Showing posts with label Manajemen. Show all posts
Showing posts with label Manajemen. Show all posts

Monday, April 15, 2024

Indikator Lingkungan Kerja

 


Menurut Nitisemito (1992) lingkungan kerja diukur melalui :
a. Suasana Kerja
Hal ini dimaksudkan bahwa kondisi kerja yang ada menyenangkan,
nyaman dan aman bagi setiap karyawan yang ada di dalamnya.
b. Hubungan dengan Rekan Sekerja
Hubungan dengan rekan sekerja yang harmonis dan tanpa ada
saling intrik sesama rekan sekerja. Salah satu faktor yang dapat
mempengaruhi karyawan tetap tinggal dalam satu organisasi adalah
hubungan yang harmonis diantara rekan kerja. Hubungan yang
harmonis dan kekeluargaan merupakan salah satu faktor yang
dapat mempengaruhi kinerja karyawan.
c. Tersedianya Fasilitas Bekerja
Hal ini dimaksudkan bahwa peralatan yang digunakan untuk
mendukung kelancaran kerja lengkap atau mutakhir. Tersedianya
fasilitas kerja yang lengkap, walaupun tidak baru merupakan salah
satu penunjang proses dalam bekerja.
Indikator lingkungan kerja dari Nitisemito (1992) ini yang digunakan
sebagai alat ukur dalam penelitian ini supaya mampu menjelaskan kondisi
lingkungan non fisik yang mempengaruhi suasana hati dan psikologis
karyawan.

Jenis Lingkungan Kerja

 


Sedarmayanti menyatakan bahwa secara garis besar, jenis lingkungan
kerja terbagi menjadi 2 yaitu: (a) lingkungan kerja fisik, dan (b) lingkungan
kerja non fisik.
a. Lingkungan Kerja Fisik
Lingkungan kerja fisik adalah semua keadaan berbentuk fisik yang
terdapat di sekitar tempat kerja yang dapat mempengaruhi
karyawan baik secara langsung maupun secara tidak langsung.
Lingkungan kerja fisik dapat dibagi dalam dua kategori, yaitu:

  1. Lingkungan yang langsung berhubungan dengan karyawan
    (Seperti: pusat kerja, kursi, meja dan sebagainya).
  2. Lingkungan perantara atau lingkungan umum dapat juga
    disebut lingkungan kerja yang mempengaruhi kondisi manusia,
    misalnya: temperatur, kelembaban, sirkulasi udara,
    pencahayaan, kebisingan, getaran mekanis, bau tidak sedap,
    warna, dan lain-lain.
    Untuk dapat memperkecil pengaruh lingkungan fisik terhadap
    karyawan, maka langkah pertama adalah harus mempelajari
    manusia, baik mengenai tingkah lakunya maupun mengenai
    fisiknya, kemudian digunakan sebagai dasar memikirkan
    lingkungan fisik yang sesuai.
    b. Lingkungan Kerja non Fisik
    Menurut Sedarmayanti, lingkungan kerja non fisik adalah semua
    keadaan yang terjadi yang berkaitan dengan hubungan kerja, baik
    hubungan dengan atasan maupun hubungan sesama rekan kerja,
    ataupun hubungan dengan bawahan. Lingkungan non fisik ini juga
    merupakan kelompok lingkungan kerja yang tidak bisa diabaikan.
    Menurut Alex Nitisemito, perusahaan hendaknya dapat
    mencerminkan kondisi yang mendukung kerja sama antara tingkat
    atasan, bawahan maupun yang memiliki status jabatan yang sama
    di perusahaan. Kondisi yang hendaknya diciptakan adalah suasana
    kekeluargaan, komunikasi yang baik, dan pengendalian diri.

Pengertian Lingkungan Kerja

 


Menurut Nitisemito dalam Nurhasanah (2010), lingkungan kerja adalah
segala sesuatu yang ada di sekitar para pekerja yang dapat mempengaruhi
dirinya dalam menjalankan tugas-tugas yang dibebankan.
Menurut Sedarmayati dalam Prayogo (2015), lingkungan kerja adalah
keseluruhan alat perkakas dan bahan yang dihadapi, lingkungan sekitarnya di
mana seseorang bekerja, metode kerjanya, serta pengaturan kerjanya baik
sebagai perseorangan maupun sebagai kelompok.
Sedangkan menurut Budi W. Soetjipto (2008) mengemukakan bahwa
lingkungan kerja adalah segala suatu hal atau unsur-unsur yang dapat
mempengaruhi secara langsung maupun tidak langsung terhadap organisasi
atau perusahaan yang akan memberikan dampak baik atau buruk terhadap
kinerja dan kepuasan kerja karyawan.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Komitmen Organisasi

