Friday, March 29, 2019

Forced Ranking Scales (skripsi dan tesis)


Forced ranking scales termasuk kedalam skala komperatif yang dihasilkan berupa skala rating atau rank-order bukan skala sikap (nonkomperatif) di mana pada skala ranking ini responden diminta untuk mengurutkan atau memberi ranking atau jenjang yang lebih tinggi ke jenjang yang lebih rendah kemudian jumlah ranking dari semua responden digunakan untuk mendapatkan peringkat ranking dari masing-masing kombinasi dan merek yang ada. Data yang diperoleh dari skala ini termasuk data ordinal yang berbasis ranking bukan data ordinal yang berbasis pada skala likert. Skala ini menjadi sulit digunakan apabila objek yang diranking berjumlah banyak. Banyak variable yang bisa diukur dengan instrumen ini, misalnya tingkat kepentingan atribut, preferensi merek dan kesamaan merek (Simamora, 2005)

Produk dan Atribut Produk (skripsi dan tesis)


Produk merupakan segala sesuatu yang dapat ditawarkan produsen untuk diperhatikan, diminta, dicari, dibeli, digunakan, atau dikonsumsi pasar sebagai pemenuhan kebutuhan atau keinginan pasar yang bersangkutan. Atribut produk merupakan unsur-unsur produk yang dipandang penting oleh konsumen dan dijadikan dasar pengambilan keputusan penelitian. (Tjiptono, 2008)
Positioning berdasarkan atribut produk dari smartphone ini meliputi meliputi desain, fitur, dan layar.Pendekatan positioning selanjutnya adalah berdasarkan harga.Positioning berdasarkan aspek penggunaan dari smartphone ini meliputi kemudahan dalam penggunaan. Positioning berdasarkan manfaat dari smartphone ini meliputi kamera, processor, memori, baterai, dan masa pemakaian

Analisis Positioning (skripsi dan tesis)


Menurut Sutojo (2009) mendefinisikan positioning sebagai tindakan menempatkan diri secara tepat di setiap segmen pasar, dilakukan dengan jalan membandingkan kekuatan dan kelemahan perusahaan dengan perusahaan pesaing yang beroperasi dalam segmen pasar yang sama.
Menurut Tjiptono (2008), paling tidak ada 7 pendekatan yang dapat digunakan untuk melakukan positioning yaitu:
a. Positioning berdasarkan atribut, ciri-ciri atau manfaat bagi pelanggan (attribute
positioning). Pemilihan atribut yang akan dijadikan basis positioning harus
dilandaskan pada 7 kriteria berikut:
- Derajat kepentingan (importance).
- Keunikan (distinctiveness).
- Superioritas.
- Communicability
- Preemptive.
- Terjangkau (affordability).
- Kemampulabaan (profitability).
b. Positioning berdasarkan harga dan kualitas (price and quality positioning).
c. Positioning yang dilandasi aspek penggunaan atau aplikasi (use/application positioning).
d. Positioning berdasarkan pemakai produk (user positioning).
e. Positioning berdasarkan kelas produk tertentu (product class positioning).
f. Positioning berkenaan dengan pesaing (competitor positioning).
g. Positioning berdasarkan manfaat (benefit positioning).
Adapun tujuan pokok analisis positioning adalah:
a. Untuk menempatkan atau memposisikan produk di pasar sehingga produk tersebut terpisah atau berbeda dengan merek-merek yang bersaing.
b. Untuk memposisikan produk sehingga dapat menyampaikan beberapa hal pokok kepada para pelanggan, yaitu untuk apa produk tersebut berdiri, untuk apakah produk tersebut, dan bagaimana produk tersebut menerima evaluasi dari pelanggan

Thursday, March 28, 2019

Pengertian Mahasiswa Keperawatan (skripsi dan tesis)


