Wednesday, April 1, 2020

Pengaruh Volume Perdagangan terhadap Volatilitas Harga Saham (skripsi dan tesis)

 Volume perdagangan saham adalah banyaknya lembaran saham suatu emiten yang diperjualbelikan di pasar modal setiap hari dengan tingkat harga yang disepakati oleh pihak penjual dan pembeli saham (Wiyani, 2005). Seperti dijelaskan pada berbagai teori model hubungan antara volume perdagangan dengan volatilitas harga saham yaitu volume perdagangan berpengaruh terhadap volatilitas harga saham karena volume perdagangan mencerminkan informasi yang diterima oleh pelaku pasar (Chan dan Fong, 2000). Informasi yang diterima pelaku pasar baik  informasi publik maupun informasi non publik akan diinterpretasikan berbeda oleh masing-masing investor. Namun pada umumnya apabila tidak ada informasi mengenai saham, investor lebih cenderung untuk tetap memegang saham mereka (hold), hal ini mengakibatkan volume perdagangan menurun karena tidak banyak saham yang dijual. Volume perdagangan yang menurun mengakibatkan volatilitas juga menurun karena harga saham tidak banyak bergerak. Begitu pula sebaliknya, apabila investor menerima informasi yang banyak mengenai suatu saham, maka investor akan banyak menjual saham mereka, hal ini akan berakibat meningkatnya volume perdagangan. Akibat dari peningkatan volume perdagangan tersebut, maka volatilitasnya juga akan naik. Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa volume perdagangan berpengaruh positif terhadap volatilitas harga saham

Order Imbalance (skripsi dan tesis)

Order imbalance disebut juga net order flow yaitu perbedaan absolut antara volume harga penawaran dan volume harga permintaan per saham per hari. Dalam penelitian Chan dan Fong (2000) order imbalance terbukti berpengaruh terhadap volatilitas harga saham. Serupa dengan penelitian yang dilakukan oleh Chordia (2002) menunjukkan bahwa order imbalance memiliki pengaruh yang kuat terhadap tingkat pengembalian pasar masa lalu, yang dibuktikan dengan sikap kontrarian. Penelitian tersebut juga menyebutkan bahwa order imbalances mempengaruhi likuiditas dan tingkat pengembalian pada level pasar agregat. Volatilitas dipengaruhi oleh net order inflow, karena para pelaku pasar tidak dapat membedakan order penawaran atau permintaan itu berasal dari informed atau liquidity trader sehingga mereka akan menginterpretasikan informasi dari net order inflow (Admati dan Pfleiderer, 1988). Dalam pasar modal seperti pasar pada umumnya, terbentuknya harga merupakan tarik  menarik antara kekuatan pembeli dan penjual. Harga akan naik jika terjadi kelebihan permintaan dan akan turun jika terjadi kelebihan penawaran sehingga order imbalance (yang diukur dari perbedaan absolut antara volume penawaran dan volume permintaan) dihipotesiskan akan berpengaruh pada volatilitas harga saham di Bursa Efek Indonesia

Frekuensi Perdagangan (skripsi dan tesis)