 


Komitmen karyawan pada organisasi juga ditentukan oleh sejumlah factor.
Menurut Steers dalam Sopiah (2008), ada tiga factor yang mempengaruhi
komitmen karyawan pada organisasi, yaitu :

  1. Ciri pribadi kinerja, termasuk masa jabatannya dalam organisasi dan
    variasi kebutuhan dan keinginan yang berbeda dari tiap karyawan.
  2. Ciri pekerjaan, seperti identitas tugas dan kesempatan berinteraksi dengan
    rekan kerja dalam organisasi tersebut.
  3. Pengalaman kerja, seperti keterandalan organisasi di masa lampau dan
    cara pekerja mengutarakan dan membicarakan perasaannya mengenai
    organisasi.
    David dalam Sopiah (2008) mengemukakan empat faktor yang
    mempengaruhi komitmen karyawan pada organisasi, yaitu :
  4. Faktor personal : usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pengalaman
    kerja, kepribadian, dan lain-lain.
  5. Karakteristik pekerjaan : lingkup jabatan, tantangan dalam pekerjaan,
    konflik pekerjaan, tingkat kesulitan dalam pekerjaan, dan lain-lain.
  6. Karakteristik struktur : besar kecilnya organisasi, bentuk organisasi,
    kehadiran serikat pekerja, dan lain-lain.
  7. Pengalaman kerja : pengalaman kerja karyawan sangat berpengaruh
    terhadap tingkat komitmen karyawan pada organisasi.
    Steers dan Poter dalam Sopiah (2008) mengemukakan ada sejumlah factor
    yang mempengaruhi komitmen karyawan pada organisasi, yaitu :
  8. Faktor Personal, meliputi : job expectations, psychological contract, job
    choice factors. Keseluruhan faktor ini akan membentuk faktor awal.
  9. Faktor Organisasi, meliputi : initial work experience, job scope,
    supervision, goal consistency organizational. Semua faktor ini akan
    membentuk dan memunculkan tanggung jawab.
  10. Non-Organizational Factors, meliputi : avaibility of alternative jobs.
    Merupakan factor yang bukan berasal dari dalam organisasi.

Perilaku Komitmen Organisasi

 


Menurut Spencer dan Spencer (1993) dalam Kaswan (2015) perilaku
komitmen organisasi adalah sebagai berikut:

  1. Usaha Aktif
    Melakukan usaha aktif agar selaras dengan berpakaian dengan
    tepat, dan menghargai norma-norma organisasi.
  2. Menjadi Model “Organizational Citizenship Behaviors.”
    Menunjukkan loyalitas, kemauan, membantu kolega menyelesaikan
    tugasnya, menghargai mereka yang memiliki otoritas.
  3. Kesadaran terhadap Tujuan
    Menyatakan komitmen. Memahami dan secara aktif mendukung
    misi dan sasaran organisasi; mengaitkan tindakan dan prioritasnya
    untuk memenuhi kebutuhan organisasi; memahami kebutuhan
    untuk kerjasama untuk mencapai tujuan organisasi yang lebih
    besar.
  4. Melakukan Pengorbanan Personal atau Professional
    Mendahulukan kebutuhan organisasi di atas kebutuhan sendiri;
    melakukan pengorbanan pribadi untuk memenuhi kebutuhan
    organisasi di atas identitas dan prefensi professional dan
    kepentingan keluarga.
  5. Membuat Keputusan yang Tidak Populer
    Mendukung keputusan yang menguntungkan organisasi meskipun
    mereka tidak populer, atau kontroversial.
  6. Mengorbankan Kebaikan Unit Sendiri Untuk Organisasi
    Mengorbankan kepentingan jangka pendek departemennya sendiri
    untuk kebaikan jangka panjang organisasi; meminta orang lain
    melakukan pengorbanan untuk memenuhi kebutuhan oranisasi
    yang lebih besar.
    Gibson et al (2009) dalam Kaswan (2015) menyatakan bahwa
    komitmen terhadap organisasi mencakup tiga sikap yaitu:
  7. Perasaan mengidentifikasi diri dengan tujuan organisasi,
  8. Perasaan terlibat dalam tugas-tugas organisasi, dan
  9. Perasaan loyal terhadap organisasi.