Mahasiswa dapat didefinisikan sebagai seseorang yang sedang dalam proses belajar serta terdaftar sedang menjalani pendidikan pada salah satu jenjang perguruan tinggi tertentu seperti universitas, sekolah tinggi, institute, akademi, dan politeknik, (Hartaji, 2012: 5). Mahasiswa dalam kamus Bahasa Indonesia (KBI) didefinisikan sebagai orang yang belajar di Perguruan Tinggi (Kamus Bahasa Indonesia Online, kbbi.web.id)
Definisi lain dari mahasiswa adalah individu yang sedang menuntut ilmu ditingkat perguruan tinggi, baik perguruan tinggi negeri maupun swasta atau lembaga lain yang sederajat dengan perguruan tinggi. (Siswoyo2007: 121). Mahasiswa dianggap memiliki kecerdasan dalam berpikirtingkat intelektualitas yang tinggi, serta perencanaan yang baik dalam bertindak. Berpikir kritis serta bertindak dengan cepat dan tepat merupakan sifat yang cenderung melekat pada diri setiap mahasiswa.
Mahasiswa keperawatan adalah seseorang yang dipersiapkan untuk dijadikan perawat profesional di masa yang akan datang.Perawat profesional wajib memiliki rasa tanggung jawab atau akuntabilitas pada dirinya, akuntabilitas merupakan hal utama dalam praktik keperawatan yang profesional dimana hal tersebut wajib adapada diri mahasiswa keperawatan sebagai perawat di masamendatang (Black, 2014). Seorang mahasiswa merupakan golongan akademis dengan intelektual yang terdidik dengan segala potensiyang dimiliki untuk berada di dalam suatu lingkungan sebagai agen perubahan. Mahasiswa mempunyai tanggung jawab yang besar untuk dapat memecahkan masalah dalam bangsanya, maka dari itu mahasiswa bertanggung jawab dan mempunyai tugas dalam hal akademis ataupun organisasi (Oharella, 2011)
b.      Kode Etik Mahasiswa Kepetawatan
Koeswadji dalam Praptianingsih (2008) mengatakan bahwa kode etik dapat ditinjau dari empat segi, yaitu segi arti, fungsi,isi dan bentuk :
1)      Arti kode etik atau etika adalah pedoman perilaku bagi pengemban profesi. Perilaku yang dimaksud adalah perilaku yang berisikan hak dan kewajiban yang didasarkan moral dan perilaku yang sesuai dan atau mendukung standar profesi.
2)      Fungsi kode etik adalah sebagai pedoman perilaku bagi para pengemban profesi, dalam hal in perwat, sebagai tenaga kesehatan dalam upaya pelayanan kesehatan dan atau kode etik juga sebagai norma etik yang berfungsi sebagaai sarana kontrol sosial, sebagai pencegah campur tangan pihak lain, dan sebagai pencegah kesalahpahaman dan konflik yang terjadi.
3)      Isi kode etik berprinsip dalam upaya pelayanan kesehatan adalah prinsip otonomi yang berkaitan dengan prinsip veracity, non-maleficence, beneficence, confidentiality dan justice.
4)      Bentuk kode etik keperawatan indonesia sendiri adalah Keputusan Musyawarah Nasional IV Persatuan Perawat Nasional Indonesia pada tahun 1989 tentang pemberlakuan kode etik keperawatan.
Menurut Nasrullah (2014), konsep etik keperawatan menegaskan bahwa perawat harus mempunyai kemampuan yang baik, berfikir kritis dan rasional, bukan emosional saat membuat keputusan etis. Apabila terjadi konflik antara prinsip dan aturan dalam keperawatan maka teori- teori etik digunakan dalam pembuatan keputusan. Terdapat beberapa teori terkait prinsip kode etik keperawatan, diantaranya :
1)      Teleologi yaitu suatu tindakan ditentukan oleh hasil akhir yang terjadi yang menekankan pada pencapaian hasil dengan kebaikan maksimal serta ketidakbaikan sekecil-kecilnya..
2)      Deontologi yaitu teori yang berprinsip pada aksi atau tindakan serta tidak menggunakan pertimbangan, misalnya seperti tindakan abortus yang dilakukan untuk menyelamatkan nyawa ibu. Hal ini dikarenakan setiap tindakan mengakhiri hidup khususnya calon bayi merupakan tindakan yang buruk secara moral.
3)      Keadilan (justice) yaitu teori yang menyatakan bahwa mereka yang setara harus diperlakukan setara, sedangkan yang tidak setara harus diperlakukan tidak setara sesuai dengan kebutuhan mereka.
4)      Otonomi adalah setiap individu memiliki kebebasan untuk memilih tindakan sesuai dengan rencana yang mereka pilih. Akan tetapi, pada teori ini mengalami terdapat masalah yang muncul dari penerapannya yakni adanya variasi kemampuan otonomi pasien yang mempengaruhi banyak hal seperti halnya kesadaran, usia dan lainnya.
5)      Kejujuran (veracity) merupakan dasar terbentuknya hubungan saling percaya antara perawat serta pasien. Kejujuran berarti perawat tidak boleh membocorkan data pasien atau informasi penting terkait pasien tanpa sepertujuan pasien.
6)      Ketaatan (fidelity) adalah pada dasarnya ketaatan berprinsip pada tanggung jawab untuk tetap setia pada suatu kesepakatan bersama antara perawat dan pasien serta keluarga pasien yang meliputi tanggung jawab menjaga janji, mempertahankan dan memberikan perhatian.