Frekuensi perdagangan saham adalah berapa kali terjadinya transaksi jual beli pada saham yang bersangkutan pada waktu tertentu (Rohana dkk., 2003). Menurut (Ang, 1997) frekuensi perdagangan saham adalah jumlah transaksi perdagangan saham pada periode tertentu. Frekuensi  perdagangan menggambarkan berapa kali saham suatu emiten diperjualbelikan diantara investor di pasar modal dalam kurun waktu tertentu. Semakin tinggi frekuensi perdagangan suatu saham menunjukkan bahwa saham tersebut semakin aktif diperdagangkan. Frekuensi perdagangan dapat digunakan untuk melihat likuiditas sebuah saham. Saham-saham dengan frekuensi perdagangan yang tinggi menunjukan saham tersebut secara aktif diperdagangkan di pasar modal. Frekuensi yang tinggi juga menunjukan tingginya minat investor terhadap saham tersebut. Minat yang tinggi dari investor biasanya akan diikuti oleh meningkatnya jumlah permintaan akan saham. Terjadinya peningkatan permintaan saham maka secara tidak langsung akan terjadi peningkatan frekuensi perdagangan (Ang, 1997). Dalam aktivitas bursa efek ataupun pasar modal, aktivitas frekuensi perdagangan saham merupakan salah satu elemen yang menjadi salah satu bahan untuk melihat reaksi pasar terhadap sebuah informasi yang masuk pada pasar modal. Perkembangan harga saham dan aktivitas frekuensi perdagangan saham di pasar modal merupakan indikasi penting untuk mempelajari tingkah laku pasar sebagai acuan pelaku pasar dalam menentukan transaksi di pasar modal. Biasanya investor akan mendasarkan keputusan pada berbagai informasi dalam pasar modal atau lingkungan luar dari pasar modal tersebut (Sunartri, 2004 dalam Gunawan dan Yulia Indah, 2005). 
 Frekuensi perdagangan merupakan pengukur paling tepat terhadap aliran informasi yang diterima oleh para investor, hal ini ditunjukkan dalam penelitian Jones, Kaul, dan Lipson (1994), hasil penelitian menunjukkan bahwa explanatory power regresi monoton ditimbulkan oleh frekuensi perdagangan, meskipun size berpengaruh namun secara ekonomi, signifikansi sangat kecil. Di samping itu, penelitian yang dilakukan oleh Chan dan Fong (2000) juga membuktikan bahwa hubungan volume dengan volatilitas digerakkan secara monoton oleh frekuensi perdagangan dibandingkan dengan total volume

Volume Perdagangan (skripsi dan tesis)

Volume perdagangan saham adalah jumlah lembaran saham suatu emiten yang diperjualbelikan di pasar modal setiap hari dengan tingkat harga yang disepakati oleh pihak penjual dan pembeli saham. Volume perdagangan ini seringkali dijadikan tolok ukur (benchmark) untuk mempelajari informasi dan dampak dari berbagai kejadian. Aktivitas volume perdagangan digunakan untuk melihat penilaian suatu informasi oleh investor individual dalam arti informasi tersebut membuat suatu keputusan perdagangan ataukah tidak. Hal ini berkaitan dengan salah satu motivasi investor dalam melakukan transaksi jual beli saham yaitu penghasilan yang berkaitan dengan capital gain. Menurut Bar – Yosef dan Brown (1977), volume perdagangan kecil dapat merupakan suatu tanda yang menunjukkan ketidakpastian atau ketidakyakinan dari para investor di masa yang akan datang. Fama (1970), membagi efisiensi pasar modal dalam tiga bentuk yaitu efisiensi pasar bentuk kuat (strong-form efficiency), efisiensi pasar bentuk setengah kuat (semi-strong-form efficiency), dan efisiensi pasar bentuk lemah (weak-form efficiency). 
Beberapa penelitian yang menguji tingkat efisiensi pasar modal Indonesia menunjukkan bahwa pasar modal Indonesia memiliki efisiensi bentuk lemah (weak form efficiency). Keadaan pasar weak form efficiency menyatakan bahwa harga sekuritas telah mencerminkan semua data historis yang terjadi, sehingga informasi tentang harga, volume ataupun analisa pergerakan trend tidak dapat digunakan untuk mendapatkan keuntungan lebih. Data tentang harga dan volume juga sangat mudah didapatkan, sehingga jika data tersebut dapat memberikan sinyal yang tepat bagi investor maka hampir semua investor dapat menggunakan informasi ini. Ketika informasi dari data historis memberikan sinyal untuk membeli, maka seluruh investor akan dapat menangkap sinyal tersebut, maka yang terjadi adalah pergerakan secara tiba-tiba, hal inilah yang menyebabkan tingkat volatilitas tinggi. Salah satu dampak atau ciri dari pasar dengan kategori weak form efficiency ini adalah tingginya tingkat volatilitas

Volatilitas Harga Saham (skripsi dan tesis)

