Friday, December 30, 2022

Pengaruh Hubungan Positif antara Interpretasi Manajerial dan Niat Sukarela untuk Mengadopsi Praktik Ramah Lingkungan terhadap Posisi Sosial Perusahaan (skripsi, tesis, disertasi)

 


Setelah menemukan tiga hipotesis, dapat dilihat dari penelitian sebelumnya yang
dilakukan oleh Zhou et al. (2018) tentang apakah mekanisme yang diusulkan di atas
akan berlaku untuk semua perusahaan bahwa kapabilitas dinamis menghasilkan niat
adopsi ETS secara sukarela dari inovasi lingkungan melalui interpretasi manajerial.
Zhou et al. (2018) juga melihat hasil dari penelitian sebelumnya yang meneliti tentang
efek interpretasi manajer terhadap masalah lingkungan, dan hasil yang didapat dari
penelitian-penelitian tersebut beragam. Mengingat hasil yang tidak konsisten dalam
penelitian yang ada, pandangan berbasis kontingensi mengkritik hubungan antara
interpretasi manajerial dan keputusan inovasi organisasi untuk kondisi batas yang tidak
jelas (Chang dan Chen, 2013; Chattopadhyay et al., 2001 dalam Zhou et al., 2018).
Dari kritikan tersebut, diketahui bahwa untuk menilai efek interpretasi manajerial
terhadap pengambilan keputusan untuk mengadopsi konsep ETS di sebuah perusahaan,
perlu adanya penilaian karakteristik perusahaan seperti ukuran perusahaan, pangsa
pasar, dan reputasi merek, dan lain-lain (Chattopadhyay et al., 2001; Shimizu, 2007
dalam Zhou et al., 2018) yang akan diteliti untuk mengetahui hipotesis di atas berlaku
kepada perusahaan yang mana.
Sebelumnya telah dijelaskan bahwa perusahaan yang memiliki tingkat kapabilitas
dinamis yang tinggi akan lebih mungkin melihat manfaat dari berpastisipasi dalam ETS
ketimbang yang tingkat kapabilitas dinamisnya rendah, terutama pada keuntungan
nonfinansial seperti keuntungan sosial. Manfaat ini bisa meningkatkan niat sukarela
perusahaan untuk mengadopsi ETS (Zhou et al., 2018). Selanjutnya Zhou et al. (2018)
menerangkan bahwa manfaat ini sendiri lebih berharga untuk perusahaan periferal
daripada perusahaan yang sentral. Ini berarti bahwa keuntungan sosial perusahaan juga
mempengaruhi keputusan manajer untuk berniat mengadopsi ETS secara sukarela ke
dalam perusahaannya.
Kemudian, Zhou et al. (2018) juga menjelaskan bahwa pandangan terhadap
ancaman yang dibawa oleh ETS mempengaruhi resistensi perusahaan periferal untuk
berpartisipasi dalam ETS. Perusahaan periferal cenderung baru dan masih kecil
sehingga mereka melihat ETS sebagai ancaman. Sebaliknya, perusahaan pusat sangat
mungkin mengadopsi ETS secara sukarela menurut hasil dari penelitian Compagni et
al. (2015 dalam Zhou et al., 2018) tentang difusi bedah robot. Zhou et al. mengambil
kesimpulan terhadap penelitian yang dilakukan oleh Compagni et al. bahwa perusahaan
pusat mengambil keputusan untuk mengadopsi ETS karena jika tidak ada perusahaan
yang setara dengan perusahaannya yang mengambil langkah pertama dalam hal
mengadopsi ETS tersebut, maka mereka akan dikalahkan dengan perusahaan pesaing
dari sisi status sosial mereka yang telah menonjol di lapangan. Dari hal ini dapat
disimpulkan bahwa perusahaan pusat akan mengadopsi ETS secara sukarela karena
ingin mempertahankan status sosial atau karena melihat ETS sebagai ancaman jika
tidak diadopsi oleh perusahaan mereka.
Dari penjelasan tersebut, dapat dipahami dan dihubungkan dengan permasalahan
pengadopsian praktik ramah lingkungan bahwa posisi sosial suatu perusahaan dapat
mempengaruhi interpretasi manajer dan pengambilan keputusan untuk mengadopsi
praktik ramah lingkungan ini. Manajer akan mempertimbangkan untuk mengadopsi
praktik ramah lingkungan jika dengan hal itu bisa meningkatkan posisi sosial mereka.
Sedangkan jika posisi sosialnya sudah tinggi, manajer akan cenderung untuk tidak
mengadopsi praktik ramah lingkungan karena keuntungan sosial yang didapat dari
pengadopsian praktik ini tidak menguntungkan mereka

No comments:

Post a Comment