Pembelajaran Inetgritas Akademik di Perguruan Tinggi (skripsi dan tesis)


UU No. 12 Tahun 2012 Pasal 1, menyatakan bahwa pendidikan tinggi adalah jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah yang mencakup program diploma, program sarjana, program magister, program doktor dan program profesi serta program spesialis yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi berdasarkan kebudayaan bangsa Indonesia (Republik Indonesia, 2012). Lebih lanjut pasal 1 ayat 6 juga menyebutkan bahwa perguruan tinggi merupakan satuan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan tinggi. Sedangkan dalam ayat 15 disebutkan bahwa mahasiswa adalah peserta didik pada jenjang pendidikan tinggi (Republik Indonesia, 2012). Dalam pasal 1 ayat 12 tertulis bahwa pembelajaran adalah proses interaksi mahasiswa dengan dosen dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar (Republik Indonesia, 2012).
Menurut Purnamasari (2013), salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah kecurangan akademik adalah mengubah perilaku dan persepsi mahasiswa. Melalui penerapan pendidikan karakter dalam kegiatan perkuliahan, diharapkan pada diri mahasiswa tertanam enam nilai karakter, meliputi perilaku taat beribadah, sikap jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli, dan kerja sama (Mutaqin, 2014). Integritas akademik secara luas dipandang dengan cara yang berbeda di kalangan mahasiswa kedokteran. Kebijakan dan intervensi yang efektif dari fakultas diperlukan untuk mengendalikan perilaku curang ini di masa depan dokter untuk mengoptimalkan praktek medis (Hejri et al., 2013).
1)   Kecurangan
Kecurangan berarti menyalin dari siswa lain selama ujian, salah satu bentuk pelanggaran yang telah menjadi salah satu perhatian terbesar dari lembaga pendidikan (Wilkinson, 2009). Kecurangan melibatkan kepemilikan, komunikasi atau penggunaan informasi, bahan, catatan, alat bantu belajar atau perangkat lain tidak diizinkan oleh instruktur dalam latihan akademis, atau komunikasi dengan orang lain selama latihan seperti itu. Banyak siswa menyontek hanya untuk menerima passing grade dan terkesan orang tua dan guru mereka. kecurangan akademik disebabkan oleh berbagai alasan; tekanan orang tua, tekanan guru dan manajemen waktu yang buruk.
Banyak siswa dapat menipu untuk mengesankan orang tua mereka, berharap bahwa membawa pulang nilai yang baik dapat menyebabkan mereka menerima beberapa pujian yang baik dan manfaat. Tekanan guru akan menghasilkan kebutuhan bagi siswa untuk menipu akademis. kecurangan akademik adalah berkembangnya kekhawatiran di kalangan remaja di sekolah-sekolah di seluruh dunia. Ini adalah masalah yang dimulai di sekolah dasar dan berlangsung sampai perguruan tinggi. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa kecurangan akademik adalah masalah serius di semua tingkatan pendidikan di seluruh dunia (Mc Cabe, Terivino, & Butterfield, 2001).
Kecurangan akademik didefinisikan sebagai perubahan ilegal kelas satu, penggunaan membantu bahan saat tes tanpa izin atau mewakili karya orang lain sebagai miliknya sendiri. kecurangan akademik juga setiap tindakan lain dari ketidakjujuran atas nama mahasiswa, guru atau dosen di lingkungan akademik. Hal ini diyakini bahwa kecurangan akademik lebar tersebar di semua tingkat pendidikan sementara itu biasanya dimulai di kalangan siswa pada usia 10 sampai 14.
2)   Bentuk Kecurangan Akademik
      Kecurangan dapat berbentuk catatan boks, melihat dari atas bahu seseorang selama ujian atau berbagi terlarang informasi antara siswa mengenai ujian atau latihan. Banyak metode yang rumit dari kecurangan telah dikembangkan selama bertahun-tahun. Misalnya, siswa telah didokumentasikan catatan bersembunyi di kamar mandi toilet tangki, di pinggirannya topi baseball atau lengan baju mereka. Juga, menyimpan informasi dalam grafik kalkulator, pager, ponsel, dan perangkat elektronik lainnya telah dipotong sejak revolusi informasi dimulai. Sementara siswa telah lama diam-diam mengamati tes dari mereka duduk dekat mereka, beberapa Siswa secara aktif mencoba untuk membantu mereka yang mencoba untuk menipu.
3)   Pencegahan Kecurangan Akademik
a)     Mempromosikan Integritas Akademik
      Integritas akademik adalah kode moral atau politik etis dari akademisi. Ini termasuk nilai-nilai seperti menghindari kecurangan atau plagiarisme, pemeliharaan standar akademik, kejujuran dan ketelitian dalam penelitian dan penerbitan akademis. integritas akademik berarti kejujuran dan tanggung jawab dalam beasiswa. tugas-tugas akademik yang ada untuk membantu siswa belajar; nilai yang ada untuk menunjukkan bagaimana sepenuhnya tujuan ini tercapai.
b)   Komunikasi antara Orangtua dan Anak
      Orang tua dapat memainkan peran penting untuk mengurangi kecurangan siswa. Orang tua dapat berbicara dengan anak-anak tentang bagaimana perasaan mereka secara akademis serta apakah anak mereka merasa stres. Kadangkala siswa melakukan penipuan karena mereka melihatnya sebagai satu-satunya cara untuk memenuhi harapan tinggi yang dibebankan kepada mereka.
c)    Anggota Fakultas Baik
      Guru dapat memainkan peran penting untuk mengurangi kecurangan siswa. Salah satu cara paling efektif untuk mencegah kecurangan akademik adalah untuk secara jelas menginformasikan siswa dari harapan Anda dan kebijakan sekolah. Sebuah percakapan jujur ​​dengan siswa dapat membantu mencegah masalah dan mengirimkan jelas