Volatilitas adalah pengukuran statistik untuk fluktuasi harga selama periode tertentu (Firmansyah, 2006). Ukuran tersebut menunjukkan penurunan dan peningkatan harga dalam periode yang pendek dan tidak mengukur tingkat harga, namun derajat variasinya dari satu periode ke periode berikutnya. Mengingat volatilitas dapat direpresentasikan dengan simpangan baku (standard deviation), publik juga mempersepsikan volatilitas sebagai risiko. Semakin tinggi tingkat volatilitas, semakin tinggi pula tingkat ketidakpastian dari imbal hasil (return) saham yang dapat diperoleh. Salah satu dari sepuluh prinsip manajemen keuangan menyatakan bahwa investor tidak akan mau mengambil risiko yang lebih tinggi kecuali apabila dapat memperoleh kompensasi berupa return yang lebih tinggi (high risk, high return) (Keown et al., 2003). Volatilitas harga saham terjadi akibat masuknya informasi baru ke dalam pasar atau bursa. Akibatnya para pelaku pasar melakukan penilaian kembali terhadap asset yang mereka perdagangkan. Pada pasar yang efisien, tingkat harga akan melakukan penyesuaian dengan cepat sehingga harga yang terbentuk mencerminkan informasi baru tersebut (Anton, 2006). Pergerakan harga saham selalu berubah-ubah hal ini sesuai dengan teori Random Walk yang menyatakan bahwa harga saham di masa lampau serta arah harga saham atau pasar secara keseluruhan tidak dapat dipakai sebagai alat untuk meramal pergerakan harga saham di masa mendatang. Sebab, harga saham bergerak secara acak (random) dan tidak dapat diprediksi. Peluangnya untuk naik sama dengan peluangnya untuk turun. Tapi, dalam jangka panjang, harga saham akan cenderung meningkat. Dengan kata lain, teori ini menyatakan bahwa harga saham bergerak ke arah yang acak dan tidak dapat diperkirakan. Jadi tidak mungkin seorang investor dapat memperoleh return melebihi return pasar tanpa menanggung risiko lebih. Menurut Schwert dan W. Smith, Jr. (1992) dalam Hugida (2010) terdapat lima jenis volatilitas dalam pasar keuangan, yaitu future volatility, historical volatility, forecast volatility, implied volatility, dan seasonal volatility.
 a. Future Volatility
 Future volatility adalah apa yang hendak diketahui oleh para pemain dalam pasar keuangan (trader). Volatilitas yang paling baik adalah yang mampu menggambarkan penyebaran harga di masa yang akan datang untuk suatu underlying contract. Secara teori angka tersebut merupakan yang kita maksud ketika kita membicarakan input volatilitas ke dalam model teori pricing. Trader jarang membicarakan future volatility karena masa depan tidak mungkin diketahui. 
b. Historical Volatility 
Untuk dapat mengetahui masa depan maka perlu mempelajari masa lalu. Hal ini dilakukan dengan membuat suatu permodelan dengan teori pricing berdasarkan data masa lalu untuk dapat meramalkan volatilitas pada masa yang akan datang. Terdapat bermacam-macam pilihan dalam menghitung historical volatility, namun sebagian besar metode bergantung pada pemilihan dua paremeter, yaitu periode historis dimana volatilitas akan dihitung, dan interval waktu antara perubahan harga. Periode historis dapat berupa jadi empat belas hari, enam bulan, lima tahun, atau lainnya. Interval waktu dapat berupa harian, mingguan, bulanan, atau lainnya. Future volatility dan historical volatility terkadang disebut sebagai realized volatility. 
c. Forecast Volatility 
Seperti halnya terdapat jasa yang berusaha meramalkan pergerakan arah masa depan harga suatu kontrak demikian juga terdapat jasa yang berusaha meramalkan volatilitas masa depan suatu kontrak. Peramalan bisa jadi untuk suatu periode, tetapi biasanya mencakup periode yang identik dengan sisa masa option dari underlying contract.
 d. Implied Volatility 
Umumnya future, historical, dan forecast volatility berhubungan dengan underlying contract. Implied volatility merupakan volatilitas  yang harus kita masukkan ke dalam model teoritis pricing untuk menghasilkan nilai teoritis yang identik dengan harga option di pasar.
 e. Seasonal Volatility
 Komoditas pertanian tertentu seperti jagung, kacang, kedelai, dan gandum sangat sensitif terhadap faktor-faktor volatilitas yang muncul dari kondisi cuaca musim yang jelek. Oleh karena itu berdasarkan faktor-faktor tersebut seseorang harus menetapkan volatilitas yang tinggi pada masa-masa tersebut