Dimensi Komitmen Organisasi

 


Menurut Mayer dan Allen dalam Luthans (2011) yang dikutip oleh
Kaswan (2015) komitmen organisasi terdiri atas tiga dimensi yaitu:

  1. Komitmen Afektif (affective commitment).
    Menunjukkan kuatnya keinginan emosional karyawan untuk
    beradaptasi dengan nilai-nilai yang ada agar tujuan dan
    keinginannya untuk tetap di organisasi dapat terwujud. Komitmen
    afektif dapat timbul pada diri seorang karyawan dikarenakan
    adanya: karakteristik individu, karakteristik struktur organisasi,
    signifikansi tugas, berbagai keahlian, umpan balik dari pemimpin,
    dan keterlibatan dalam manajemen. Umur dan lama masa kerja di
    organisasi sangat berhubungan positif dengan komitmen afektif.
    Karyawan yang memiliki komitmen afektif akan cenderung untuk
    tetap dalam satu organisasi karena mereka mempercayai
    sepenuhnya misi yang dijalankan oleh organisasi.
  2. Komitmen Berkelanjutan (continuance commitment).
    Komitmen yang didasari atas kekhawatiran seseorang terhadap
    kehilangan sesuatu yang telah diperoleh selama ini dalam
    organisasi, seperti: gaji, fasilitas, dan yang lainnya. Hal-hal yang
    menyebabkan adanya komitmen kelanjutan, antara lain adalah
    umur, jabatan, dan berbagai fasilitas serta berbagai tunjangan yang
    diperoleh. Komitmen ini akan menurun jika terjadi pengurangan
    terhadap berbagai fasilitas dan kesejahteraan yang diperoleh
    karyawan.
  3. Komitmen Normatif (normative commitment).
    Menunjukkan tanggung jawab moral karyawan untuk tetap tinggal
    dalam organisasi. Penyebab timbulnya komitmen ini adalah
    tuntutan sosial yang merupakan hasil pengalaman seseorang dalam
    berinteraksi dengan sesama atau munculnya kepatuhan yang
    permanen terhadap seorang panutan atau pemilik organisasi
    dikarenakan balas jasa, respek sosial, budaya atau agama. 

Pengertian Komitmen Organisasi

 


Luthans (2005) mengemukakan bahwa komitmen organisasi sebagai
sikap yang menunjukkan loyalitas pegawai dan merupakan proses
berkelanjutan bagaimana seorang anggota organisasi mengekspresikan
perhatian mereka kepada kesuksesan dan kebaikan organisasinya. Dengan
kata lain bahwa komitmen merupakan sikap yang merefleksi loyalitas
karyawan pada organisasi dan proses berkelanjutan, dimana anggota
organisasi mengekspresikan perhatiannya terhadap organisasi dan
keberhasilan serta kemajuan yang berkelanjutan. Komitmen organisasi juga di
definisi sebagai suatu keadaan di mana seorang karyawan memihak kepada
organisasi dan tujuan organisasi serta bersedia untuk menjaga keanggotaan
dalam organisasi (Robbins, 2003).
Definisi komitmen organisasi menurut Arishanti (2009) dalam Albert
(2015) adalah sebagai berikut:
“Komitmen organisasional adalah kepercayaan dan penerimaan yang
kuat terhadap nilai-nilai organisasi, kemauan untuk bekerja keras, dan
memelihara keanggotaannya dalam organisasi yang bersangkutan,
yang berarti ada keinginan yang kuat dari anggota untuk tetap berada
dalam organisasi atau adanya ikatan psikologis terhadap organisasi.”
Komitmen organisasi menurut Sopiah (2008) merupakan suatu ikatan
secara psikologis yang terjadi pada diri seseorang terhadap organisasi untuk
mempertahankan kedudukan, adanya kemauan yang tinggi untuk memajukan
organisasi dan rasa loyalitas yang tinggi untuk tidak meninggalkan organisasi
dalam keadaan apapun.