Disintegritas akademik (skripsi dan tesis)


      Sebuah studi internasional, menemukan bahwa siswa diidentifikasi berdasarkan metode kecurangan yang cukup sama dalam tiga kategori besar, yaitu menulis, komunikasi visual/lisan, dan lain-lain. Kategori menulis melibatkan penggunaan buku catatan, menulis catatan pada tubuh, dan menulis pada pakaian atau hal-hal lainnya. Aspek visual melibatkan menyalin ujian orang lain, meminta jawaban, atau memiliki siswa lain ikut ujian. Kelompok lain-lain yang terlibat pemprograman kalkulator, menggunakan telepon seluler, dan menyembunyikan catatan atau buku di kamar mandi (Bernad, et al., 2008).
      Perilaku tidak jujur dalam aktivitas akademik seringkali mengisi pemberitaan media massa di Indonesia, baik media cetak maupun media elektronik (Widhi, 2014). Wood dan Warnken (2004) mengklasifikasikan delapan aktifitas yang tergolong kecurangan akademik (academic cheating) yaitu:
a.         Plagiarism, yakni aktivitas individu yang meniru (initate) dan/atau mengutip (secara identik tanpa melakukan modifikasi) terhadap pekerjaan orang lain dengan tidak mencantumkan nama penulis aslinya
b.        Collusion, yakni kerjasama yang tidak diperbolehkan dalam mengerjakan tugas individual maupun ujian.
c.         Falsificationyakni melakukan pemalsuan hasil pekerjaan orang lain yang diakui sebagai hasil pekerjaannya dengan cara megganti nama orang lain tersebut dengan namanya sendiri.
d.        Replicationyakni upaya memasukkan atau mengumpulkan tugas yang sama atau hasil dari pekerjaan, baik secara keseluruhan maupun sebagian menggunakan catatan atau perangkat yang tidak diperbolehkan selama ujian dan/atau membawa dan/atau mencari copy soal sebelumnya;
e.         Memperoleh dan/atau mencari copy jawaban ujian dan/atau soal;     
f.         Berkomunikasi atau mencoba berkomunikasi dengan sesama peserta ujian untuk memperoleh jawaban selama ujian berlangsung;
g.        Menjadi orang yang pura-pura tidak tahu jika ada yang sedang melakukan kecurangan atau bahkan menjadi pihak penghubung antar peserta ujian yang bekerja sama/melakukan kecurangan (Wood   & Warnken, 2004).
      Ketidakjujuran akademik meluas di sekolah-sekolah medis dan keperawatan kesehatan di seluruh dunia. Ini memiliki efek merugikan pada praktek medis karena siswa yang curang selama sekolah kedokteran mengikuti pola perilaku yang sama di kemudian hari dalam mereka bekerja dengan pasien (Douglas et al., 2014). Menurut Purnamasari (2013) perilaku kecurangan akademik memiliki berpotensi merusak citra dan harapan masyarakat terhadap lulusan sarjana. Banyaknya kecurangan akademik yang dilakukan mahasiswa dapat berdampak negatif bagi berbagai pihak. Akibat dari kecurangan akademik akan memunculkan dalam diri mahasiswa perilaku atau watak yang tidak percaya diri, tidak disiplin, tidak bertanggung jawab, tidak kreatif, tidak berprestasi, tidak mau membaca buku pelajaran tapi siswa lebih rajin membuat catatan-catatan kecil untuk bahan menyontek. Budaya curang yang terbentuk dalam diri mahasiswa akan mengikis budaya baik yang ada seperti budaya disiplin dalam lembaga pendidikan sehingga dampaknya tidak hanya akan merusak integritas dari pendidikan itu sendiri, tetapi bisa menyebabkan perilaku yang lebih serius seperti tindakan kriminal (Mulyawati2010) 