Indeks Harga Saham (skripsi dan tesis)

Harga saham terbentuk pasar sekunder yaitu di Bursa Efek Indonesia. Harga saham sangat dipengaruhi oleh permintaan dan penawaran di pasar modal. Pergerakan harga saham dapat dilihat dari indeks harga saham. Indeks harga saham merupakan indikator utama yang menggambarkan pergerakan harga saham (Darmadji dan Fakhruddin, 2001). Pergerakan angka indeks harga saham menjadi suatu indikator yang penting bagi investor untuk menentukan jika sewaktu-waktu mereka ingin menjual, 16 menahan (holding)atau membeli satu atau beberapa saham. Untuk itu perlu diketahui berbagai angka indeks yang terdapat di BEI berikut ini: 
a. Indeks Harga Saham Individual/IHSI (Individual Index) Merupakan indeks yang menggunakan harga setiap saham sebagai harga dasarnya. Bursa efek memberikan angka dasar IHSI sebesar 100 ketika saham diluncurkan pada pasar perdana dan berubah sesuai dengan perubahan pasar.
 b. Indeks Harga Saham Sektoral (Sector Stock Price Index) Merupakan sebuah indeks yang menggunakan semua saham yang termasuk ke dalam masing-masing sektor, yaitu: Sektor Primer/Ekstraktif (meliputi pertanian dan pertambangan), Sektor Sekunder/Industri Manufaktur (meliputi industri dasar dan kimia, aneka industri, dan industri barang konsumsi), dan Sektor Tersier/Jasa (meliputi properti dan real estate, transportasi dan infrastruktur, keuangan serta perdagangan, jasa dan investasi). Perhitungan harga dasar masing-masing sektor didasarkan pada harga akhir setiap saham pada tanggal 28 Desember1995. Indeks ini mulai diberlakukan tanggal 2 Januari 1996.
 c. Indeks Harga Saham Gabungan/IHSG (Jakarta Composite Index) Merupakan indeks yang menggunakan semua saham yang tercatat sebagai komponen perhitungan indeks. Tanggal 10 Agustus 1982 ditetapkan sebagai hari dasar dengan nilai indeks 100.
 d. Indeks LQ45 (LQ45 Index) Merupakan indeks yang terdiri dari 45 saham perusahaan publik yang mempunyai kapitalisasi pasar dan likuiditas yang tinggi. Indeks LQ45 menggunakan hari dasar tanggal 13 Juli 1994. Untuk seleksi awal digunakan data dari Juli 1993-Juni 1994. Hasilnya terpilih 45 emiten yang mewakili 72% dari total kapitalisasi pasar dan 72,5% dari nilai transaksi di pasar reguler
 e. Indeks Syariah (Jakarta Islamic Index/JII) JII adalah suatu indeks yang terdiri dari 30 saham yang didasarkan pada Hukum Islam. S
aham yang masuk dalam indeks ini adalah saham yang dikeluarkan oleh issuers yang menjalankan aktivitas bisnis mereka dengan kriteria sebagi berikut: 
1) Tidak melakukan usaha perjudian dan permainan yang tergolong judi. 
2) Tidak melakukan usaha lembaga keuangan konvensional (ribawi), termasuk perbankan dan asuransi konvensional. 
3) Tidak melakukan usaha yang memproduksi, mendistribusi, menyediakan dan memperdagangkan makanan dan minuman yang tergolong haram. 
4) Tidak melakukan usaha yang memproduksi, mendistribusi atau menyediakan barang-barang atau jasa yang dapat merusak moral. 
f. Indeks Papan Utama dan Papan Pengembangan (Main Board and Development Board Indices)  Merupakan indeks harga saham yang secara khusus dikelompokkan berdasarkan kelompok saham yang terdaftar di BEI, yaitu kelompok Papan Utama dan Papan Pengembangan. 
g. Indeks KOMPAS 100 (KOMPAS 100 Indices) Merupakan Indeks Harga Saham hasil kerjasama Bursa Efek Indonesia dengan harian KOMPAS. Indeks ini meliputi 100 saham