Indikator Budaya Organisasi

 


Indikator-indikator budaya organisasi menurut Eugene Mckenna (2005)
adalah sebagai berikut:

  1. Hubungan antar manusia dengan manusia
    Hubungan antar manusia dengan manusia yaitu keyakinan masingmasing para anggota organisasi bahwa mereka diterima secara
    benar dengan cara yang tepat dalam sebuah organisasi.
  2. Kerjasama
    Kerjasama adalah kemampuan seseorang tenaga kerja untuk
    bekerja bersama dengan orang lain dalam menyelesaikan suatu
    tugas dan pekerjaan yang telah ditetapkan sebagai mencapai daya
    guna yang sebesar-besarnya.
  3. Penampilan karyawan
    Penampilan karyawan adalah kesan yang dibuat oleh seseorang
    terhadap orang lainnya, misalnya keserasian pakaian dan
    penampilannya.
    Indikator budaya organisasi menurut Victor Tan dalam Wibowo (2006)
    adalah sebagai berikut:
  4. Individual initiative (inisiatif perseorangan)
    Yaitu tingkat tanggung jawab, kebebasan dan kemerdekaan yang
    dimiliki individu.
  5. Risk tolerance (toleransi terhadap risiko)
    Yaitu suatu tingkatan di mana pekerja didorong mengambil risiko,
    menjadi agresif dan inovatif.
  6. Control (pengawasan)
    Yaitu jumlah aturan dan pengawasan langsung yang dipergunakan
    untuk melihat dan mengawasi para perilaku kerja.
  7. Management support (dukungan manajemen)
    Yaitu tingkat di mana manajer mengusahakan komunikasi yang
    jelas, bantuan dan dukungan pada bawahannya.
  8. Communication pattern (pola komunikasi)
    Yaitu suatu tingkatan di mana komunikasi organisasi dibatasi pada
    kewenangan hierarki formal

Fungsi-fungsi Budaya Organisasi

 


Menurut Robbins (2002), budaya memiliki beberapa fungsi di dalam
suatu organisasi. Pertama, budaya memiliki suatu peran batas-batas penentu;
yaitu, budaya menciptakan perbedaan antara satu organisasi dengan
organisasi yang lain. Kedua, budaya berfungsi untuk menyampaikan rasa
identitas kepada anggota-anggota organisasi. Ketiga, budaya mempermudah
penerusan komitmen hingga mencapai batasan yang lebih luas, melebihi
batasan ketertarikan individu. Keempat, budaya mendorong stabilitas sistem
sosial. Budaya merupakan suatu ikatan sosial yang membantu mengikat
kebersamaan organisasi dengan menyediakan standar-standar yang sesuai
mengenai apa yang harus dilakukan karyawan. Kelima, budaya bertugas
sebagai pembentuk rasa dan mekanisme pengendalian yang memberikan
panduan dan bentuk perilaku serta sikap karyawan.
Budaya yang bermacam-macam ragamnya dan memiliki ciri khas
tersendiri yang terbentuk dikarenakan pengaruh-pengaruh kepercayaan,
tingkah laku, hubungan sosial maupun solidaritas para anggota-anggotanya,
ini menciptakan suatu tipe-tipe budaya berbeda dan unik diantara organisasi
satu dengan yang lainnya, dalam penelitian Goffe & Jones dalam Robbins
(2002) mengidentifikasikan empat tipe budaya yang unik, yaitu :

  1. Budaya Jaringan (tinggi pada hubungan sosial, rendah pada solidaritas).
    Organisasi ini melihat anggotanya sebagai teman dan keluarga. Anggota
    organisasi tahu dan senang memberi bantuan pada orang lain dan
    memberikan informasi yang terbuka. Aspek dominan yang sifatnya negatif
    dengan model budaya-budaya seperti ini adalah fokus pada persahabatan
    tetapi memberikan dampak pemberian toleransi pada kinerja yang rendah
    dan terjadinya permainan politik.
  2. Budaya Upahan (rendah pada hubungan sosial, tinggi pada solidaritas).
    Organisasi ini benar-benar memfokuskan diri pada tujuan. Anggota
    organisasi diharuskan berorientasi kepada tujuan. Mereka harus
    mengerjakan segala sesuatu dengan cepat. Fokus pada tujuan dan obyektif
    dapat mengurangi faktor politik. Dampak dari perlakuan budaya ini adalah
    kurang adanya perlakuan manusiawi pada anggota organisasi yang
    berkinerja rendah.
  3. Budaya Fragmen (rendah pada hubungan sosial, rendah pada solidaritas).
    Organisasi ini dibuat secara individualistis. Komitmen adalah faktor
    penting yang diletakkan pada unsur pertama pada semua anggota
    organisasi dan pada tugas pekerjaannya. Anggota organisasi dituntut untuk
    produktif dan orientasi pada kualitas pekerjaan. Dampak dominan yang
    terjadi pada budaya organisasi seperti ini adalah saling kritik diantara
    anggota dan kurang erat hubungan antara anggota organisasi.
  4. Budaya Komunal (tinggi pada hubungan sosial, tinggi pada solidaritas).
    Penilaian pada persahabatan dan kinerja. Anggota organisasi mempunya
    perasaan memiliki tetapi tetap fokus pada pencapaian prestasi. Pemimpin
    dari budaya organisasi ini sangat inspiratif dan karismatik dengan visi
    yang jelas untuk masa depan organisasi. Tetapi di budaya organisasi
    seperti ini seorang pemimpin karismatik lebih banyak menghasilkan murid
    daripada pengikut, sehingga iklim kerja adalah terjadinya pemujaan
    terhadap pemimpinnya.