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Integritas Akademik (skripsi dan tesis)


                  Salah satu permasalahan dalam dunia pendidikan yang bisa terjadi dimana saja adalah kecurangan akademik (Purnamasari, 2013). Menurut Robert dan Hai-Jew (2009) faktor penyebab ketidakjujuran akademik dapat dipisahkan menjadi eksternal dan internal. Nilai dapat dibuat secara sosial antara masyarakat dan tertanam dalam budaya. Nilai- nilai lain mungkin internal untuk individu dan mungkin menjadi faktor tahap perkembangan mereka (Robert & Hai-Jewe, 2009).
a.    Faktor eksternal
            Dalam beberapa tahun terakhir, telah ada beberapa penelitian yang telah difokuskan pada ketidakjujuran akademik dalam skala internasional (McCabe et al., 2008). Beberapa peneliti menemukan bahwa kecurangan lebih sering ditemukan dalam budaya kolektif, sementara yang lain menemukan kecurangan akademik secara individualistis (Robert & Hai-Jewe, 2009).
          Faktor eksternal yang berhubungan dengan kompetisi mempengaruhi ketidakjujuran akademik. Ini mungkin termasuk tekanan untuk mencapai nilai bagus, kecemasan, lingkungan kelas, kebijakan akademik dan masalah prestasi (Higbee dan Thomas, 2002). Selain itu, ada faktor situasional, seperti tekanan untuk berhasil di kampus, pekerjaan di luar kampus dan beban persyaratan beasiswa yang memiliki sedikit efek pada ketidak jujuran akademik (Carpenter et al., 2006). Tantangan ketidakjujuran akademik tidak hanya berlaku untuk mahasiswa tingkat sarjana, tetapi tingkat magister dan doktorpun juga. (Mitchell dan Carroll, 2008). Disamping itu, terdapat faktor eksternal yang meliputi pengawasan pengajar, penerapan peraturan, tanggapan pihak fakultas terhadap kecurangan, perilaku siswa lainnya dan asal negara pelaku kecurangan (Primaldhi, 2010).
Menurut Bali (2013), komitmen Dosen selaku faktor eksternal dari mahasiswa bertanggung jawab juga terhadap pembentukan karakter mahasiswa yang baik seperti Integritas Akademik.
Berdasarkan uraian di atas, maka faktor eksternal yang dianalisis dalam penelitian ini adalah kompetisi, situasional, pengawasan dan penerapan peraturan, serta komitmen dosen.
b.   Faktor internal
          Dalam hal faktor internal, (Angel, 2004) menemukan beberapa hubungan dengan kemampuan dalam kepribadian seseorang. Faktor demografi tidak begitu mempengaruhi apakah mahasiswa akan terlibat dalam kecurangan akademik atau tidak, dalam penelitian ditemukan sedikit atau tidak ada korelasi antara ketidakjujuran akademik dan etnis, atau ketidakjujuran akademik dengan keyakinan agama. Mahasiswa lama cenderung sering melakukan kecurangan akademik daripada mahasiswa baru (Carpenter et al., 2006). Faktor yang bersifat internal antara lain adalah academic self-efficacy, indeks prestasi akademik (IPK), etos kerja, self-esteem, kemampuan/kompetensi motivasi akademik, need for approval belief, sikaptingkat pendidikan, teknik belajar (study technique)¸ serta moralitas (Primaldhi, 2010).
Faktor internal yang mempengaruhi kecurangan akademik menurut Purnamasari (2013) antara lain :
1)      Efikasi diri akademik
Proses kognitifmerupakan salah satu aspek yang mempengaruhi proses utama efikasi diri. Proses kognitif memiliki fungsi utama yang memungkinkan individu untuk dapat memprediksi kejadian, dan mengembangkan cara untuk dapat mengendalikan kehidupannya. Keterampilan problem solving yang efektif memerlukan proses kognitif untuk dapat memproses berbagai informasi yang diterima. Oleh karenanya dapat diasumsikan semakin efektif kemampuan individu dalam analisis serta dalam mengungkapkan ide-ide atau gagasan pribadi, maka akan semakin baik individu tersebut dalam bertindak dengan tepat untuk mencapai tujuan yang diharapkan


