Pemberdayaan
dalam
pembangunan masyarakat selalu
berhubungan dengan kemandirian, partisipasi, jaringan kerja, dan keadilan sosial. Hal-hal tersebut merupakan prasyarat yang memungkinkan setiap orang dapat memiliki kekuatan yang menjadi
modal dasar bagi
pelaksanaan proses aktualisasinya. Setiap orang perlu diberi kesempatan dan peluang untuk mengaktualisasikan
dirinya, yang merupakan
kebutuhan dasar manusia yang tidak bisa
diingkari. Oleh karena itu, orientasi
pemberdayaan masyarakat pada dasarnya adalah upaya
untuk mewujudkan masyarakat menjadi semakin maju dan
berkembang baik dalam bidang ekonomi, sosial,
dan
budaya.
Dalam melakukan
pemberdayaan diperlukan strategi atau cara dalam pelaksanaan pemberdayaan yang meliputi elaborasi dari model-model pendekatan dan bidang-bidang dalam
pemberdayaan.
Sejalan dengan lemahnya kondisi petani seperti modal, penguasaan lahan, inovasi atau teknologi, informasi, pemasaran, dan
persaingan, maka strategi
pemberdayaan petani dalam agribisnis merupakan upaya untuk menguatkan kelemahan yang dialami
oleh sebagian
petani.
Menurut UU No 19 tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani :
“Pemberdayaan petani adalah segala upaya untuk meningkatkan kemampuan petani untuk melaksanakan usaha
tani
yang lebih baik melalui
pendidikan dan pelatihan, penyuluhan dan pendampingan, pengembangan sistem dan
sarana pemasaran hasil
pertanian, konsolidasi dan jaminan
luasan lahan pertanian, kemudahan akses ilmu pengetahuan, teknologi dan informasi, serta penguatan kelembagaan petani.”
Dalam pemberdayaan
petani, perlu dilakukan kegiatan-
kegiatan seperti mengembangkan Kelompok Tani sebagai organisasi
petani yang tangguh terutama di bidang ekonomi, sosial, dan budaya; melalui Kelompok Tani, memfasilitasi
proses pembelajaran
petani dan keluarganya beserta masyarakat pelaku agribisnis; membantu menciptakan iklim usaha yang menguntungkan; memberikan
rekomendasi
dan mengusahakan akses petani ke sumber-sumber informasi dan sumber daya yang mampu membantu memecahkan
masalah yang dihadapi petani; dan menjadikan lembaga penyuluhan pertanian sebagai lembaga mediasi dan intermediasi, terutama menyangkut teknologi dan kepentingan petani dan keluarganya, serta
masyarakat pelaku agribisnis
(Sutoro Eko, 2005: 260).
No comments:
Post a Comment