Karakteristik Budaya Organisasi

 


Menurut Robbins dan Judge dalam Danang (2015), ada 7 (tujuh)
karakteristik yang mencakup inti dari budaya organisasi, yaitu:

  1. Inovasi dan keberanian mengambil resiko, adalah sejauh mana organisasi
    mendorong para karyawan bersikap inovatif dan berani mengambil resiko.
  2. Perhatian pada hal-hal rinci/detail, adalah sejauh mana karyawan
    diharapkan menjalankan kecermatan, analisis dan perhatian pada hal-hal
    detail.
  3. Berorientasi pada hasil, adalah sejauh mana manajemen memusatkan
    perhatian pada hasil daripada perhatian pada teknik dan proses yang
    digunakan untuk meraih hasil tersebut.
  4. Berorientasi pada orang, adalah sejauh mana keputusan-keputusan
    manajemen memperhitungkan efek dari hasil-hasil tersebut pada orangorang di dalam organisasi.
  5. Berorientasi pada tim, adalah sejauh mana kegiatan-kegiatan kerja
    diorganisasikan secara tim, bukan individu-individu.
  6. Keagresifan, adalah sejauh mana orang-orang dalam organisasi itu agresif
    dan kompetitif daripada santai.
  7. Stabilitas, adalah sejauh mana kegiatan-kegiatan organisasi menekankan
    status quo (mempertahankan apa yang ada karena dianggap sudah cukup
    baik) daripada pertumbuhan

Pengertian Budaya Organisasi

 


Budaya organisasi menurut Robbins dan Judge dalam Danang (2015)
adalah sebuah sistem makna bersama yang dianut oleh para anggota
organisasi, yang membedakan organisasi tersebut dengan organisasi yang
lain. Hal ini berarti setiap organisasi mempunyai sistem makna yang berbeda.
Perbedaan ini menyebabkan setiap organisasi mempunyai karakteristik yang
unik dan berbeda serta respon yang berbeda ketika menghadapi masalah yang
sama.
Glaser dalam Kreitner dan Kinicki (2005) menyatakan “Budaya
organisasi seringkali digambarkan dalam arti dimiliki bersama. Pola-pola dari
kepercayaan, simbol-simbol, ritual-ritual, dan mitos-mitos yang berkembang
dari waktu ke waktu dan berfungsi sebagai perekat yang menyatukan
organisasi”.
Budaya organisasi di definisikan sebagai kerangka kerja yang kognitif
yang memuat sikap-sikap, nilai-nilai, norma-norma, dan pengharapanpengharapan bersama yang dimiliki oleh anggota-anggota organisasi
(Greenberg dan Baron, 2000).
Menurut Gibson et al (2003), budaya organisasi adalah what the
employes perceive and how this perception creates a pattern of beliefs,
values, and expectation. Mangkunegara (2005) menyimpulkan pengertian
budaya organisasi sebagai seperangkat asumsi atau sistem keyakinan, nilainilai dan norma yang dikembangkan dalam organisasi yang dijadikan
pedoman tingkah laku bagi anggota-anggotanya untuk mengatasi masalah
adaptasi eksternal dan integrasi internal.
Kartono (1994) mengatakan bahwa bentuk kebudayaan yang muncul
pada kelompok-kelompok kerja di perusahaan-perusahaan berasal dari
macam-macam sumber, antara lain: dari stratifikasi kelas sosial asal, dari
sumber-sumber teknis dan jenis pekerjaan, iklim psikologis perusahaan
sendiri yang diciptakan oleh majikan, para direktur dan manajer-manajer
yang melatarbelakangi iklim kultur buruh-buruh dalam kelompok kecil yang
informal.
Susanto (1997) mengemukakan bahwa budaya organisasi sebagai nilainilai yang menjadi pedoman sumber daya manusia untuk menghadapi
permasalahan eksternal dan usaha penyesuaian integrasi ke dalam perusahaan
sehingga masing-masing anggota organisasi harus memahami nilai-nilai yang
ada dan bagaimana mereka harus bertindak atau berperilaku.
Berbagai tindakan yang dilakukan oleh seseorang tentunya berbedabeda dalam bentuk perilakunya. Dalam organisasi implementasi budaya
dirupakan dalam bentuk perilaku, artinya perilaku individu dalam organisasi
akan diwarnai oleh budaya organisasi yang bersangkutan. Arnold dan
Feldman (1986), menyatakan perilaku individu berkenaan dengan tindakan
yang nyata dilakukan oleh seseorang dapat diartikan bahwa dalam melakukan
tindakan seseorang pasti tidak akan terlepas dari perilakunya.