2)      Perkembangan Moral
Perkembangan moral dapat didefinisikan sebagai perubahan penalaran, perasaan, serta perilaku tentang standar mengenai benar dan salah (Santrock, 2007: 117). Perkembangan moral terdiri dari tiga aspek, yaitu pemikiran, perilaku serta perasaan. Ide dalam hal pemikiran meliputi bagaimana seseorang berpikir akan aturan-aturan yang menyangkut etika berperilaku. Ide dasar dalam hal perilaku meliputi bagaimana mahasiswa sebaiknya berperilaku dalam situasi moral. Ide dasar dalam hal perasaan meliputi bagaimana perasaan mahasiswa mengenai masalah-masalah moral. Pikiran, perilaku serta perasaan dapat terlibat dalam kepribadian moral individu. Kepribadian moral kemudian dijadikan dimensi yang keempat sebagai ide dasar perkembangan moral.
3)      Religi
Menurut Glock & Stark (dalam Ancok dan Suroso, 2011religi diartikan sebagai sistem simbol, sistem keyakinan, sistem nilai, serta sistem perilaku yang terlembagakan, yang semuanya berpusat pada persoalan-persoalan yang dihayati sebagai yang paling maknawi. Aspek dalam religi ada beberapa, namun yang berhubungan dengan penelitian ini adalah aspek akhlak, karena menunjuk pada bagaimana seseorang berperilaku yang dimotivasi oleh ajaran-ajaran agamanya, yakni bagaimana seorang individu berelasi dengan dunianya, terutama berelasi dengan manusia lain. Akhlak merupakan perbuatan yang mencakup perilaku suka bekerjasama, menolong, tidak menipu, tidak korupsi, tidak mencuri
        Tiga elemen kunci kecurangan (The Fraud Triangledapat memberikan gambaran apa yang mendasari seseorang melakukan perbuatan fraud/kecurangan, yakni tekanan (pressure), kesempatan (opportunity), dan rasionalisasi (rationalization). Risiko kecurangan juga dapat diminimalisir, jika salah satu dari ketiga elemen tersebut atau bahkan seluruhnya dapat diminimalisir (Albrecht et al., 2012).
Peningkatkan pencegahan dan pendeteksian kecurangan perlu mempertimbangkan elemen keempat. Di samping menangani pressure, opportunity, dan rationalization juga harus mempertimbangkan indivual’s capability (kemampuan individu). Keempat elemen ini dikenal sebagai “Fraud Diamond” (Wolfe dan Hermanson, 2004)

1)        Tekanan (pressure), mencakup: tekanan karena faktor keuangan, tekanan yang datang dari pihak eksternal, kebiasaan buruk yang dimiliki seseorang, serta tekanan lain-lain (Albrecht et al., 2012).
2)        Kesempatan (opportunity), mencakup: ketidakmampuan untuk menilai kualitas dari suatu kinerja, kurangnya pengendalian untuk mencegah atau mendeteksi pelanggaran, ketidaktahuan, apatis, kegagalan dalam mendisiplinkan pelaku fraud, ataupun kemampuan yang tidak memadai dari korban fraud dan kurangnya akses informasi (Albrecht et al., 2012).
3)        Rasionalisasi (rationalization), yakni konflik internal dalam diri pelaku sebagai upaya untuk membenarkan tindakan fraud yang dilakukannya (Albrecht et al.,   2012).
4)        Indivual’s capability (kemampuan individu) yaitu sifat-sifat pribadi dan kemampuan dalam kecurangan yang mungkin benar-benar terjadi bahkan dengan kehadiran tiga unsur lainnya (Wolfe dan Hermanson, 2004).
Berdasarkan uraian di atas, maka faktor internal yang dianalisis dalam penelitian ini didasarkan pada pendapat Purnamasari (2013) antara lain Efikasi diri akademikPerkembangan Moral dan Religi.