro, 1994), pendidikan di banyak negara merupakan cara untuk menyelamatkan diri dari kemiskinan. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka pengetahuan dan keahlian juga akan meningkat sehingga akan mendorong peningkatan produktivitas kerjanya. Rendahnya produktivitas kaum miskin dapat disebabkan oleh rendahnya akses mereka untuk memperoleh pendidikan (Rasidin K dan Bonar M, 2004). Keberadaan pendidikan merupakan khas yang hanya ada pada dunia manusia, dan sepenuhnya ditentukan oleh manusia, tanpa manusia pendidikan tidak pernah ada, human life is just matter of education (Suparlan Suhartono, 2008). Keberadaan kegiatan mendidik tersebut tidak hanya menembus dimensi waktu akan tetapi juga menembus dimensi tempat, dalam arti pendidikan telah berlangsung di segala waktu dan tempat. Oleh karenanya, kegiatan pendidikan dapat dikatakan bersifat fundamental, universal, dan fenomenal. Fundamentalitas pendidikan ini dapat ditentukan dari kedudukan pendidikan sebagai salah satu instrumen utama dan penting dalam meningkatkan segenap potensi anak menjadi sosok kekuatan sumberdaya manusia (human resources) yang berkualitas bagi suatu bangsa. Tanpa melalui pendidikan seorang anak diyakini tidak akan menjadi sosok manusia utuh (a fully functioning person). Universalitas pendidikan dapat dilihat dari proses hiruk pikuk pendidikan yang telah dilakukan umat manusia dalam dimensi waktu maupun 38 tempat. Pada waktu kapanpun dan di manapun pendidikan selalu saja diselenggarakan. Praktek pendidikan diharapkan dapat menciptakan suatu kondisi kemajuan pada semua kelompok masyarakat. Pendidikan diharapkan bisa menjadikan individu dan kelompok masyarakat sebagai warga negara (members of the nationstate) yang baik, sadar akan hak dan kewajibannya disatu sisi, serta dapat mempersiapkan individu dan kelompok masyarakat untuk memasuki pasar tenaga kerja disisi yang lain (Achmad Dardiri, 2005).
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tentang Sistem Pendidikan Nasional juga telah menyebutkan bahwa pendidikan diarahkan untuk mengembangkan segenap potensi yang ada pada diri peserta didik untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan bagi dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. John Dewey, mengartikan pendidikan adalah suatu proses pembentukan kecakapan-kecakapan fundamental baik secara intelektual maupun emosional kearah alam dan sesama manusia. Jean Jaques Rousseau menjelaskan bahwa pendidikan adalah usaha memberi bekal yang tidak ada pada masa kanak-kanak akan tetapi dibutuhkannya pada masa dewasa.
G. Terry Page, J.B. Thomas, dan A.R. Marshall, pendidikan adalah proses pengembangan kemampuan dan perilaku manusia secara keseluruhan. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan, pendidikan didefiniskan sebagai usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan sepiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, 39 akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. Tujuan pendidikan adalah mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan YME, berahlak mulia, sehat berilmu, cakap, kreatif mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Jalur pendidikan yang ada di Indonesia meliputi:
 a. Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang tersetruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, menengah dan tinggi. Jenjang pendidikan formal:
 1) Pendidikan dasar, merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan menengah. Pendidikan dasar berbentuk Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang sederajat serta Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs), atau bentuk lain yang sederajat.
2) Pendidikan menengah, merupakan lanjutan pendidikan dasar. Pendidikan menengah terdiri atas pendidikan menengah umum dan pendidikan menengah kejuruan. Pendidikan menengah berbentuk Sekolah Menengah Atas (SMA), Madrasah Aliyah (MA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), dan Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK), atau bentuk lain yang sederajat.