Tujuan Motivasi

 


Menurut Sunyoto (2013: 17-18), diberikannya motivasi kepada
karyawan atau seseorang tentu saja mempunyai tujuan antara lain:

  1. Mendorong gairah dan semangat karyawan
  2. Meningkatkan moral dan kepuasan kerja karyawan
  3. Meningkatkan produktivitas kerja karyawan
  4. Mempertahankan loyalitas dan kestabilan karyawan.
  5. Miningkatkan kedisiplinan dan menurunkan tingkat absensi karyawan.
  6. Menciptakan suasana dan hubungan kerja yang baik.
  7. Meningkatkan keativitas dan partisipasi karyawan.
  8. Meningkatkan kesejahteraan karyawan.
  9. Mempertinggi rasa tanggung jawab karyawan terhadap tugas dan
    pekerjaannya.

Alat-Alat Motivasi


Dalam melakukan motivasi tentunya diperlukan sebuah alat. Menurut
Hasibuan (2009: 149-150) ada tiga alat motivasi, diantaranya sebagai berikut:

  1. Materiil Insentif, yaitu motivasi yang diberikan itu berupa uang dan atau
    barang yang mempunyai nilai pasar, jadi memberikan kebutuhan
    ekonomis. Misalnya kendaraan, rumah dan lain-lainnya.
  2. Nonmateril Insentif, yaitu motivasi yang diberikan itu berupa barang atau
    benda yang tidak ternilai, jadi hanya memberikan kepuasan atau
    kebanggaan rohani saja. Misalnya medali, piagam, bintang jasa dan lainlainnya.
  3. Kombinasi Materil dan Nonmateril Insentif, yaitu alat motivasi yang
    diberikan itu berupa materil (uang atau barang) dan nonmateril (medali
    atau piagam), jadi memenuhi kebutuhan ekonomis dan kepuasan atau
    kebanggaan rohani.

Model-Model Motivasi

 


Menurut pendapat Samsudin (2009: 284-285) terdapat tiga model
motivasi, yaitu motivasi tradisional, model hubungan manusiawi, dan model
sumber daya manusia dengan penjelasannya sebagai berikut:

  1. Model Tradisional
    Secara tradisional, para manajer mendorong atau memotivasi tenaga kerja
    dengan cara memberikan imbalan berupa gaji atau upah yang makin
    meningkat. Artinya, apabila mereka rajin bekerja dan aktif, upahnya akan
    dinaikkan. Pandangan ini menganggap bahwa pada dasarnya para
    karyawan malas dan dapat didorong kembali hanya dengan imbalan
    keuangan. Meskipun demikian, para manajer makin lama makin
    mengurangi jumlah imbalan tersebut.
  2. Model Hubungan Manusiawi (Human Relation Model)
    Pada model ini, para manajer dapat memotivasi karyawan dengan cara
    memenuhi kebutuhan sosial mereka dan membuat mereka merasa penting
    dan berguna. Ini berarti kepuasan dalam bekerja karyawan harus
    ditingkatkan, antara lain dengan cara memberikan lebih banyak kebebasan
    kepada karyawan untuk mengambil keputusan dalam
    menjalankanpekerjaan mereka. Dalam hal ini dikembangkan kontak sosial
    atau hubungan kemanusiaan secara lebih baik merupakan fakotr motivasi
    yang penting.
  3. Model Sumber Daya Manusia (Human Resources Model)
    Motivasi yang penting dalam model ini adalah penggembangan tanggung
    jawab bersama untuk mencapai tujuan organisasi dengan cara setiap
    anggota atau karyawan menyumbangkan sesuatu kepada organisasi sesuai
    dengan kepentingan dan kemampuan masing-masing.