Saham (skripsi dan tesis)

Saham dapat didefinisikan sebagai tanda penyertaan atau pemilikan seseorang atau badan dalam suatu perusahaan atau perseroan terbatas  (Darmadji dan Fakhruddin, 2001). Menurut Robert Ang (1997) saham adalah surat berharga sebagai bukti penyertaan atau pemilikan individu ataupun institusi dalam suatu perusahaan. Persentase kepemilikan ditentukan oleh besarnya persentase jumlah saham terhadap keseluruhan saham perusahaan. Seseorang yang memiliki saham suatu perusahaan dapat dikatakan sebagai pemilik perusahaan walaupun jumlah sahamnya hanya beberapa lembar. Pada dasarnya, ada dua keuntungan yang diperoleh investor dengan membeli atau memiliki saham, yaitu dividend yield dan capital gain. Dividend yield merupakan bagian dari keuntungan perusahaan yang dibagikan kepada para pemegang saham. Capital gain merupakan selisih antara harga beli dan harga jual. Selain memiliki keuntungan, saham juga memiliki risiko yaitu capital loss, suatu kondisi dimana investor menjual saham lebih rendah dariharga beli. Selain itu terdapat risiko likuidasi yaitu suatu kondisi dimana perusahaan yang sahamnya dimiliki, dinyatakan bangkrut. Dalam hal ini hak klaim dari pemegang saham mendapat prioritas terakhir setelah seluruh kewajiban perusahaan dapat dilunasi (dari hasil penjualan kekayaan perusahaan). 
Menurut Darmadji dan Fakhruddin (2001), jenis – jenis saham dapat dibedakan berdasarkan beberapa sudut pandang, yaitu : 
a. Ditinjau dari segi kemampuan dalam hak tagih atau klaim, maka saham terbagi atas : 
 1) Saham biasa (common stocks) yaitu merupakan saham yang menempatkan pemiliknya paling yunior terhadap pembagian dividen, dan hak atas harta kekayaan perusaan apabila perusahaan tersebut dilikuidasi. Saham biasa merupakan saham yang paling banyak digunakan untuk menarik dana dari masyarakat dan merupakan saham yang paling menarik baik bagi pemodal maupun bagi emiten.
 2) Saham preferen (preferred stocks), merupakan saham yang memiliki karakteristik gabungan antara obligasi dan saham biasa, karena bisa menghasilkan pendapatan tetap (seperti bunga obligasi), tetapi juga bisa tidak mendatangkan hasil seperti yang dikehendaki investor. 
b. Dilihat dari cara peralihannya saham dapat dibedakan atas : 
1) Saham atas unjuk (bearer stocks) artinya pada saham tersebut tidak tertulis nama pemiliknya, agar mudah dipindahtangankan dari satu investor ke investor lainnya. Secara hukum, siapa yang memegang saham tersebut, maka dialah diakui sebagai pemiliknya dan berhak untuk ikut hadir dalam RUPS. 
2) Saham atas nama (registered stocks), merupakan saham yang ditulis dengan jelas sipa nama pemiliknya, dimana cara peralihannya harus melalui prosedur tertentu.
 c. Ditinjau dari kinerja perdagangan maka saham dapat dikategorikan atas : 
1) Blue-chip stocks, yaitu saham biasa dari suatu perusahaan yang memiliki reputasi tinggi, sebagai leader di industri sejenis, memiliki pendapatan yang stabil dan konsisten dalam membayar dividen. 
2) Income stocks, yaitu saham dari suatu emiten yang memiliki kemampuan membayar dividen lebih tinggi dari rata-rata dividen yang dibayarkan pada tahun sebelumnya. 
3) Growth stocks, yaitu saham-saham dari emiten yang memiliki pertumbuhan pendapatan yang tinggi. 
) Speculative stocks, yaitu saham suatu perusahaan yang tidak bisa secara konsisten memperoleh penghasilan dari tahun ke tahun akan tetapi mempunyai kemungkinan penghasilan yang tinggi dimasa mendatang, meskipun belum psti.
5) Counter cyclical stocks, yaitu saham yang tidak terpengaruh oleh kondisi ekonomi makro maupun situasi bisnis secara umum