 3) Pendidikan tinggi, merupakan jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah yang mencakup program pendidikan diploma, sarjana, magister, spesialis, dan doctor yang diselenggarakan oleh pendidikan tinggi. Perguruan tinggi dapat berbentuk akademik, politeknik, sekolah tinggi, institut, atau universitas.
 b. Pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang. Pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan/atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat. Pendidikan ini meliputi pendidikan kecakapan hidup, pendidikan anak usia dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan, dan lain-lain.
 c. Pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan yang berbentuk kegiatan belajar secara mandiri. Hasil pendidikan informal diakui sama dengan pendidikan formal dan nonformal setelah peserta didik lulus ujian sesuai dengan setandar nasional pendidikan. Dalam upaya mencapai pembangunan ekonomi yang berkelanjutan (sustainable development), sektor pendidikan memainkan peranan sangat strategis yang dapat mendukung proses produksi dan aktivitas ekonomi lainnya. Dalam konteks ini, pendidikan dianggap sebagai alat untuk mencapai target yang berkelanjutan, karena dengan pendidikan aktivitas pembangunan dapat tercapai, sehingga peluang untuk meningkatkan kualitas hidup di masa depan akan lebih baik. Analisis atas investasi dalam bidang pendidikan menyatu dalam pendekatan modal manusia. Modal manusia (human capital) adalah istilah yang sering digunakan oleh para ekonom untuk pendidikan, kesehatan, dan kapasitas manusia yang lain yang dapat meningkatkan produktivitas jika hal-hal tersebut ditingkatkan. Pendidikan memainkan kunci dalam membentuk kemampuan sebuah negara untuk menyerap teknologi modern dan untuk mengembangkan kapasitas agar tercipta pertumbuhan serta pembangunan yang berkelanjutan (Todaro, 2004)

Jumlah Penduduk (skripsi dan tesis)


 Lembaga BPS dalam statistik Indonesia (2015) menjabarkan “ Penduduk adalah semua orang yang berdomisili di wilayah geografis Republik Indonesia selama 6 bulan atau lebih dan atau mereka yang berdomisili kurang dari 6 bulan tetapi bertujuan untuk menetap”. P. Todaro (2000), menyatakan bahwa pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan angkatan kerja (yang terjadi beberapa tahun kemudian setelah pertumbuhan penduduk) secara tradisional dianggap sebagai salah satu faktor yang meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Jumlah angkatan kerja yang lebih besar berarti akanmenambah jumlah tenaga produktif, sedangkan pertumbuhan penduduk yang lebih besar berarti meningkatkan ukuran pasar domestiknya. Menurut Maier (di kutip dari Mudrajad Kuncoro,1997) jumlah penduduk dalam pembangunan ekonomi suatu daerah merupakan permasalahan mendasar. Karena pertumbuhan penduduk yang tidak terkendali dapat mengakibatkan tidak tercapainya tujuan pembangunan ekonomi yaitu kesejahteraan rakyat serta menekan angka kemiskinan.
 Ada dua pandangan yang berbeda mengenai pengaruh penduduk pada pembangunan. Pertama, adalah pandangan pesimistis yang berpendapat bahwa penduduk (pertumbuhan penduduk yang pesat) dapat menghantarkan dan mendorong pengurasan sumberdaya, kekurangan tabungan, kerusakan lingkungan, kehancuran ekologis, yang kemudian dapat memunculkan masalah-masalah sosial, seperti kemiskinan, keterbelakangan dan kelaparan (Ehrlich, 1981). Kedua adalah pandangan optimis yang berpendapat bahwa penduduk adalah aset yang memungkinkan untuk mendorong pengembangan ekonomi dan inovasi teknologi dan institusional (Simon dikutip dalam Thomas,et al.,2001: 1985-1986) sehingga dapat mendorong perbaikan kondisi sosial. Di kalangan para pakar pembangunan telah ada konsensus bahwa laju pertumbuhan penduduk yang tinggi tidak hanya berdampak buruk terhadap supply bahan pangan, namun juga semakin membuat kendala bagi pengembangan tabungan, cadangan devisa, dan sumberdaya manusia.
Menurut Todaro (2000) bahwa besarnya jumlah penduduk berpengaruh positif terhadap kemiskinan. Hal itu dibuktikan dalam perhitungan Indek Foster Greer Thorbecke (FGT), yang mana apabila jumlah penduduk bertambah maka kemiskinan juga akan semakin meningkat. Dalam menjelaskan kaitan penduduk dan pembangunan ekonomi, terdapat tiga pendapat yaitu:
 1. Kaum nasionalis: pertumbuhan penduduk akan meningkatkan pembangunan ekonomi.
2. Kelompok Marxist: tidak ada kaitan antara pertumbuhan penduduk dan pembangunan ekonomi.
3. Kelompok neo Malthusian: pertumbuhan penduduk yang tinggi akan mengakibatkan gagalnya pembangunan.
Teori pembangunan Adam Smith yang melihat proses pertumbuhan ekonomi itu dari dua segi yaitu pertumbuhan output (GNP) total, dan pertumbuhan penduduk, Adam Smith juga berpendapat bahwa sesungguhnya ada hubungan yang harmonis dan alami antara pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan ekonomi, dimana pertumbuhan penduduk tergantung pada pertumbuhan ekonomi. Teori pertumbuhan penduduk Thomas Robert Malthus menyatakan bahwa jumlah penduduk tumbuh mengikuti deret ukur exponential growth atau (1, 2, 4, 8, 16, dan seterusnya), sementara jumlah produksi hanya tumbuh mengikuti deret hitung atau linier growth (1, 2, 3, 4, 5, dan seterusnya). Oleh karena sensus penduduk biasanya dilakukan setiap 5 atau 10 tahun sekali, maka diperlukan suatu teknik estimasi, perkiraan atau proyeksi penduduk (Population Projection) untuk memperkirakan jumlah penduduk beserta struktur umumnya dimasa mendatang, sehingga keperluan data penduduk secara mendesak dapat di penuhi. Terdapat tiga jenis perkiraan penduduk, yaitu:
 1. Antar sensus (intercensal)
 2. Sesudah sensus (postcensal)
3. Proyeksi (projection) Intercensal (antar sensus)
 disebut pula interpolasi adalah suatu perkiraan mengenai keadaan penduduk diantara 2 sensus (data) yang kita ketahui.
 Dalam intercensal diasumsikan pertumbuhan penduduk adalah linier, berarti setiap tahun penduduk akan bertambah dengan jumlah yang sama. Proyeksi (projection) definisi proyeksi menurut kamus demografi adalah “perhitungan yang menunjukan keadaan fertilitas, mortalitas dan migrasi di masa yang akan datang” jadi proyeksi penduduk menggunakan beberapa asumsi sehingga jumlah penduduk yang akan datang adalah jumlah penduduk yang dihitung dengna tingkat fetilitas, mortalitas dan migrasi tertentu. Proyeksi dapat dilakukan sebelum sensus (backward projection) dan sesudah sensus (forward projection). Metode proyeksi yang digunakan diantaranya: 1. Mathematical method
a. Linier dengan cara arithmetic dan geometric b. Non linier dengan cara exponential 2. Component method
 Arithmetic rate of growth
 Pertumbuhan penduduk secara arithmetic adalah pertumbuhan penduduk dengan angka pertumbuhan (absolute number) penduduk sama setiap tahunnya.
  Geometric rate of growth
Pertumbuhan penduduk secara geometric adalah pertumbuhan penduduk yang menggunakan dasar pertumbuhan bunga berbunga (pertumbuhan majemuk). Jadi pertumbuhan penduduk dengan tingkat pertumbuhan (rate of growth) penduduk sama setiap tahunnya.
 Exponential rate of growth
 Pertumbuhan penduduk exponential adalah pertumbuhan penduduk secara terus menerus (continuous) dengan angka pertumbuhan (rate) yang konstan.

Hubungan Pengangguran Dengan Tingkat Kemiskinan (skripsi dan tesis)


 Menurut Sadono Sukirno (2004), efek buruk dari pengangguran adalah mengurangi pendapatan masyarakat yang pada akhirnya mengurangi tingkat kemakmuran yang telah dicapai seseorang. Semakin turunnya kesejahteraan masyarakat karena menganggur akan meningkatkan peluang mereka terjebak dalam kemiskinan karena tidak memiliki pendapatan. Apabila pengangguran di suatu negara sangat buruk, kekacauan politik dan sosial selalu berlaku dan menimbulkan efek yang buruk bagi kepada kesejahteraan masyarakat dan prospek pembangunan ekonomi dalam jangka panjang. Penelitian Adit Agus Prastyo (2010) Universitas Diponegoro Semarang yang berjudul “Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Kemiskinan” Studi Kasus 35 Kabupaten/Kota di Jawa Tengah Tahun 2003-2007, menunjukan bahwa variabel pengangguran memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap variabel tingkat kemiskinan