Metode-Metode Motivasi

 


Memberikan sebuah motivasi tentunya memiliki sebuah metode,
menurut Hasibuan (2009: 149) ada dua macam metode dalam memberikan
motivasi, diantaranya adalah:

  1. Metode Langsung (Direct Motivation)
    Adalah motivasi (materil dan nonmateril) yang diberikan secara langsung
    kepada setiap individu, karyawan untuk memenuhi kebutuhan dan
    kepuasannya. Jadi, sifatnya khusus seperti memberikan pujian,
    penghargaan, bonus, piagam dan lainnya.
  2. Metode Tidak Langsung (Indirect Motivation)
    Adalah motivasi yang diberikan hanya merupakan fasilitas yang
    mendukung serta menunjang gairah kerja atau kelancaran tugas, sehingga
    para karyawan betah dan bersemangat melakukan pekerjaannya

Jenis-Jenis Motivasi

 


Menurut Hasibuan (2009: 150) motivasi terbagi menjadi dua jenis yaitu
motivasi positif dan motivasi negatif, yaitu sebagai berikut:

  1. Motivasi positif, yaitu manajer memotivasi bawahan dengan memberikan
    hadiah kepada mereka yang berprestasi baik. Dengan motivasi positif ini
    semangat kerja bawahan akan meningkat, karena manusia pada umumnya
    menerima sesuatu yang baik.
  2. Motivasi negatif, yaitu manajer memotivasi bawahannya dengan
    memberikan hukuman kepada merek yang pekerjaannya kurang baik.
    Dengan memotivasi negatif ini semangat kerja bawahan dalam jangka
    waktu pendek akan meningkat, karena mereka takut dihukum.

Pengertian Motivasi

 


Menurut Samsudin (2009: 281), motivasi adalah proses mempengaruhi
atau mendorong dari luar terhadap seseorang atau sekelompok kerja agar
mereka mau melaksanakan sesuatu yang telah ditetapkan. Menurut
Mangkunegara (2009: 61), motivasi adalah kondisi atau energi yang
menggerakkan diri karyawan yang terarah atau tertuju untuk mencapai tujuan
organisasi perusahaan. Menurut Wukir (2013: 115), motivasi adalah proses
yang menjelaskan intensitas, arah, dan ketekunan seseorang dalam berusaha
mencapai tujuannya.

Keterampilan Pemimpin

 


Menurut Sunyoto (2013: 39) para pemimpin menggunakan jenis
keterampilan yang berbeda yaitu:
a. Keterampilan Teknis (Technical Skill)
Keterampilan ini mengacu pada pengetahuan dan keterampilan seseorang
dalam salah satu jenis proses atau teknik. Keterampilan ini merupakan
ciri yang menonjol dari prestasi kerja pada tingkat operasional, tetapi
pada saat pegawai dipromosikan pada tanggung jawab kepemimpinan,
keterampilan teknis secara proporsional menjadi kurang penting
b. Keterampilan Manusiawi (Human Skill)
Keterampilan manusiawi adalah kemampuan bekerja secara efektif
dengan orang-orang dan membina kerja tim. Setiap pemimpin pada
semua tingkat organisasi memerlukan keterampilan manusiawi yang
efektif. Ini merupakan bagain penting dari perilaku pemimpin.
c. Keterampilan Konseptual (Conseptual Skill)
Keterampilan konseptual adalah kemampuan untuk berpikir dan
kaitannya dengan model, kerangka, hubungan yang luas seperti rencana
jangka panjang. Keterampilan ini menjadi semakin penting dalam
pekerjaan manajerial yang lebih tinggi. Keterampilan konseptual
berurusan dengan gagasan, sedangkan keterampilan manusiawi berfokus
pada orang dan keterampilan teknis pada benda.

Syarat-Syarat Kepemimpinan

 


Menurut Hamalik (2007: 170-172) untuk menjadi seorang pemimpin
haruslah memenuhi beberapa syarat, yaitu diantaranya:

  1. Karakteristik Manajer
    Manajer adalah pemimpin dalam suatu organisasi. Dia harus mampu
    melaksanakan pekerjaannya dan menggerakkan semua sumber yang
    tersedia guna mencapai tujuan organisasinya. Tugasnya sebagai manajer
    atau pemimpin pada gilirannya mempersyaratkan karakteristik tertentu
    yang harus terpenuhi adalah:
    a. Memiliki kondisi badan yang sehat.
    b. Memiliki pengetahuan dan pandangan yang luas.
    c. Memiliki keyakinan, bahwa organisasi yang dipimpinnya akan
    berhasil mencapai tujuannya.
    d. Memiliki pemahaman yang jelas tentang hakikat dankeunikan tujuan
    organisasi
    e. Memiliki daya kerja dan antusias yang besar atas pekerjaannya.
    f. Memiliki kemampuan mengambil keputusan secara cepat dan tepat.
    g. Memiliki sikap yang objektif dan rasional
    h. Memiliki sikap dan tindakan yang adil dalam memperlakukan
    bawahan.
    i. Menguasai prinsip-prinsip hubungan antarmanusiawi.
    j. Menguasai teknik-teknik berkomunikasi.
    k. Memiliki kemampuan bertindak sebagai penasihat atau pembimbing
    bagi bawahan dan rekan kerjanya.
    l. Memiliki gambaran yang menyeluruh terhadap semua aspek
    kegiatan organisasi
  2. Tingkah laku kepemimpinan
    Tingkah laku kepemimpinan tentunya dapat dipelajari asalkan manajer
    bersangkutan mau belajar. Pemimpin yang efektif perlu mempelajari
    kebutuhan kelompok dalam situasi tertentu dan bersikap luwes,
    bertingkah laku sesuai dengan tuntutan dan kondisi yang ada, disamping
    perlunya kerjasama dengan anggota kelompok dalam melaksanakan
    fungsi-fungsi manajemen yang penting.
  3. Kepemimpinan dan Pembuatan Keputusan
    Pembuatan keputusan terdiri dari dua alternatif, yakni alternatif
    pembuatan keputusan masalah-masalah pribadi dan alternatif pembuatan
    keputusan masalah kelompok. Alternatif pertama dilkakukan dengan cara
    membuat keputusan berdasarkan informasi yang dimiliki sendiri, atau
    berdasarkan informasi dari bawahan, atau menyebarkan masalah kepada
    bawahan untuk memperoleh gagasan dan saran atau menyebarkan
    masalah kepada seorang bawahan, lalu bersama-sama menganalisis dan
    membuat keputusan atau mendelegasikan masalah kepada seorang
    bawahan sambil melengkapinya dengan informasi yang serasi dan
    memberinya tanggung jawab untuk memecahkan masalah.
    Alternatif kedua, yakni masalah pokok diselesaikan dengan cara
    memecahkan masalah sendiri atau memperoleh informasi dari bawahan
    dan pemimpin yang memecahkannya, atau membagi masalah kepada
    bawahan secara individual untuk memperoleh gagasan dan saran, atau
    membagi masalah tersebut melalui pertemuan kelompok untuk
    memperoleh gagasan dan saran, atau membagai masalah tersebut kepada
    satu kelompok dan bersama pemimpin mencapai kesepakatan dalam
    pemecahan masalah dan pembuatan keputusan.

Kualitas Kepemimpinan

 


Menurut Rivai (2009: 823) ada beberapa kualitas kepemimpinan yang
mungkin dapat diusahakan dalam penyeleksian manajer-manajer dan
dikembangkan dalam mempersiapkan manajer bagi pelaksanaan tugas masa
depan. Para pemimpin lazimnya berbeda dalam hal:

  1. Menentang status quo yaitu mereka dengan rasa ingin tahu yang besar,
    berani, terang-terangan, dan bertindak untuk mengubah yang sudah
    dilakukan.
  2. Terinspirasi visi yang tersebar yaitu mereka meneriakkan misi, visi,
    seperangkat sasaran yang tepat, dan berkelakuan dengan cara yang
    konsisten bersama karyawan.
  3. Membantu yang lain mengambil tindakan yaitu merka memberikan
    bimbingan dan sumber serta pekerjaan ke arah pemberian wewenang
    yang lain untuk bertindak menurut cara mereka sendiri.
  4. Menanggulangi kerancuan, ketidakpastian dan kompleksitas yaitu
    mereka bertindak secara menyenangkan dalam organisasi yang fleksibel
    dan berubah.
  5. Sungguh-sungguh perhatian terhadap orang-orang yaitu mereka sensitif
    pada orang-orang, mereka mendengarkannya, memberi mereka perhatian,
    dan menjaga agar mereka termotivasi.
  6. Menyadari diri sendiri yaitu mereka tahu kekuatan dan keterbatasan
    mereka sendiri dan memiliki tingkat kerendahan hati yang mendorong
    untuk belajar terus.